11 - Kenangan

4.8K 541 38
                                    

Tante Mira menepuk pundak Yusuf saat orang tua Hasna berlari menyusul Hasna. Sementara eyang kakungnya hanya bisa menghela nafas.

"Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu tadi?"

"Aduuh!" Yusuf mengaduh seraya mengelus pundaknya yang terasa sakit akibat tepukan ibunya.

"Emang Yusuf bilang apa? Yusuf kan cuma bilang kalau masih mau lanjut S2 dulu."

Sekali lagi ibunya menepuk pundak Yusuf dengan keras.

"Sakit, Buu!" Yusuf meringis. Dan kembali mengelus-ngelus pundaknya.

"Suf, Hasna adalah perempuan yang menurut Eyang hanya bisa dipimpin oleh laki-laki seperti kamu. Dia punya sifat keras kepala seperti Eyang. Tapi juga masih sangat mudah dipengaruhi. Sedangkan kamu punya sifat bijak seperti Eyang Putri, yang bisa meredam sifat keras kepala seseorang dengan cara kamu sendiri. Meski terkesan dingin, kamu punya sifat penyayang yang bisa menjadi tameng untuk jiwa labil Hasna."

Eyang kakung panjang lebar menasehati. Yusuf menunduk terpekur. Begitu juga dengan orang tuanya.

"Kalau kamu bertanya, kenapa harus kamu? Karena Eyang lebih percaya sama kamu. Bukan berarti Eyang tidak percaya pada Amar atau lainnya. Hanya saja, Hasna juga terlihat lebih menyukaimu daripada Amar."

Yusuf mengangkat alisnya tak percaya. Kepalanya yang semula menunduk langsung terangkat menatap eyangnya. Benarkah sang eyang juga tahu perihal perasaan Hasna untuknya? Kali ini dia mulai gugup.

Eyang kakungnya tersenyum lalu menepuk-nepuk lengan Yusuf pelan.

"Siapa yang tidak bisa membaca gelagat Hasna? Hanya kamu saja yang mungkin tidak peduli," ujarnya kemudian.

"Sebentar, sebenarnya tujuan Yusuf dijodohkan sama Hasna untuk apa?"

"Hasna sebentar lagi akan pindah ke pesantren tempat kamu mengajar. Jika kamu sudah berjodoh dengannya, kamu juga bisa lebih leluasa membantunya. Atau melindunginya dari laki-laki yang mungkin akan mendekatinya. Bukankah kamu bilang, di kampusmu itu, laki-laki dan perempuan bisa bertemu?"

"Tapi kenapa harus dengan perjodohan kalau hanya untuk membantunya?"

"Karena kalau kalian tidak punya hubungan se intim itu, besar kemungkinan kalian akan mendapat masalah di pesantren, meski kalian masih sepupuan, bukan?"

"Maksud Yusuf, Hasna masih terlalu muda sekarang, Eyang. Jalannya masih panjang. Dan bagaimana jika ternyata dia malah menyukai orang lain nanti, bukan Yusuf lagi."

"Berarti kamu sudah tahu kalau Hasna suka sama kamu?"

Yusuf menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bukan begitu juga maksudnya, Yusuf sama Hasna kan perjalanannya masih panjang, Eyang. Bukan tidak mungkin, empat tahun menuju Hasna wisuda, kita sama-sama menemukan orang lain yang dirasa lebih cocok dengan pribadi kita. Nah kalau misalnya kita sudah terikat dengan perjodohan, bukankah itu akan lebih membuat kita menderita?"

"Semua tergantung kamunya! Kamunya mau gak sekarang? Kalau gak mau ya sudah, Eyang gak mau maksa. Biar nanti Eyang coba tanya sama temen-temen Eyang, atau kamu mungkin punya teman yang bisa kamu rekomendasikan sama Eyang?"

Yusuf membuang nafas tak percaya. Eyangnya bisa berkata seperti itu dengan santai. Ini perjodohan, bukan permainan. Tapi eyangnya berbicara seolah-olah mereka hanya ingin membeli pakaian.

"Yusuf mau ke masjid dulu. Assalamu'alaikum!"

Yusuf mencium satu persatu punggung tangan orang-orang di ruangan itu. Sebelum akhirnya pergi setelah mendengar jawaban salam dari keluarganya.

Rahasia [Terbit]Where stories live. Discover now