Sembilan Belas

64 12 0
                                    

"Kiyya, bangun! Udah jam berapa ini?!", ucap Diana berusaha membangunkan anaknya itu.

Jangan!
Saya mohon jangan!

"Kiyya bangun!", seru Diana sedikit meninggikan suaranya.
"JANGAN!", teriak Kiyya tiba-tiba.
Diana tersentak kaget. Ia memperhatikan wajah Kiyya. Keringat mengucur di sekitar pelipisnya. Air bening mengalir di pipinya begitu saja. Napasnya berderu dengan cepat.

"Kamu kenapa?", tanya Diana khawatir dengan keadaan anaknya itu.
Kiyya menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Badannya terlihat bergetar dengan hebat, membuat Diana bingung. "Kamu kenapa kiy? Cerita sama mama", tak ada jawaban dari Kiyya. Ia masih menutupi wajahnya.

Diana menghela napasnya, "Yaudah mama keluar dari kamar ya, kamu mandi dulu, abis itu kebawah, kamu udah mau telat ini", ucap Diana melembut. Lagi-lagi tak ada jawaban dari Kiyya. Diana mengelus rambut panjang Kiyya dengan lembut. Kemudian ia berjalan keluar dari kamar Kiyya meninggalkannya sendiri.

Ketika Diana sudah menutup kembali pintu kamar Kiyya, Kiyya pun menurunkan kedua tangannya dari wajahnya. Ia menggigit bibirnya. Berusaha menetralisir tubuhnya yang masih bergetar. Kepalanya terasa berat sekali. Ia tak mampu beranjak dari kasur. Ingatan masa lalunya itu tiba-tiba terulang kembali membuat dirinya sering sekali sulit untuk mengontrol pikirannya.

Ia melirik jam weker di sampingnya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15 WIB. Bukannya ia bergegas untuk sekolah, ia malah kembali tiduran. Menutupi dirinya dengan selimut. Dan menangis tanpa isakan.

Tak lama, Diana masuk kembali ke dalam kamar Kiyya. "Lho kamu belum mandi? Udah telat lho", ucap Diana lembut sambil mengelus selimut yang menutupi semua tubuh Kiyya.
"Ma, Kiyya hari ini gak masuk dulu boleh? Kepala kiyya pusing", ucap Kiyya dari balik selimut sambil menggigit bibirnya.

"Pusing banget?", Kiyya menganggukkan kepalanya pelan. "Yaudah kamu istirahat aja dulu, nanti mama bilang ke vita buat ijinin kamu", Diana pun beranjak dari kamar Kiyya.

Di balik selimut, ternyata aliran bening mulai berjatuhan di pipi Kiyya. Ia menangis tanpa isakan. Tubuhnya bergetar hebat. Dadanya terasa sesak.
"Ughh"

***
Bel masuk sudah berbunyi dari tadi. Tapi Kiyya sama sekali belum datang ke sekolah. Vita mendengus pelan.

Drrt drrt drrt
Vita mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Ia membuka sebuah pesan masuk dari mama Kiyya.

From : Tante Diana
To : Vita love❤️
Vita sayang, tolong ijinin kiyya ya. Hari ini dia gak bisa masuk. Dia lagi sakit. Makasih❤️

"Sakit? Tuh anak bisa sakit? Tumben amat", gumam Vita pelan. "Kenapa? Siapa yang sakit?", cerocos Adin yang mendengar gumamannya. Vita menunjukan pesan yang dikirim oleh tantenya itu kepada adin. "Tumben dia sakit", ucap Adin heran, "Terus gimana? Lu mau ijin keluar kelas cuman buat ngijinin kiyya doang?", lanjut adin.

Vita berpikir sejenak. Berharap sebuah cara untuk memberitahu wali kelas kiyya muncul diotaknya. "Lu punya kontaknya naufal?", tanya vita kepada adin, "Punya. Kenapa emangnya?", sebelum vita menjawab pertanyaannya, Adin sudah mengetahui duluan apa yang dimaksud Oleh vita, "Gue chat dia sekarang", ucap Adin.

Pal kiyya sakit tolong ijinin ya. Makasih.

"Done", ucap Adin sambil tersenyum, "Nice!", seru vita dengan suara yang pelan.

***
Tuk.. tuk.. tuk..
Rere mengetuk-ngetukkan jarinya pelan. Ia sama sekali tidak bisa fokus dengan pelajarannya sekarang. Pikirannya masih terbayang tentang Naya. Bagaimana caranya dia bisa kembali seperti dulu bersama Naya? Apakah Naya masih marah padanya? Atau benci? Itulah yang ada dipikiran Rere sekarang.

"Kita"Where stories live. Discover now