Bagian 16

1 0 0
                                    

Libur telah tiba.

Pagi terasa cerah saat Marcelo dan Wang berkunjung ke rumah Philippe, mengendarai sepeda motor klasik milik Marcelo. Honda CB350F berwarna merah keluaran tahun 1974, tetap dengan jaket kulit layaknya pengendara motor sejati dan helm fullface. Sementara Wang mengenakan hoodie dan helm standard, berpenampilan seperti remaja pada umumnya.

Mereka pun tidak menyia-nyiakan waktu untuk berenang dan menyelam hingga siang hari, dan bersantai di tepian pantai dengan posisi rebahan sejajar, dengan kaki yang mereka biarkan sesekali tersapu ombak air laut.

Marcelo memejamkan mata, menikmati embusan angin dan terik matahari di atas sana, sembari berbincang bersama Philippe yang duduk di ujung sisi kanan, Wang di sisi kirinya, dan Pedro di sisi kiri paling ujung.

Mereka bercanda tawa dan berbincang tentang apa pun, hingga kemudian Philippe bertanya, "Hei, Wang. Apa di kota asalmu ada tempat-tempat seperti ini?"

Tiba-tiba Pedro berlagak pintar, menimpali berkata, "Tentu saja tidak ada. Di sana seperti kota metropolitan yang gemerlap, kota masa depan."

Mereka bertiga menatapnya bingung, hingga Pedro menjelaskan, "Ya, kalian tahu, bukan? Gedung-gedung menjulang tinggi, mobil-mobil keren, robot-robot canggih, alat-alat serba otomatis, entah alat untuk apa ini dan itu."

"Kau ini bicara apa?" tanya Philippe tetap tidak paham.

"Tokyo, di China. Aku melihat semua itu di TV," jawab Pedro dengan yakin, kemudian menatap Wang di sampingnya. "Benar, bukan?"

Sebelum Wang menjawab, Marcelo tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Tokyo itu berada di Jepang, bodoh!"

"Hei, Wang! Sesungguhnya kau ini dari mana?!" Pedro sontak menggerutu kesal, menjadi bingung lagi. Wang ikut tertawa-tawa, "Mengapa kau marah padaku? Aku dari Guangzhou."

"Itu nama kota? Aku pikir itu nama sungai," balas Pedro mengerutkan kening, tetap saja tidak paham.

"Ya, aku juga paham di mana letak otakmu," balas Wang masih tertawa-tawa.

"Hei, ayolah," balas Pedro mengeluh tidak setuju akan pemikiran itu. Meski mereka semua tetap tertawa-tawa, setuju dengan ucapan Wang.

Suasana ceria perlahan mereda, saat Wang berkata, "Di sana memang ada sungai yang sangat terkenal. Sungai Mutiara."

"Sungai Mutiara?" tanya Philippe tertarik mengetahuinya.

"Ya, Zhu Jiang. Sungai itu mengalir di daratan China, termasuk propinsi Guangdong, tempat tinggalku," jawab Wang menerawang menatap lautan luas. Menghayati, seakan merindukan itu.

Wang terus bercerita tentang segala hal di tanah kelahirannya. Mereka mendengarkan, dan bertanya tentang hal-hal menarik di sana. Kemudian Marcelo berkata, "Suatu hari nanti, aku akan berkunjung ke Negara-mu."

"Kau ingin menikahi gadis China?" tanya Pedro, mengira Marcelo tertarik untuk tinggal di sana.

"Aku selalu berangan untuk pergi berkelana," sanggah Marcelo tersenyum.

"Kau ingin berkelana?" timpal Philippe cukup terkejut mendengarnya.

"Ya, aku selalu bermimpi bisa melakukan itu suatu hari nanti. Bersama si merah kesayanganku," jawab Marcelo, bangga akan sepeda motornya.

Ucapannya itu membuat Philippe berpikir, tidak aneh memang jika penampilan Marcelo sehari-hari terkesan seperti pengendara motor yang ingin hidup bebas.

"Kau ingin mengendarai motor ke China?" tanya Pedro masih saja heran.

Marcelo tetap yakin menjawab, "Ya, tentu saja."

This Garden, Little Heaven 1Where stories live. Discover now