Part 54: Julio Versus Adriel

Start from the beginning
                                    

Dari jarak sedekat ini, Julio tahu bahwa Adriel ini anggota dari guild illegal. Terlihat jelas dari bros pengikat jubah yang berada di dadanya. Bros itu berlambang banteng dengan latar belakang dua tulang yang bersilangan. Guild illegal dari Perancis yang dilindungi langsung oleh Hinata Asakura.

"Taureau et Crane, eh? (Banteng dan Tulang, eh?)" kata Julio yang menyebutkan nama guild dari Perancis itu.

Adriel mengangguk sambil melakukan tendangan berputar dan berkata, "tu as raison. (Kau benar)."

Julio bisa dengan mudah menghindari dengan melompat mundur. Sambil melompat, dia menembakkan meriam air sebesar bola voli yang sudah dipadatkan sedemikan rupa. Adriel tidak mencoba menghindarinya. Dia hanya mengeluarkan pedang kuning yang berbentuk jarum yang berbentuk besar dan memutarnya bagaikan kipas. Di luar perhitungan Adriel, bola air itu berhasil menjebol pertahanan pedang Adriel. Adriel terdorong dan mendarat ke semak-semak. Sementara pedangnya sendiri pecah berkeping-keping dan berhamburan di medan pertarungan.

"Eh ... pedangnya ... hancur ....???" kata Julio yang tak menduga efeknya.

Karena ada yang tidak beres, Julio mengamati pecahan pedang di sekitarnya. Sekuat apapun meriam air yang barusan ditembakkannya, kekuatannya hanya cukup untuk menghantam lawan. Butuh level pengendalian air yang tinggi untuk memecahkan sebilah pedang logam. Julio memungut salah satu pecahan pedang yang berkilauan terkena sinar matahari. Ternyata, senjata yang digunakan Adriel ini bukanlah pedang. Melainkan kumpulan jarum-jarum kecil yang disusun dengan pengendalian logam untuk membentuk pedang jarum besar. Dari ukuran pedang dan jarumnya, Julio mengestimasi ada sekitar empat atau lima ratus jarum yang disusun untuk membentuk pedang.

"Boleh juga," kata Adriel yang mengambil handgun dari pinggang.

Melihat moncong handgun yang mengarah ke kepala, Julio segera tiarap. Terdengar dua tembakan dan semua hanya berhasil melubangi pohon. Julio merayap ke balik pohon dan bersembunyi. Julio tahu lawannya kali ini cukup susah. Okelah Mieszko memang lebih berpengalaman dari Adriel. Tapi waktu itu Mieszko sudah terluka, stamina sudah melemah, digempur oleh dua organisasi sekaligus dan harus membagi konsentrasinya. Di situasi bertahan seperti skearang, dia tidak tinggal diam. Udara mengandung uap air yang banyak. Dari udaralah, Julio menciptakan bola-bola air kecil untuk menandingi jarum-jarum Adriel. Apalagi Adriel memiliki tiga macam senjata. Sepasang belati, handgun dan pedang jarum. Apa mungkin dia memiliki senjata lagi? Semacam geranat? Siapa tahu. Apapun yang terjadi, Julio harus siap. Dia harus segera membunuh Adriel lalu mengurus Sandra dan mengamankan unicorn hitam.

"Kalau pedang, sih, aku biasa," kata Julio dari balik pohon, "Tapi kalau ditembak dengan ratusan jarum ... memangnya aku pasien akupuntur???"

Adriel menghentikan langkah dan berkata, "Boleh, kan? Siapa tahu kau bisa lebih sehat," Dia tidak mau terlalu dekat karena siapa tahu Julio melakukan serangan kejutan.

"Konyol!!!" umpat Julio sambil melirik sepasang belati yang masih tertancap di pohon.

Sepasang belati itu harus diamankan bagaimanapun caranya untuk mengurangi senjatar tidak menjadi beban nantinya. Julio berusaha menenangkan diri dan mengamati sekelilingnya. Hutan. Julio pernah berlatih melawan Andre di hutan dan berhasil mengalahkannya meskipun dengan susah payah. Tentu medan tempur hutan bagaikan masuk ke kandang singa jika melawan pengendali tanaman. Melihat situasinya, tentu latihan melawan Andre lebih buruk dari kondisi sekarang. Tak sengaja mata Julio melirik ranting kayu dan batu yang ukurannya cocok untuk menghantam kepala orang.

Secara mendadak, Julio muncul dari persembunyian dan melemparkan kayu ke kepala Adriel. Adriel yang seharusnya menarik pelatuk, malah harus menyilangkan tangan dan menghindar untuk menahan lemparan Julio. Belum selesai, Julio kini melempar batu dan menembakkan peluru-peluru air. Tapi peluru-peluru air itu hanya mengenai sebagin kecil kulit Adriel. Meskipun begitu, tembakan Adriel berhasil tertunda. Julio berhasil mencabut sepasang belati dan bersembunyi di balik pohon. Adriel baru menembak lagi ketika Julio baru saja berhasil bersembunyi. Tembakan Adriel lagi-lagi hanya merobek udara.

"Jadi itukah rencanamu? Merebut belatiku?" tanya Adriel, "Konyol. Kau tahu sendiri senjata utamaku adalah jarum-jarum ini."

Julio melompat ke pohon yang jaraknya cukup dekat dengan Adriel. Dia lalu berteriak, "Inilah senjata utamaku!!!"

Punggung Adriel serasa dihantam oleh bola raksasa yang dilempar dengan kecepatan tinggi. Sakitnya benar-benar terasa hingga ke tulang. Plus rasa basahnya. Konsentrasi Adriel juga pecah sehingga pedang jarum berserakan lagi. Tapi, Adriel cukup cekatan. Dia mendarat tepat di bagian samping tubuh sambil melindungi kepala dengan tangan. Karena dia tahu kepalalah yang akan membentur akar pohon.

Julio berlari dari balik pohon dengan sepasang belati terhunus dan berkata, "Ini kukembalikan belatimu."

Dengan sisa konsentrasi, Adriel menghimpun puluhan jarum dan menembak kaki Julio. Tak tahan rasa sakit, Julio langsung tersungkur dari larinya. Jarak tempat jatuh Adriel dan Julio tidak terlalu jauh. Mengabaikan rasa sakit, Julio melapisi seluruh bagian depan tubuhnya dengan perak dan merayap untuk membunuh Adriel. Adriel yang terkejut melihat Julio seperti itu, langsung terduduk dan menyiapkan tinju.

Baru saja dua manipulator ini akan saling bunuh, terdengar bunyi yang sangat buruk. Bunyinya jauh lebih buruk dari kuku jari yang digaruk ke papan tulis. Julio dan Adriel langsung menutup telinga rapat-rapat. Setelah bunyi itu menghilang, perut keduanya tiba-tiba terasa diaduk-aduk.

"Fuck!!" kata Adriel serasa menghimpun kembali pedang jarum dan langsung menebas Julio, "Bunyi apaan barusan??!!"

Julio melompati menghindari serangan Adriel. Dia menciptakan pedang perak dan berkata, "Fuck. Beethoven ... apakah dia tidak mengontrol bunyinya??"

"Ludwig van Beethoven??? Aku suka musik klasik ciptaannya."

"Kalau kau ingin bertemu dia, dia akan langsung membunuh anggota guild illegal sepertimu."

Duel pedang pun tak terelakkan. Suara dentingan perak dan besi memecah keheningan hutan. Burung-burung pun berterbangan. Dua manipulator ini sama kuat. Lima menit adu pedang berlangsung, tak ada tanda akan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Mereka benar-benar seimbang. Mulai jenuh, Adriel memecah seperempat pedang menjadi kumpulan jarum-jarum, mengendalikan dan menembakkan ke belakang Julio. Julio yang sudah siap akan serangan seperti itu melindungi punggung dengan pengendalian air. Jarum-jarum itu hanya terjebak di gumpalan air raksasa dan tidak bisa menyentuh punggung Julio.

"Kau tangguh juga, ya?" kata Adriel yang menusukkan pedang.

Walau agak susah payah dan kelelahan, Julio berhasil menangkis serangan Adriel, "Aku selalu berlatih melawan Xiahou Dun. Dia pemain pedang yang jauh lebih baik darimu."

Julio and Black UnicornWhere stories live. Discover now