Bagian 27

1 0 0
                                    

Awal pekan berikutnya, usai jam sekolah.

Philippe terkejut, tiba-tiba Sebastian menghampiri dan tanpa berbasa-basi segera memukulnya dengan keras sebanyak dua kali. Dia tidak sempat menghindar dan terjatuh di lantai terkena pukulan telak di rahang dan pelipis mata.

Sontak semua siswa tertegun panik melihat kejadian yang hanya sekilas itu, terus terdiam bingung dan takut saat Sebastian pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun dengan raut wajah murka.

Philippe tidak paham mengapa Sebastian sangat gusar terhadapnya. Dia bangkit berdiri sembari merasakan perih sakit di rahang dan pelipis mata yang membiru lebam, juga merasa malu diperhatikan para siswa, dan Pedro bertanya heran. "Apa yang kau lakukan? Kau sudah membuatnya marah lagi?"

Philippe menggeleng bingung, merasa tidak melakukan kesalahan apa pun, bersamaan datang Wang dan Marcelo menghampiri. "Apa yang terjadi?"

"Entahlah, tanya dia saja. Aku mau pulang," jawab Pedro sembari berjalan pergi, malas memikirkan masalah Philippe dan Sebastian ini. Sudah menduga penyebabnya pasti Carolyne.

Wang dan Marcelo heran akan sikap Pedro yang kembali seperti tidak peduli itu. Mereka masih heran melihat Philippe juga pergi begitu saja untuk pulang. Langkah kakinya terasa lesu sembari menahan rasa sakit dan malu, karena banyak siswa berbisik-bisik lagi menatapnya pergi.

Di perjalanan pulang naik bus sekolah, Pedro tetap tidak peduli dengan memilih duduk berjauhan dengannya. Begitu juga saat lanjut berjalan kaki menuju perkampungan mereka. Dia terdiam pasrah membiarkan Pedro berjalan lebih cepat di depan sana, dan terus diam hingga tiba di rumah masing-masing.

***

Luka lebam itu makin memar esok harinya, hingga dia meminta ijin libur satu hari kepada Nyonya Marian dan Tuan Montoya, dimana situasi ini membuatnya terpaksa makan malam bersama keluarganya lagi. Mau tidak mau, bagaimana pun dia menutupi, luka itu tetap diketahui oleh Tuan Carlos.

"Ada yang ingin kau ceritakan? Ayah sudah menunggu," kata Tuan Carlos dengan tenang, meski ucapan itu juga terasa tegas.

"Aku terjatuh saat olah raga di sekolah," jawab Philippe menunduk sembari hanya mengaduk-aduk memainkan makanan di piringnya dengan sendok garpu, tidak berani menatapnya.

Tuan Carlos tidak percaya begitu saja, tetap diam menunggu jawaban jujurnya hingga jeda hening sesaat. Philippe melirik takut menyadari tatapan mata itu, kembali menunduk sembari tetap memaksa berbohong, "Aku memang terjatuh."

Tuan Carlos tetap tidak percaya, terus diam menatapnya.

Begitu juga Nyonya Carlos sembari menyuapi Cherris, sementara Jenas lahap menyantap makan malamnya. Sesekali juga melirik kakak dan Ayahnya itu, sadar ada masalah dengan sang kakak.

Philippe merasa tersudut, terus diam tetap bersikeras pada jawabannya. Hingga kemudian Tuan Carlos bertanya, "Apa kau ada masalah di sekolah?"

"Tidak," balas Philippe singkat, kini sembari menyantap makan malamnya untuk menepis rasa gugup. Sesungguhnya dia sendiri belum sepenuhnya paham akan situasi ini. "Aku tidak tahu."

"Kau tidak tahu? Atau, kau tidak ingin Ayah tahu?" balas Tuan Carlos heran dan terus mendesak.

Philippe kini terdiam bingung bagaimana harus menjelaskan hingga jeda sesaat lagi. Tuan Carlos pun kian menekan berkata, "Kau lebih banyak diam belakangan ini."

"Aku baik-baik saja," balas Philippe menyanggah beralasan.

"Kau berkelahi dengan seseorang?" Tuan Carlos tetap tidak percaya semua ucapan putranya ini.

This Garden, Little Heaven 1Where stories live. Discover now