Bagian 9

3 0 0
                                    

Langit sudah gelap, masih di hari yang sama. Carolyne menerima undangan makan malam Sebastian, di salah satu restoran mewah.

Setelah Hilario menghentikan mobil tepat di depan pintu utama restoran, Carolyne berjalan masuk ruang restoran. Di dalam sana, sudah ada Sebastian yang segera bangkit berdiri saat melihat gadis itu menghampiri mejanya. Dengan sopan, pemuda itu mempersilahkan duduk dengan menggeser kursi untuknya, sebelum dia duduk kembali saling berhadapan.

"Maaf membuatmu menunggu," kata Carolyne tersenyum sedikit canggung.

"Tidak masalah. Aku juga baru datang," balas Sebastian juga tersenyum, senang mendapat kesempatan makan malam bersama.

Carolyne mengamati sekeliling ruang restoran, kagum akan dekorasi mewah dan romantis. Begitu juga dengan tatanan meja makan mereka yang simple, namun terkesan mewah dengan berhiaskan setangkai mawar merah dalam vas kristal, berdampingan dengan lilin menyala tepat di tengah meja.

Sebastian menyadari raut wajah kagum Carolyne itu. Dia tersenyum bertanya, "Kau menyukainya?"

"Ya. Tempat yang menyenangkan," jawab Carolyne tersenyum, saat seorang pelayan restoran menuangkan sampanye ke dalam gelas mereka berdua sebelum hidangan utama datang.

Carolyne berdehem, sedikit canggung menatap gelembung buih-buih sampanye dalam gelasnya, karena dia tidak terbiasa dengan minuman seperti itu. Kemudian cukup malu berkata, "Bisakah aku pesan lemon-tea saja?"

Sebastian menatapnya heran sejenak, dan tersenyum paham melihat raut wajah polosnya. Dia segera berkata kepada sang pelayan, "Tolong beri dia lemon-tea."

"Ini akan menjadi tempat kencan pertama kita," kata Sebastian mengangkat gelas sampanye-nya, mendedikasikan restoran ini sebagai saksi kencan pertama mereka.

Carolyne tersenyum merasa lucu, menganggap Sebastian terlalu berlebihan. Namun, dia tetap ikut bersulang dengan mengangkat gelas lemon-tea pesanannya tadi.

Percakapan mereka berlanjut dengan suasana ceria dan hangat. Tidak heran, jika kabarnya banyak gadis terpikat oleh Sebastian. Karena selain fisiknya, pemuda ini juga memiliki kharisma yang mampu meluluhkan hati seorang gadis dari sikap dan pemikirannya. Carolyne pun mulai terhanyut menikmati suasana makan malam ini.

Tiba-tiba, Sebastian bertanya, "Kau pernah punya kekasih?"

"Aku? Mengapa kau bertanya?" balas Carolyne tersenyum.

Dibalas Sebastian juga tersenyum, "Hanya sekedar ingin tahu."

"Bagaimana menurutmu?" balas Carolyne, tetap memberikan senyuman yang sama. Membuat Sebastian bingung membalas, "Entahlah. Mungkin kau punya list nama mantan-mantanmu."

Carolyne tersenyum mendengarnya. Begitu juga Sebastian, yang berpikir benar tentang itu, mengingat Carolyne adalah gadis yang cantik.

"Kau melupakan sesuatu," kata Carolyne, kini membuat Sebastian makin bingung saat dia kembali berkata, "Kau tidak bertanya, apakah sekarang aku sudah punya kekasih, atau tidak."

Sebastian baru tersadar, tersenyum menunduk, merasa bodoh tidak terpikirkan itu. Dia berkata pasrah, "Oke, baiklah. Kau sudah punya kekasih."

"Bagaimana menurutmu?" balas Carolyne lagi, seakan tetap memberi teka-teki, hingga Sebastian makin bingung, kembali tersenyum menunduk.

"Kau tidak menjawabnya?" tanya Carolyne lagi, masih memberikan senyuman yang membuat Sebastian kian tidak berkutik, membalas, "Aku harus menjawab itu?"

"Aku tidak memaksa," jawab Carolyne, masih dengan raut wajah yang sama.

Gelagat gadis ini sungguh membuat Sebastian tidak dapat berpikir jernih, terus bertanya-tanya. Hingga akhirnya dia beropini, "Oke. Mungkin sekarang kau LDR dengan kekasihmu di L.A.,"

"Menurutmu seperti itu?" balas Carolyne tetap tersenyum, kembali membuat Sebastian terbingungkan, makin merasa bodoh, sembari tersenyum lebar.

Perlahan dia berhenti tersenyum, menghela napas sejenak, dan menatap Carolyne yang masih tersenyum, hingga mereka berdua saling menatap sekian detik. Sebastian berpikir sangat dalam menatap wajah cantik itu, dan berkata, "Bagaimana jika aku berkata,, tidak ada."

Carolyne tidak berhenti menggoyahkan keyakinan Sebastian dalam senyuman itu. "Sungguh? Kau yakin dengan jawabanmu sekarang?"

Namun, kini Sebastian tetap tegar berkata, "Ya, aku yakin."

Carolyne berpaling menunduk sembari tersenyum merasa kalah. Kemudian kembali menatap Sebastian dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, agar lebih dekat memberikan senyuman untuk menjawab, "Kau pintar, Tuan tampan."

Jawaban itu sontak membuat Sebastian merasa lega, namun juga menjadi salah tingkah. Dia hanya bisa tersenyum, berkata, "Oke, ini hebat."

"Sekarang, bolehkah aku merebut hatimu?" lanjutnya, kini menatap mata Carolyne dengan sangat dalam.

Carolyne tidak terkejut. Meski belum bersedia menerima cinta Sebastian, dia sudah merasa nyaman dengan terus tersenyum menatapnya, membalas, "Ya, kau boleh berusaha. Semoga berhasil."

"Baiklah. Aku akan berusaha," balas Sebastian tersenyum yakin akan mendapatkan hatinya. Kali ini membuat Carolyne hanya bisa tersipu malu.

Mereka terus berbincang menikmati suasana, hingga usai pukul 09.30 malam. Mereka berdiri di depan restoran, menunggu Hilario melajukan mobil dari lahan parkir.

Sebastian membukakan pintu kabin untuk Carolyne, dan tetap berdiri di samping mobil saat Carolyne membuka kaca jendela, berpamitan, "Terima kasih untuk makan malamnya."

"Sama-sama. Terima kasih kau sudah bersedia makan malam bersamaku," balas Sebastian sedikit membungkuk mendekat di jendela kabin mobil, dan mengucapkan salam, "Selamat malam. Sampai jumpa lagi."

"Ya, selamat malam," balas Carolyne sebelum mobil itu pergi menjauh.

Sebastian kembali ke mobilnya, dan tetap tersenyum saat menyalakan mesin mobil. Hatinya berbunga, sangat senang melewati makan malam ini bersama Carolyne.

***

Esok harinya, Minggu pagi. Carolyne membuka pintu kamar saat mendengar suara ketukan dari luar.

"Maaf mengganggu anda, Nona," kata Mauricia membawa sebuah karangan bunga.

"Tidak mengapa, Mauricia. Ada apa?"

"Ini untuk anda," jawab Mauricia tersenyum menyerahkan karangan bunga itu.

Carolyne menerimanya, sembari bertanya heran, "Untukku? Dari siapa?"

"Saya tidak tahu, Nona. Tidak tertulis pengirimnya. Sang kurir hanya berkata, seseorang memesan ini di tokonya untuk diantarkan ke alamat kita," jawab Mauricia berusaha menjelaskan semua yang dia ketahui.

Carolyne masih tidak paham, terdiam berpikir menebak-nebak, hingga Mauricia tersenyum berkata, "Sepertinya anda sudah punya penggemar rahasia di sini, Nona."

Carolyne hanya bisa tersenyum, dan berkata, "Terima kasih, Mauricia."

"Sama-sama, Nona," jawab Mauricia berpamitan, saat Carolyne juga menutup kembali pintu kamarnya, duduk di kursi meja rias, sembari kembali mengamati karangan bunga yang masih dia genggam. Terus saja berpikir bingung tentang siapa pengirimnya, juga terkagum-kagum dengan keindahan karangan bunga ini.

Sempat terpikirkan Sebastian yang baru saja mengajaknya makan malam. Dia pun bergegas mengamati ponselnya, namun tidak ada SMS atau pun miss-call. Hingga kemudian, dia berpikir untuk menghubungi sekedar untuk bertanya.

Namun dia urungkan itu, karena akan merasa malu jika ternyata bukan Sebastian sang pengirim bunga. Kini, dia hanya mencoba menunggu, jika saja Sebastian menghubungi dan membahas tentang ini terlebih dahulu.

Dia kembali menatap indahnya karangan bunga itu, sembari tersenyum terbuai. Meski masih ragu, namun muncul dorongan keyakinan di hatinya, bahwa Sebastian yang pengirimkannya.

Dan esok harinya saat di sekolah, dia tetap tidak berniat menanyakan hal itu. Karena dia makin merasa aneh dan janggal, dimana Sebastian juga tidak pernah mengungkit tentang karangan bunga atau semacamnya. Meski rasa penasarannya makin menjadi, namun rasa malu juga membuatnya tetap bungkam, tidak ingin bertanya.

This Garden, Little Heaven 1Donde viven las historias. Descúbrelo ahora