Part 44: Bianca, Rangga dan Tim Beethoven Versus Mongolian Death Worm (1)

366 43 4
                                    

Cerita beralih ke Bianca, Rangga dan Tim Beethoven. Mereka berjalan menuju sisi utara pulau. Beethoven dan Rangga berjalan bersama. Sementara Bianca berjalan bersama para murid Beethoven. Siang hari ini aslinya cukup terik. Tapi tidak terik bagi grup yang dipimpin oleh Beethoven ini. Bianca mengendalikan daun-daun di atas kepala mereka seperti menggunakan payung. Meski begitu, bukan berarti mereka tidak berkeringat. Mereka hanya berkeringat sedikit ketika harus menghadapi masalah kecil. Seperti sisa-sisa srayuda yang mencoba menyerang para manipulator. Menyangka mereka penyerang. Srayuda yang masih bisa kooperatif pasti akan menyerah. Jika tidak kooperatif atau menunjukkan perlawanan, Bianca langsung membunuhnya.

Panah berdesing ke arah pelipis kanan Bianca. Bianca cukup tenang. Dia hanya merunduk sedikit dan tiba-tiba saja panah itu berhenti tepat di atas kepalanya. Wajar. Panah barusan terbuat dari kayu dan mudah bagi Bianca untuk mengendalikan kayu. Gadis itu mengambil sebuah kantong kecil, menautkannya di ujung panah dan mengambalikan serangan barusan. Panah yang dilempar dengan pengendalian kayu itu tidak mengenai sasaran. Hanya mengenai sebuah pohon besar. Tapi, tiba-tiba saja pohon itu meledak dan terdengar jeritan.

"Hei, hei," kata Rangga, "Tak perlu berlebihan, sayang."

"Siapapun yang berusaha dan siap membunuhku," kata Bianca, "Berarti juga harus siap kubunuh."

"Iya, benar. Tapi jangan asal bunuh. Mungkin saja mereka punya informasi berguna, kan? Jangan asal bacok begitu, dong."

"Lalu?? Lalu?? Bagaimana, Kak Bianca??" kata Axel.

"Sampai di mana tadi??" tanya Bianca.

"Krakennya kabur," kata Septian, "Melewati Selat Bali menuju Samudera Hindia."

Bianca melanjutkan ceritanya, "Tentu masalahnya timbul satu lagi. Bagaimana menutupi seekor gurita raksasa super jumbo dari pandangan manusia biasa? Tahu sendiri kan banyak kapal ferry dari pulang pergi Jawa-Bali melalui Selat Bali. Departemen tidak mau jika esok hari di headline Jawa Pos, Kompas dan semua media menulis berita berjudul 'Selat Bali Dihantui Gurita Raksasa,' dan diikuti gambar tentakel raksasa di bawahnya."

"Lalu apa yang para manipulator lakukan?" tanya Dita.

"Para pengendali cuaca memanggil badai. Badainya bukan badai yang parah tapi badai yang masih bisa terkendali. Lalu para pengendali air bekerja sama menciptakan ombak. Usaha yang cukup besar. Setidaknya cukup untuk membuat para pelaut sibuk dengan kondisi alam dan cukup untuk membuat para penumpang tidak berani melihat laut."

Grup Beethoven berdiri di depan hutan yang sangat lebat. Beethoven berdiri sejenak di mulut hutan. Mengamati medan tempur lalu menggeleng dan mengajak grupnya untuk berjalan di kulit terluar hutan. Bau anyir darah srayuda menyeruak di antara pepohonan. Bau darah inilah yang membuat Beethoven tidak mau memasuki hutan. Dia menduga manticore itu membantai para srayuda di hutan ini.

"Tunggu, kenapa kita mengelilingi hutan, Beety??" tanya Rangga.

"Untuk menghindari manticore. Cukup susah menghadapi manticore di dalam hutan," jawab Beethoven, "Dan jangan panggil aku Beety."

"Jadi kita hanya melalui sisi terluarnya?" tanya Rangga balik.

"Benar. Aku tidak mau kita tersandung akar, batu dan sebagainya ketika menghadapi manticore."

"Hhhmmm," kata Rangga, "Aku biasa bertarung di kota, pemukiman dan semacamnya, sih. Jadi nurut kalian sajalah."

"Bicara masalah kota dan pemukiman ... kudengar, ada wabah zombie di sebuah distrik di Hanoi."

Julio and Black UnicornWhere stories live. Discover now