05 - Kesempatan 1

5K 484 21
                                    


Selepas subuh, Hasna masih dengan mukenanya saat melihat Yusuf tampak tengah mengaji Alquran di gazebo yang terletak di halaman belakang rumahnya. Agak lama ia berdiri di bingkai pintu, menatap Yusuf sambil mendengarkan suara merdu Yusuf melantunkan ayat-ayat suci. Hingga akhirnya ia mengambil langkah untuk mendekati Yusuf.

Yusuf melirik sekilas kaki Hasna yang mulai berdiri di samping sendalnya. Seperti berpura-pura tak mengetahui keberadaan Hasna, ia malah terus melanjutkan bacaannya. Sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran Hasna.

Cepat Hasna melepas sandalnya sejajar dengan sandal Yusuf. Ia memilih duduk agak ke tengah. Berjarak sekitar empat puluh centi dari Yusuf. Yusuf yang mulai merasa canggung, langsung beringsut menjauh dari Hasna. Hasna mengangkat alisnya, terkejut dengan sikap Yusuf. Masih penasaran, Hasna kembali beringsut, mendekat lagi ke arah Yusuf. Dan sikap Yusuf yang masih sama, langsung membuat Hasna mulai berdecak kesal.

"Memangnya Hasna barang najis?"

Yusuf terus saja melanjutkan tilawahnya tanpa menghiraukan suara Hasna yang terdengar kesal.

"Ya, ya, semoga aja nanti bener-bener tuli!" Hasna mulai kesal.

Yusuf menghentikan bacaannya. Alquran di tangannya, ia tutup dengan cepat. Matanya menatap tajam ke arah mata Hasna. Nyali Hasna menciut mendapat tatapan seperti itu.

"Doa yang baik, akan kembali pada yang mendoakan, begitu juga sebaliknya."

Ucap Yusuf tegas, sikap dinginnya dimulai. Ia langsung melangkah pergi meninggalkan Hasna yang sudah menganga mendengar ucapan Yusuf.

"Wuaaah, ha, ha." Hasna bergidik sambil membuang mukanya. Tangannya mengelus-elus dadanya yang berdebar.

"Sombong amat, mentang-mentang di pondok lebih lama!" gumam Hasna sambil memainkan renda mukenanya. Ia tak melihat Amar dan Bani yang berjalan ke arahnya. Mereka berpapasan dengan Yusuf yang berbeda arah dengan mereka. Yusuf masuk, sedangkan mereka keluar.

Amar tersenyum melihat muka Hasna yang mulai cemberut. Sementara Bani langsung memilih pojok gazebo dan mulai memainkan gawainya.

"Woy, ngaji! Habis subuh tuh ngaji! Maen aja kerjaannya!" kekesalan Hasna nyerempet kemana-mana.

Bani yang memang jarang bicara langsung memperlihatkan gawai di tangannya. Sebuah aplikasi Alquran terlihat oleh Hasna. Hasna mengangkat alisnya, sekarang canggih bener, Alquran aja bisa dibawa kemana pake hape. Amar kembali tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia duduk di samping Hasna. Persis di tempat Yusuf tadi.

"Kamu kenapa? Pagi-pagi udah nekuk aja mukanya?" tanya Amar.

"Habis ngabisin tenaga buat orang gak jelas!" Hasna sengaja menyaringkan suaranya, karena ia masih melihat pantulan wajah Yusuf dari cermin yang terpajang hampir di setiap tiang rumah kuno tersebut.
Yusuf tengah duduk membelakangi Hasna sambil terus menekuri Alqurannya.

"Gak usah teriak-teriak kali, Bu!" meski Amar tahu, Hasna tengah menyindir seseorang, ia masih mencoba untuk menggoda Hasna.

"Oya, Hasna surat kelulusannya sudah keluar?" tanya Amar lagi.

"Udah."

"Lulus?"

"Ya lulus lah."

"Trus mau ngelanjutin di mana?"

"Belum tau. Sama Ayah dan Bunda disuruh tetep di pesantren."
"Mau kamu di mana?"

Hasna menggeleng.

"Masih bingung."

"Maksudnya, kamu pingin masuk jurusan apa?"

"Sastra Indonesia."

Rahasia [Terbit]Where stories live. Discover now