02 - Memalukan 😁

6.7K 563 48
                                    

Assalamu'alaikum..
Selamat siang..
Selamat membaca ya..

Jangan lupan koment dan votenya
Biar makin semangat nulisnya

😁😁

Awas, jangan senyum senyum sendiri 😂

Kedatangan keluarga Hasna disambut hangat oleh keluarga besar mereka. Satu persatu dari mereka yang lebih muda datang menghampiri Ayah dan Bunda Hasna untuk bersalaman. Namun, Hasna tak menemukan pemuda yang tadi ada di foto.

"Hasnaa...! sudah semakin cantik saja," ujar Eyang Kakungnya.

Hasna yang masih berdiri, celingukan mencari keberadaan Yusuf tersenyum malu, lalu langsung menghampiri eyang kakungnya dan mencium tangannya. Di sampingnya, duduk seorang wanita yang juga berparas indah, ibu dari pemuda yang tadi di carinya. Adik kandung dari ayahnya.

"Oya, oleh-olehnya di dalam mobil belum diturunin. Hasna, ini kunci mobilnya, ajak temen sana buat nurunin!" sang ayah mengulurkan kunci mobil ke arahnya.

Hasna menurut saja. Ia mencoba memanggil Bani, adiknya. Namun, Bani yang sudah pewe dengan posisinya bermain game, sepertinya tak mudah untuk di ganggu. Ayah Hasna memiliki dua saudara kandung. Satu perempuan, dan satu laki-laki.

Yang perempuan adalah Bibi Mira, ibu dari Yusuf dan Salma yang masih berumur enam tahun. Sedangkan yang laki-laki adalah Paman Hadi, ayah dari Amar yang juga sudah sepantaran dengan Yusuf, dan Amir yang usianya dua tahun di atas Hasna, atau dua tahun di bawah Yusuf dan Amar.

Ayah Hasna sendiri bernama Ahmad, anak tertua dari eyang kakungnya. Setiap lebaran hari kedua, mereka pasti akan berkumpul di rumah orang tuanya untuk menghabiskan waktu bersama selama tiga hari. Beruntung, eyang kakungnya yang sudah ditinggal oleh eyang utinya itu, masih hidup dengan keluarga Yusuf. Jadi, kalau dua keluarga lainnya sudah pulang, ia tak perlu merasa sendiri.

Hasna berjalan menuju mobilnya yang sudah diparkir di samping rumah. Ia membuka bagasinya dan menatap oleh-oleh yang sudah hampir memenuhi bagasinya. Termasuk dua koper berisi pakaian miliknya dan milik keluarganya.
Beberapa kardus yang sudah rapi diikat dengan tali rafia beragam warna sebagai pegangannya, ia turunkan perlahan. Tentu dengan usaha yang harus sedikit ekstra karena isi dalam kardus itu yang lumayan memakan tenaga.

"Mau dibawa ke dalam semua?" suara seorang pria di belakangnya yang sukses mengagetkannya.

"Kak Amar?" Hasna mengelus dadanya yang mulai berdebar kencang karena mengira Yusuf. Pemuda yang dipanggil Amar itu tersenyum.

Hasna mengulurkan tangannya, lalu mencium tangan Amar yang juga sudah terulur ke arahnya.

"Baguuuss, sudah cocok jadi istri sholeha!" godanya.

"Apaan sih?" Hasna menepuk lengan sepupunya.

Amar memang selalu bisa dekat dengan siapa saja, termasuk Hasna. Sifatnya yang periang dan suka menggoda membuatnya menjadi kakak paling favorit di antara sepupu-sepupunya. Maklum kalau diapun tidak tahu, bahwa sebenarnya hukum bersalaman dengan sepupu wanitanya itu sudah tidak boleh, karena dia sama sekali tidak pernah masuk ke pesantren seperti Yusuf.
Pengetahuan agamanya juga hanya sebatas yang wajib saja. Sholat, puasa, dan zakat. Walaupun dia tidak pernah masuk pesantren, namun sholatnya tidak pernah absen. Itulah yang membuatnya menjadi dambaan wanita-wanita muslimah di kampusnya. Konon katanya, ada yang sampai rela nungguin dia di musholla kampus hanya untuk memberi hadiah padanya. Sebuah sajadah, yang kini sudah menjadi milik Hasna. Kado itu malah langsung diberikan pada Hasna sepulang dia dari kampus. Tepat saat Hasna baru akan masuk ke pesantren.

"Banyak bener bawaannya? Mau pindahan, Bu?" godanya lagi.

"Kak Amar apaan sih? Kalau gak mau ya udah, ini kan oleh-oleh. Biar Hasna bawa balik aja lagi!" Hasna manyun. Amar menatapnya gemas.

"Duh, repot kalau berurusan sama tuan putri ini!" ujarnya sambil menahan rasanya yang ingin sekali mencubiti pipi Hasna.

Amar langsung membantu Hasna menurunkan barang-barang yang ada di bagasi lagi. Seorang pemuda berkopyah hitam datang dan langsung membantu Hasna yang tengah menurunkan koper dari dalam mobil. Hasna menganga tak percaya saat melihat pemuda yang kini berdiri sangat dekat dengan dirinya, lebih tepatnya membantunya menurunkan koper yang sejak tadi sudah ia coba tarik sendiri.
Kak Yusuf.

Antara bahagia dan gugup, hatinya menyebut namanya. Pemuda yang sejak tadi dicarinya tiba-tiba ada di sampingnya. Koper yang di bawa Yusuf adalah koper terakhir dari barang bawaannya. Hasna masih mematung menatap Yusuf yang sudah pergi membawa kopernya.

Tatapannya tertunduk saat Yusuf menoleh ke arahnya.

"Gak mau masuk?" tanyanya dengan nada datar.

"Iya, ntar lagi!" Hasna menjawab kikuk.

Ia langsung mencoba menutup bagasi mobilnya yang tidak mudah di jangkau olehnya. Kakinya berjinjit mencoba meraih handle pintu bagasi mobilnya. Yusuf yang masih belum beranjak dari tempatnya, tersenyum melihat usaha Hasna.

Ia menyingsingkan lengan bajunya sedikit, lalu beranjak mendekati Hasna. Sekali lagi, bantuannya itu membuatnya berada sangat dekat dengan Hasna. Bahkan, Hasna sendiri mampu mencium wangi parfum dari tubuhnya.

"Ayo!" ajaknya setelah selesai menutup bagasi Hasna.

Hasna yang mulai berbunga-bunga langsung mengikuti langkah Yusuf. Ia mengeluarkan handphone dari dalam tasnya, mencoba mengambil gambar punggung Yusuf. Namun naas, gamisnya yang menjuntai menutupi kakinya terinjak oleh kakinya sendiri saat menaiki tangga teras rumah. Hasilnya, ia terjatuh tepat dibelakang Yusuf, dengan posisi handphone terlempar ke kaki Yusuf.

"Astaghfirullah..!" semua orang yang tengah berkumpul di ruang tamu terkejut melihat Hasna yang sudah tengkurap di lantai.

Amar berlari menghampiri Hasna, dan membantunya berdiri, "kamu gak papa?" tanyanya kemudian.

Sementara Amir hanya tersenyum melihat Hasna. Dan Yusuf, ia masih melongo tak percaya melihat kejadian itu. Ia meraih handphone Hasna yang ada di depan kakinya. Matanya mengatakan bahwa ia menemukan hal konyol lainnya dari Hasna yang ada di ponsel itu sekarang. Foto dirinya.

Hasna yang tersadar bahwa ponselnya tengah berada di tangan orang yang di fotonya tadi, langsung bergerak cepat merampas ponselnya dari tangan Yusuf. Wajahnya meringis malu sambil berlari ke arah kamar yang sudah biasa ia gunakan setiap tahun. Dan langsung membenamkan wajahnya di atas kasur sambil memukul-mukul bantal di sampingnya. Menyayangkan kebodohannya sendiri.

Amar malah terkejut melihat sikap Hasna yang langsung pergi begitu saja. Sementara Yusuf mulai tersenyum lebar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ceroboh! Batinnya. Ia beranjak ke arah Amar lalu menepuk-nepuk lengan sepupunya itu sebelum akhirnya masuk kembali ke dalam dengan koper Hasna.

*****

Suara pintu diketuk dari luar. Hasna yang masih membenamkan wajahnya, mulai berteriak.

"SIAPA?"

"Aku, Yusuf!"

Hasna bangkit dari tidurnya.

"Bodoh, bodoh, bodoh!" gumamnya lirih sambil memukul kepalanya.
Suara ketukan pintu lagi.

"Iyaaaaa.." Hasna beranjak dari tempat tidur dengan malas.

Ia membuka pintu kamar dengan menunduk. Tak berani melihat Yusuf. Rasa malunya bertambah besar jika ternyata Yusuf sudah melihat hasil jepretannya.

"Ini kopernya!" Yusuf mendekatkan koper Hasna.

"Makasih!" Hasna menjawabnya masih dengan kepala tertunduk.

"Disuruh makan dulu sama Ibu!" ujar Yusuf lagi.

"Iya." Lagi-lagi Hasna tak berani mengangkat wajahnya.

Yusuf tersenyum geli melihat Hasna saat berbalik. Dan ia tidak bisa membayangkan, bagaimana reaksi Hasna saat tahu, bahwa dia lagi-lagi bikin kesalahan dengan masuk ke kamar Yusuf. Bukan ke kamarnya sendiri. Senyumnya makin mengembang seperti langkahnya yang semakin cepat menuju teras belakang rumahnya. Tempat makanan di sajikan.

*****

Rahasia [Terbit]Where stories live. Discover now