Bagian 7

2 0 0
                                    

Malam harinya, saat Nyonya Carlos menina-bobokan kedua adik Philippe, Tuan Carlos masih bersantai di sofa menyaksikan siaran televisi.

Philippe bersiap belajar dengan duduk di lantai, di sampingnya. Karena meja depan sofa yang selalu menjadi tempatnya belajar, juga berkaki rendah.

"Kau akan belajar?" tanya Tuan Carlos tetap menyaksikan siaran televisi.

"Ya," jawab Philippe singkat, menarik tas ransel yang tergeletak di samping sofa, mengeluarkan alat tulis dan beberapa buku. Dia membaca tulisan HISTORY di sampul bukunya, kemudian tersenyum bersemangat mengingat akan bertemu lagi dengan gadis bernama Carolyne di kelas itu.

"Kau kenapa?" Tuan Carlos menatapnya heran.

"Ah, tidak. Tidak mengapa," jawab Philippe terkejut, seketika merubah raut wajah tersenyum ceria itu menjadi datar kembali.

Sadar putranya menjadi salah tingkah, Tuan Carlos tersenyum berkata, "Kau sedang menyukai seorang gadis?"

Philippe kembali terkejut menatapnya bingung, bagaimana Ayahnya bisa tahu apa yang dia pikirkan?

"Ya, Ayah juga pernah seusiamu. Kita pasti senang jika bisa satu kelas dengan gadis yang kita sukai," katanya tetap tersenyum, kemudian bangkit dari sofa sembari mengusap mengacak-acak rambut Philippe sejenak sebagai ungkapan rasa sayang, berkata, "Ayah tidur dulu. Tidurlah jika kau sudah selesai belajar."

Philippe masih termenung heran, terus terdiam menatapnya berlalu mematikan televisi dan bersiap menuju kamar.

"Bersemangatlah," lanjutnya tersenyum mengepalkan sebelah tangan.

Philippe hanya bisa tersenyum merasa lucu akan tingkah Ayahnya malam ini. Dia menjadi lebih bersemangat untuk belajar.

***

Namun, itu pun hanya sebatas semangat, karena dia tetap tidak berani menyapa dan hanya bisa diam melihat gadis itu dari belakang. Saat sang guru menjelaskan pelajaran di muka kelas, Philippe kembali kehilangan konsentrasi, termenung menatap Carolyne di depan sana. Entah mengapa, seakan aura gadis itu selalu menyeret pandangan matanya, lagi dan lagi.

Marcelo yang juga duduk di deretan belakang, menyadari itu. Dia robek secuil kertas buku tulis, menggulungnya membulat seperti bola, dan melemparnya mengenai samping wajah Philippe yang terkejut menoleh ke arah asal lemparan.

Marcelo berlagak tertawa-tawa, namun tidak bersuara. Kemudian memberi kode agar Philippe berkonsentrasi pada pelajaran, dengan sebelah tangan dia gerakkan ke arah muka kelas dan bibir bergerak seperti berbisik, "Fokus, fokus."

Philippe paham, hanya meliriknya sinis dan kembali konsentrasi pada pelajaran. Cukup kesal karena kini selalu menjadi bahan olokan mereka bertiga.

***

Rasa kesal itu berlanjut di jam istirahat. Saat masuk kafetaria, tiba-tiba Philippe menjadi tidak nafsu makan saat melihat Sebastian sudah duduk di samping Carolyne. Dia segera berpaling ingin pergi, hingga Pedro yang sudah duduk bersama Marcelo dan Wang, bertanya bingung, "Kau mau ke mana?"

"Istirahat di luar," jawabnya terus berjalan keluar saat Marcelo juga bertanya heran, "Kau tidak makan siang?"

"Nanti saja," balasnya kini tertahan sejenak saat Wang juga ikut bertanya, "Kau tidak lapar?"

"Kalian duluan saja," jawabnya kali ini bergegas berpaling pergi.

Mereka bertiga tetap duduk di meja itu, membiarkannya pergi. Meski juga masih terheran-heran menatapnya sejenak dan lanjut makan siang tanpa berniat mengejarnya.

Dia duduk di tepian selasar selatan, menghadap halaman belakang sekolah yang tidak begitu ramai. Ada siswa-siswi yang tidak suka berdesakan saat makan siang di ruang kafetaria, sedang bersantai menunggu giliran.

This Garden, Little Heaven 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang