SABRINA - BAB I

406 25 0
                                    

Sabrina Quinn, orang-orang memanggilku Sabrina. Kehidupan keluarga yang harmonis? Bukan keluargaku pastinya. Ibu dan Ayahku selalu bertengkar sejak aku berusia 5 tahun. Mereka tidak pernah peduli dengan keadaan psikisku. Ketika mereka bertengkar, aku hanya mengunci pintu kamarku dan selalu bermain sendiri bersama semua boneka kesayanganku.

Tiba saatnya keluargaku benar-benar hancur. Ayahku pergi meninggalkan Ibuku dan lebih memilih wanita lain. Kepergian Ayah membuat Ibuku menjadi depresi berat. Tingkahnya semakin lama semakin mengganggu tetangga sekitar, Ibuku selalu memaki-maki orang yang hanya sekedar lewat depan rumahku. Akhirnya Ibuku melakukan perawatan di rumah sakit jiwa.

Tanteku adalah satu-satunya keluarga yang Ibuku miliki saat ini. Tanteku hanya membantu membiayai pengobatan Ibuku saja tanpa mengurusnya, di usiaku 6 tahun aku sudah harus belajar dewasa mengurus Ibuku seorang diri.

Setiap hari aku selalu berada di rumah sakit, pada akhirnya aku bertemu seorang teman yang mengisi kesepianku. Dia bernama Misel, usianya terlihat sebaya denganku. Misel memiliki rambut yang selalu dikepang dua, berkulit putih, bermata sayu, dan tinggi tubuhnya tidak jauh denganku.

 Misel memiliki rambut yang selalu dikepang dua, berkulit putih, bermata sayu, dan tinggi tubuhnya tidak jauh denganku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setiap hari aku selalu bercanda gurau dengannya. Dia selalu menceritakan tentang kehidupan keluarganya, aku pun juga sebaliknya. Aku selalu menanyakan di mana rumah Misel, tetapi dia hanya menjawab "Deket sini."

Di usiaku ke 7 tahun, Ibuku menghembus napas terakhirnya di hari ulang tahunku. Aku benar-benar kehilangan semuanya. Akhirnya, aku di rawat oleh Tanteku sejak kepergian Ibuku. Tanteku merupakan orang yang sangat giat bekerja, dia sampai saat ini belum dikaruniai anak setelah 5 tahun pernikahannya.

Aku mulai beranjak remaja, aku baru menyadari pertemananku dengan Misel sangat berbeda. Tanteku selalu menangis saat melihatku berbicara dengan Misel. Aku baru tersadar bahwa Misel bukan seperti kita semua, dia adalah anak yang tertabrak di depan rumah sakit jiwa di mana Ibuku dirawat kala itu. Misel tiada sekitar beberapa bulan sebelum Ibuku datang untuk melakukan perawatan di rumah sakit tersebut. Hal ini aku ketahui dengan cara mencari tahu dengan bertanya dengan Satpam rumah sakit beberapa waktu lalu karena tingkat penasaran yang tinggi. Aku beranjak remaja misel pun juga beranjak dewasa, seperti ada kehidupan di dunianya.

Sejak kecil aku tidak memiliki teman sama sekali. Mereka semua takut akan kehadiranku yang suka berbicara sendiri saat bermain. Ditambah lagi para orang tua mereka yang melarang untuk dekat denganku karena Ayahku menikah lagi dan aku merupakan anak dari seorang Ibu yang menderita sakit jiwa. Entah apa hubungan dari semua itu, tetapi aku merasa orang-orang menganggap aku sangat negatif di mata mereka.

Saat aku kelas 3 SMP, Tanteku akhirnya melahirkan seorang anak perempuan. Misel sangat suka dengan kehadiran anak dari Tante Diana, tetapi Misel sama sekali tidak menyentuh sedikit pun, dia hanya mendekat, dan melihatnya sambil tersenyum. Anak Tante Diana selalu menangis saat didekati oleh Misel, aku sempat melarang Misel untuk mengganggu siapa pun walaupun nyatanya dia memang tidak bertindak apa pun. Aku dimaki oleh Tanteku katena ulah Misel dan melampiaskan kepadaku. Selalu kata maaf dan menyalahkan Misel yang aku ucap, Tanteku menjadi frustasi akan sikapku yang mengganggu baginya. Akhirnya, dia memindahkanku ke Rumah Ayahku yang berada di pusat kota.

Saat di perjalanan menuju ke rumah Ayahku, aku menangis karena merasa diasingi. Misel selalu senantiasa mendengarkan curahan hatiku yang membuat aku sangat lega setelah itu. Aku menganggap Misel benar-benar sahabat yang mengerti akan diriku.

Akhirnya, aku tinggal dengan Ayahku sejak awal kelas 3 SMP. Ibu Tiriku sudah memiliki anak sebelum menikah dengan Ayahku. Dia bernama Juno, dia seusiaku, berparas tampan, bertubuh tinggi, dan berkulit putih. Awalnya dia seperti biasa saja atas kehadiranku, tetapi lama-kelamaan dia pun ketakutan dan merasa terganggu atas sikapku yang selalu berbicara sendiri di kamar. Kamarku dengannya bersebelahan, mungkin ini adalah alasan kuat mengapa dia bisa sampai takut kepadaku. Dia tidak pernah memakiku sedikit pun, tetapi diamnya membuat aku sangat yakin dia benar-benar risih atas kehadiranku di kehidupannya.

Hari ini, aku bersama Juno lulus dari SMP dengan nilai rata-rata yang hampir sama. Aku bersama Juno mendapat Sekolah SMA yang sama. Juno nampak kalut ketika mengetahui semua ini. Aku pun hanya terdiam, tetapi Misel selalu ingin membalas orang-orang yang jahat denganku. Aku selalu berjanji kepada Misel, jika dia tidak menyakiti siapa pun aku akan tetap bersamanya.

HARI PERTAMA MASUK SMA

Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah. Aku sangat bersyukur aku dan Juno berbeda Kelas. Aku rasa semua ini bisa mengurangi beban dia akan kekuranganku yang dapat membuat dia malu nantinya. Baru kali ini, aku baru merasakan duduk sebangku dengan seseorang dan memiliki seorang teman.

Perempuan ini ingin bersalaman denganku, "Hi, nama gue, Amanda!" dia berdiri sambil menjulurkan tangan kanannya.

Aku menerima jabat tangannya, "Nama gue, Sabrina," aku berusaha memberikan senyuman kepadanya dengan penuh kekhawatiran.

"Gue boleh duduk, sini?" Dia kembali bertanya kepadaku.

Aku hanya menganggukan kepala untuk menandakan bahwa aku memperbolehkannya duduk di sampingku.

****

Hari demi hari, akhirnya Amanda mulai merasakan keanehan dalam diriku. Aku semakin panik jika Amanda meninggalkanku hanya karena kehadiran Misel.

"Selama ini lo ngomong sama siapa sih, Sab?" Dia bertanya dengan begitu penasaran.

"Eee.. eee .. eee gue," aku terbatah-batah menjawab pertanyaan Amanda. Aku tidak menatapnya sedikit pun. Aku berada di posisi yang sama sekali tidak menguntungkan.

"Iya, lo kenapa?" Dengan lembut dia memperjelas pertanyaannya.

"Gue punya teman dari kecil Man, kalau lo mau pindah tempat duduk juga nggak apa-apa kok. Gue udah biasa ," air mataku terbendung karena baru kali ini aku merasakan mempunyai teman sesungguhnya dan menghilang begitu saja.

Amanda memberikan senyuman kepadaku, "Tenang, Sab, gue nggak akan pindah kok."

Amanda mulai ingin memegang anggota tubuhku untuk suatu keakraban, tetapi Misel tidak suka atas sikap yang seperti itu. Aku mulai menahannya. Akhirnya aku berinisiatif untuk menuliskan sebuah pesan di sebuah kertas, karena hanya cara ini Misel tidak mengetahui apa yang aku maksud untuk orang lain.

Isi pesan:

Sabrina
Misel nama temen gue. Dia gak suka kalo ada yang lebih akrab sama gue. Kita via pesan aja kalo ada sesuatu yang penting. Sebelumnya makasih udah mau jadi temen gue, gue baru kali ini punya temen :')

Amanda menuliskan balasan di sebuah kertas kembali dan setelah menulis ia memberikannya kepadaku.

Amanda
Iya sama sama Sab. Semua orang punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing kok. Don't worry! I'm here for you :)

Aku pun hanya tersenyum bahagia melihat balasan Amanda.

Sebenarnya aku merasa bahagia Misel selalu bersamaku di setiap keadaan. Walaupun terkadang ia pergi, pergi pun hanya sebentar. Aku masih yakin, bahwa Misel bersikap seperti ini hanya karena melindungiku dari siapapun. Aku juga merasa berhutang budi terhadapnya karena ia selalu menemaniku sejak kecil untuk melewati masalah hidup dan kesendirian yang melanda.

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

CHARACTER SABRINA STORY

1. Nena Giesta sebagai Sabrina
2. Junior Robert sebagai Juno
3. Syifa Hadju sebagai Amanda

Terima kasih sudah membaca cerita SABRINA: LOVE IS A CURSE. Jangan lupa vote dan berikan komentar setelah membaca ya, karena support kalian sangat berharga.

Cerita SABRINA: LOVE IS  A CURSE sudah terbit di Penerbit Meta (@mengubahsemesta). Jangan lupa beli versi noverlnya ya, hanya Rp. 68.500 (exc ongkir)

Warm Regards,

INDRI HELWINA

SABRINA: LOVE IS A CURSE [TERBIT] | CIRCLE OF DARKNESS [ON GOING]Where stories live. Discover now