47 - Orion

2.8K 453 45
                                    

Selamat menikmati...
Jangan lupa, Al-Kahfian dulu
Baru baca ini 🤭
Jangan kebalik...
Mohon Maaf lahir dan batin ya
🙏🙏🙏🙏
------------------------------------------

“Berapa lama di Singapore?” tanya eyang Wiji.

“Belum tahu, Eyang.” Amar menyeruput kopi yang baru saja dibuatkan oleh mamanya. Eyang Wiji sudah bisa berjalan ke teras dan menikmati secangkir kopi panas sambil menikmati angin malam.

“Jangan lama-lama! Kamu juga harus nikah. Masa keduluan Yusuf!”

Amar tersenyum sambil melempar pandang ke arah langit.
Memperhatikan kelap kelip bintang yang bertebaran di sana. Ia mencoba mencari sebuah rasi bintang favoritnya. Orion.

Salah satu rasi bintang tertua dan dikenal sebagai salah satu rasi bintang paling terang dan indah di waktu malam. Letaknya berada di ekuator langit dan bisa terlihat di seluruh bagian bumi manapun.
Susunan rasi bintang Orion terlihat seperti pria yang tengah mengacungkan pedang dan perisai, layaknya seorang pemburu. Sabuk Orion terdiri dari tiga bintang paling terang di rasi ini, yaitu Alnilam, Mintaka, dan Alnitak. Orion sendiri juga bisa digunakan sebagai penunjuk arah barat.

“Kamu ndak punya pacar, Mar?”
Kini Amar menoleh pada eyangnya yang bergantian menatap langit.

“Emang boleh Amar pacaran?” Amar mulai iseng.

“Lah, kan Eyang tanya. Yang ndak ngebolehin itu siapa?”

“Yusuf.”

Mereka berdua sontak terkekeh bersama saat Amar menjawab dengan nama Yusuf.

“Kamu tau, ndak? Kenapa Eyang menjodohkan Yusuf dengan Hasna?”
Amar menggeleng. Ia juga tidak mengulang pertanyaan eyangnya. Malam ini, ia seolah malas untuk membuka topik, atau bahkan meneruskan topik pembicaraan.

“Karena Yusuf bukan tipe orang yang hangat seperti kamu. Sejak SD dia memang tak banyak punya teman. Bahkan, teman-teman perempuannya tidak diperbolehkan main kesini meskipun ada kerja kelompok.”

Eyang Wiji berhenti sejenak. Ia kembali menyeruput kopinya sebelum dingin. Sementara Amar, masih menunggu dengan sabar kelanjutan cerita tentang Yusuf.

“Saat Yusuf meminta untuk melanjutkan sekolah di pesantren, Eyang sempat khawatir. Bagaimana nanti jika ternyata dia tidak bisa bersosialisasi dengan baik di sana. Ternyata dia bisa melalui satu tahun pertamanya tanpa mengeluh sedikitpun. Bahkan, hingga tahun terakhirnya kemarin. Sebelum dia memutuskan untuk berhenti mondok tapi tetap berkhidmah di pesantrennya. Dia seperti malas untuk pulang ke rumah. Makanya kenapa kalian jarang bertemu kalau sudah liburan bukan?”

Amar mengangguk-anggukan kepala. Menyetujui cerita eyangnya tentang Yusuf yang memang baru saja banyak menghabiskan waktu bersama liburan tahun lalu.

“Tapi, Eyang lihat, dia banyak berubah saat bertemu dengan Hasna. Meski terlihat tak acuh, tapi dia selalu diam-diam memperhatikan Hasna. Tahun ini, kami malah tak perlu membujuknya untuk berlebaran di rumah. Dia menawarkan dirinya untuk pulang lebih awal.”

Senyum Amar masih menghiasi bibir tipis itu. Bibir yang masih terlihat bersih karena tak pernah terkontaminasi dengan batang rokok. Tenang, menyimak cerita sang eyang.

“Sedangkan Hasna, gadis periang yang bisa dibilang ceroboh dan serampangan. Hangat pada semua orang, meski belum sepenuhnya mandiri. Jadi, Eyang pikir, mereka pasti akan saling menyempurnakan satu sama lain. Persis seperti Eyang dan eyang utimu dulu.”

Eyang Wiji mengelus pelan jenggotnya. Menghela nafas sebentar, lalu menopang tubuh rentanya dengan lengan yang di sandarkan pada lincak yang  mereka duduki.

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang