Bagian 23

1 0 0
                                    

Hari Sabtu malam.

Sebastian sudah siap berkencan dengan Carolyne malam ini, mengenakan setelan casual seperti biasa. Dia keluar kamar dan turun ke lantai dasar tanpa berprasangka apa pun. Namun, kemudian dia perlambat langkah kakinya, cukup terkejut menemukan Ayahnya sudah berada di rumah lagi, duduk di sofa ruang keluarga mengenakan setelan jas rapi.

Dia tetap diam terus berlalu untuk pergi. Sembari tidak ingin melihat keberadaan Tuan Benedict yang juga menatapnya dengan sorot mata tajam seperti singa yang akan menerkam. Kemudian bertanya dengan suara beratnya. "Kau akan pergi?"

Sontak Sebastian berhenti melangkah. Namun tetap diam, tidak menoleh dan tidak menjawab.

"Kita akan makan malam bersama," kata Tuan Benedict lagi.

"Aku tidak ikut," jawab Sebastian tanpa menatapnya, dan kembali melangkah.

Jawaban menolak Sebastian itu cukup membuat Tuan Benedict beranjak dari duduknya, berjalan menghampiri, dan segera menampar wajahnya dengan sangat keras.

Nyonya Benedict yang sudah mengenakan gaun malam, sontak terkejut melihat itu saat baru keluar dari kamar. Namun, dia juga hanya diam, tidak pernah berani membantah suaminya.

"Kenakan setelan kemejamu sekarang juga. Kita makan malam bersama," kata Tuan Benedict dengan tegas.

Perlakuan itu seakan bukan ajakan makan malam seorang Ayah kepada putranya. Namun lebih terkesan seperti perintah yang tidak dapat dibantah.

Dia hanya terdiam menatap Ayahnya, menatap Ibunya yang berdiri di belakang Ayahnya, dan kembali ke kamar segera melaksanakan perintah itu. Dia tidak lagi peduli tentang memar di wajahnya, seakan sudah kebal akan rasa sakit atas perlakuan kasar ini.

***

Waktu yang sama, di rumah Carolyne.

Dia sudah bersiap, selesai berdandan di kamarnya. Tinggal menunggu kehadiran Sebastian yang sudah berjanji akan menjemputnya ke rumah. Namun, beberapa menit telah berlalu dari jadwal janji kencannya, dia mulai resah. Sesekali menatap jam dinding dengan perasaan bimbang dan terus menanti.

Hingga satu jam berlalu, dia coba menghubungi Sebastian. Namun, ponselnya tidak aktif, SMS-nya juga tidak terkirim. Dia menunduk lesu tetap menunggu saat waktu terus berlalu tanpa ada kabar apa pun, hingga dia menghela napas kecewa dan merebahkan tubuhnya di atas dipan saat waktu telah lewat pukul 09.00 malam.

Rasa kesal kembali muncul, merasa Sebastian telah mengingkari janjinya. Dia termenung dalam kamar hingga tertidur pulas. Dan esok harinya tetap tidak ada kabar dari Sebastian, karena ponselnya masih tidak aktif hingga SMS-nya juga belum terkirim. Dia kembali merasakan situasi yang sama seperti saat mereka bertengkar waktu lalu, hingga dia juga kembali membiarkannya begitu saja.

***

Hari Senin pagi.

Carolyne kembali memilih berangkat sekolah diantar Hilario, dan menghindar saat Sebastian mencarinya di kawasan sekolah. Namun, di jam istirahat dia tidak dapat berkutik karena tetap makan siang bersama kawan-kawannya. Saat melihat Sebastian menghampiri, seketika dia beranjak membereskan makan siangnya yang belum selesai.

Kawan-kawannya terkejut bingung menatapnya pergi begitu saja. Mereka makin terheran tidak paham saat melihat Carolyne segera menepis tangan Sebastian, sembari berkata kesal, "Jangan ganggu aku!"

"Mengapa kau marah?" balas Sebastian juga terkejut, terus mengikutinya keluar kafetaria.

"Cukup! Aku tidak ingin berbicara denganmu lagi!" balasnya makin geram, sekali lagi menepis tangan Sebastian yang juga terus mengejarnya, sembari bertanya resah. "Kau marah karena aku tidak datang Sabtu malam kemarin?"

This Garden, Little Heaven 1Where stories live. Discover now