Bagian 17

1 0 0
                                    

Memasuki awal tahun ajaran baru sekolah.

Kini Philippe telah menjadi siswa Senior. Dia cukup bersemangat saat tiba di sekolah bersama Pedro dan Wang, di antara ramainya siswa-siswi memasuki gedung sekolah pagi ini.

Pedro tertegun melihat siswa baru yang nampak culun, berambut keriting mengembang, berkawat gigi, mengenakan celana di atas pinggang, berkacamata tebal dan lebar, dan tas ransel penuh pernik gantungan kunci, hingga dia menyindir, "Mengapa masih ada makhluk seperti itu hidup di bumi?"

"Hai, apa kabar? Bagaimana liburan kalian?" sapa Marcelo tiba-tiba muncul di koridor sekolah, bersemangat merangkul mereka bertiga.

"Kau bertanya, seolah kita lama tidak bertemu," balas Pedro heran, sembari terus berjalan bersama.

Philippe dan Wang hanya tersenyum melihat tingkah mereka berdua, saat Marcelo berkata, "Kau tetap tidak bersemangat? Ayolah, ini tahun terakhir kita,"

"Ya. Oh, gosh..! Aku sudah ingin membuang semua buku-buku itu," balas Pedro berlagak sangat bersemangat mengepalkan kedua tangan. Namun, raut wajahnya lebih seperti orang sedang buang air besar.

Di antara hiruk-pikuk koridor sekolah, Wang menatap seorang gadis yang nampak kebingungan di ujung depan sana. Dia terpikat pada pandangan pertama. Gadis itu berparas manis, terkesan imut dengan tatanan rambut berponi dan diikat ponytail.

Mereka bertiga terheran-heran melihat Wang seketika berjalan menghampiri gadis itu, dan tersenyum ramah menyapa, "Hai. Kau butuh bantuan?"

Gadis itu tersadar menatap Wang sejenak, kemudian tersenyum berharap-harap cemas, "Ya. Aku kesulitan mencari kelas pertamaku,"

Wang membaca data kelas di lembar kertas yang dibawa gadis itu, dan berkata, "Oke, mari kita cari kelas itu."

"Terima kasih." Gadis itu tersenyum girang, berjalan bersama Wang menuju kelas yang dicarinya.

Philippe, Pedro dan Marcelo masih tertegun, mendengar percakapan mereka yang makin menjauh. Sayup-sayup terdengar Wang berkata, "Aku Wang, Wang Li."

"Aku Reyna," balas gadis itu terus saja tersenyum ceria.

"Halo, Reyna. Selamat datang di sekolah kami," balas Wang masih tersenyum.

"Terima kasih. Senang berkenalan denganmu," balas Reyna lagi, juga masih dengan senyuman yang sama, hingga mereka menghilang di persimpangan koridor.

Philippe, Pedro dan Marcelo hanya tersenyum tipis menyadari apa yang telah terjadi. Mereka pun berpisah menuju kelas masing-masing sembari berpikir lucu. Ya, mungkin Wang telah menemukan tambatan hatinya pagi hari ini, di hari pertama tahun ajaran baru ini, dengan siswi baru bernama Reyna yang nampak menggemaskan itu.

***

Tiba jam istirahat siang.

Saat Philippe berjalan bersama Pedro, tanpa sengaja mereka melalui pintu ruang kelas Josephine yang juga girang bertemu mereka saat keluar kelas. "Hai, Philippe,"

"Hai," balas Philippe tersenyum sembari terus berjalan bersama. Kemudian juga berpapasan dengan Marcelo dan Wang yang segera menyapa. "Hai, Josephine,"

"Hai, Wang. Kau nampak ceria sekali," balas Josephine sedikit aneh melihat raut wajah Wang tidak seperti biasanya.

"Hatinya sedang berbunga-bunga," timpal Marcelo tersenyum menggoda Wang, yang kali ini hanya bisa tersenyum malu.

"Dimana dia? Kau tidak mengajaknya makan siang bersama?" timpal Pedro paham, sembari menoleh-noleh, berlagak mencari si gadis misterius pagi tadi.

"Siapa?" tanya Josephine masih tidak paham.

Namun, sebelum candaan itu terungkap, Wang segera mengelak, masih tersipu malu berkata. "Ah, tidak, tidak. Mereka hanya membual,"

Josephine menatapnya heran, dan mereka semua hanya tersenyum-senyum tidak melanjutkan pembahasan ini lagi, hingga membuat Josephine makin penasaran.

Saat melewati persimpangan koridor, mereka bertiga menyadari, lagi-lagi Philippe menuju arah yang berbeda bersama Josephine. Pedro pun bertanya resah, "Kau tidak makan siang sekarang?"

"Kalian duluan saja," jawab Philippe, tetap bersama Josephine yang hanya tersenyum menatap mereka bertiga. Mereka pun membalas singkat, "Oke,"

Saat berpaling, tiba-tiba Philippe tersandung langkah kakinya sendiri hingga hampir terjatuh, bersamaan muncul geng primadona di persimpangan itu. Dan Carolyne yang berada tepat di hadapannya.

Tubuhnya menindih tubuh Carolyne saat terjatuh, dengan bibir saling bersentuhan. Mereka sama-sama terbelalak saling menatap sangat dekat dalam sentuhan bibir itu, benar-benar berciuman.

Semua orang sontak ikut terkejut. Situasi koridor yang ramai seketika menjadi hening, membeku seperti adegan pause dalam film. Semua mata tertuju pada mereka berdua yang terjatuh di lantai. Terutama Tabita dan Josephine yang menjadi syok, tidak pernah menyangka akan melihat kejadian ini.

Suasana hening sekian detik itu terpecah, saat tiba-tiba Carolyne berteriak histeris hingga Philippe tersadar segera melepaskan kecupan bibirnya, bangkit dengan cepat dan mundur beberapa langkah, sembari panik mengelak, "Maaf, maaf. Aku tidak sengaja,"

Saat itu lah muncul Sebastian, yang sedianya akan bertemu Carolyne di kafetaria, kini menjadi sangat geram menghampiri Philippe. "Apa yang kau lakukan, brengsek?!"

"Hei, hei, tenang," Marcelo dengan cepat menahan saat Sebastian akan memukul Philippe yang sontak mengelak, "Aku tidak bermaksud, itu tidak sengaja,"

"Kau memang brengsek!" Sebastian masih saja tersulut emosi, tidak terima. Tetap ingin memukul Philippe.

"Hei, aku bilang, mundur! Kau ingin ini berlanjut di luar?!" balas Marcelo tegas mencegah, hingga berlagak menantang Sebastian bertarung.

"Hei, jangan ikut campur," kata Wang ikut menghadang bersama Pedro, saat beberapa kawan Sebastian juga tiba-tiba muncul di sana.

Gadis-gadis itu pun terus bungkam. Bahkan, Diaz yang biasa berlagak sombong, kini terdiam takut menatap para pemuda itu berargumen, siap beradu otot.

Kericuhan ini tiba-tiba terhenti saat Carolyne bergegas menuju kafetaria sembari menunduk malu melewati kerumunan siswa yang menyaksikan. Kawan-kawannya yang masih bingung, lagi-lagi dibuat terkejut dan sigap ikut pergi bersamanya.

Di detik berikutnya, dengan sorot mata geram, Sebastian pergi bersama kawan-kawan tim basketnya.

Tanpa berkata-kata juga, Philippe pun pergi keluar selasar selatan, bersama Josephine yang juga terus terdiam mengikutinya dengan perasaan canggung.

Marcelo, Wang dan Pedro hanya bisa tertegun bingung, masih berdiri di persimpangan koridor itu, melihat semua orang tiba-tiba pergi begitu saja. Mereka saling menatap heran bergantian, hingga Pedro hanya mengangkat bahu dan berjalan menuju kafetaria, karena dia sudah merasa lapar. Tetap bersama Wang dan Marcelo yang menganggap masalah ini usai begitu saja, meski juga masih terasa aneh.

***

Di luar sana, Philippe terus diam duduk di tepian selasar bersama Josephine yang juga hanya terdiam duduk di sampingnya, hingga saat mereka menuju kafetaria waktu istirahat akan usai seperti biasa.

Sejenak dia menatap tim basket di ujung sana, tanpa ada Sebastian. Namun, Philippe cukup terusik saat menyadari pemuda-pemuda itu menatap ke arahnya dengan sorot mata tidak senang.

Beberapa menit berlalu, Josephine terus saja diam duduk di sampingnya.

"Mengapa kau diam saja?" tanya Philippe mencoba mencairkan suasana, meski sikapnya sendiri juga masih terasa kikuk.

"Tidak, tidak mengapa," balas Josephine juga canggung dan kembali diam. Dia tetap menunduk, mencoba menikmati makan siang yang menjadi terasa sangat hambar karena peristiwa tadi. Terlebih saat dia menyadari, Philippe kembali termenung sembari menggigit bibir bawahnya. Dia sadar, Philippe juga terus terpikirkan hal itu, ciuman itu.

Makan siang ini terus saja menjadi sangat canggung dan hening. Sama-sama selalu muncul bayangan Carolyne di benak mereka berdua, dengan cara yang berbeda.

This Garden, Little Heaven 1Where stories live. Discover now