12 : 《Jalan-Jalan di Yogya bag 2》

16 0 0
                                    

Selasa pagi.

Rencananya mereka akan ke pantai selatan hari ini. Calla dan Andrey meneliti pakaian mereka bereenam. Memastikan nggak ada yang pakai warna hijau. Karena ada yang mengatakan, jika memakai pakaian warna hijau, orang itu akan hilang. Entah mitos atau fakta. Tapi daripada mengundang bahaya yang belum pasti, mending berjaga-jaga, begitu pikir mereka.

Calla melenggang begitu aja meninggalkan Andrey dan Xavier menuju taman bunga yang lokasinya nggak jauh dari pantai selatan yang akan mereka tuju.

Dengan menggandeng Rezvan, mereka berdua melangkah bersama -bisa dikatakan lari- sambil melompat-lompat. Rezvan tak henti-hentinya tersenyum tipis.

Berhubung hari masih belum terlalu siang dan matahari belum terlalu menyengat, Calla dan Rezvan meminta difotokan oleh Andrey.

Jangan lupakan Xavier yang merengut nggak suka. Hingga akhirnya, Xavier melangkah menuju Calla dan Rezvan. Memeluk pinggang Calla posesif dan menggendong Rezvan dengan satu tangan. Ah ya, dan juga dengan dagu yang ia sandarkan pada kepala Calla.

"Habis ini kemana Vier?"

Tangannya ia letakkan di pinggang Xavier. Memeluknya.

Xavier mengecup puncak kepala Calla, "Sesuai rencana. Ke pantai selatan."

"Vier, nanti keluar dari taman bunga ini, beliin Sosis jumbo ya. Yang diluar tadi itu lho. Ya? Ya? Ya?"

Xavier mengangguk dan tersenyum.

Percayalah, Xavier sudah suka sama Calla dari dulu. Bisa dilihat dari cara dia mandang Calla dengan penuh cinta. Callanya aja yang belum yakin sama perasaannya. Walau, jika boleh jujur ada perasaan aneh dihatinya. Tapi, Calla belum tau rasa apa itu.

2 Orang. Ya ada 2 orang dengan tatapan yang berbeda mengarah ke keduanya. Yang satu -Laki- memandang Calla dengan pandangan nggak suka dan enek. Karena menurutnya Calla bukan tipikel cewek sopan. Sedangkan yang satu lagi -Cewek- memandang Xavier dengan tatapan memuja, juga memandang Calla dengan pandangan benci. Juga sinis.

Coba tebak siapa mereka.

Kring Kring Kring.

Suara ponsel Xavier yang berbunyi nyaring menghapuskan tatapan-tatapan itu.

Setelah melihat nama pemanggil, Xavier tegang. Diangkatnya telepon itu.

"Halo?"

"Big boss, saya mendapat laporan dari anak buah saya yang saya tugaskan mengawasi Sella, saudara nona Calla."

"Iya? Apa?"

Perasaan Xavier tak karuan. Ada rasa panik menyeruak. Rasa khawatir tertanam di pikirannya. Orang yang memanggilnya Boss itu anak buahnya . Dan ia tugaskan untuk melaporkan padanya jika ada ulah yang Sella buat untuk Calla. Lalu kali ini, apa yang ingin Sella lakukan?

.

.

.

Dari sudut pandang yang lain, di kota yang lain.

"Woi curut! Sini! Kita ditugasin buat ngawasin nih bocah medusa, lah kok lu malah main ekor-ekor an ama kucing sih?"

"Apaan ekor-ekoran? Orang gue cuma ngelus ekornya doang. Mulus kali, gila. Kira-kira nih kucing udah mandi belom yak?"

Sepasang lelaki kembar dengan kelakuan yang kembar pula tengah beradu mulut memperdebatkan masalah kucing yang belum mandi. Satu diantara mereka memakai sweater kuning, sedang yang lain memakai sweater biru.

Sama-sama tampan. Walau kalah dari Andrey dan Xavier. Tentu saja.

Sama-sama petakilan.

Sama-sama suka cek-cok.

Nggak akan damai kalo ada mereka berdua.

Ulfred Aksa Damian, nama lelaki yang memakai sweater kuning.

Izyan Aska Damian, nama lelaki yang bersweater biru.

Orang tua mereka bilang, nama mereka yang satu diberi awalan huruf U dan yang satunya huruf I biar sama kaya Upin sama Ipin. Baju merekapun begitu. Dari kecil, si U selalu di belikan baju warna Kuning. Si I selalu warna Biru. Makanya, sampe sekarang warna itu jadi warna kesukaan mereka berdua.

Aksa, nama panggilan Ulfred. Tapi  Izyan manggil dia dengan sebutan 'pret'.

Aska, nama panggilan Izyan. Tapi Ulfred selalu manggil dia dengan sebutan 'Iiz'.

Mereka anak buah dari anak buah Xavier. Yang ditugaskan untuk mengawasi si medusa.

"Oi pret! Kucingnya dah mandi belom?"

"Bodo amat Iiz. Mending lo sana deh maju ke pinggir sungai, ntar gue bantu. Bantu dorong."

"Pret. Apa yang lo lakuin ke gue tuh... Jahat!"

"Iiz udah deh jangan becanda. Udah jam 6 pagi ini, habis ini pasti si tuh medusa keluar rumah."

"Pretku, lihat deh! Si medusa udah keluar," kata Aska dengan ceria. Sableng emang.

Aska -Iiz- dan Aksa -Pret- menoleh ke arah pintu.

Jadi mereka berdua itu sedang ngumpet dibalik semak-semak dengan tumbuh-tumbuhan yang mereka letakkan secara acak di atas kepala mereka.

Mereka menoleh sambil menaikkan leher -ciri khas orang mengintip-.

"Ayo pret! Cepet! Ntar dia ilang dari pengawasan kita."

"Bodo amat teh Iiz. Kepala gue masih kotor. Ide siapa sih naruh beginian fi kepala?"

"Ide lo lah."

"Lah? Emang sih." Aksa mengangguk-angguk.

Merekapun mengikuti Sella dari belakang dengan jarak yang aman menuju sebuah bangunan tua yang Sella tuju.

Tap tap tap.

Suara langkah kaki Sella terdengar nyaring di bangunan tua yang sepi itu. Tak lama, Sella bersiul. Sekumpulan preman datang setelah Sella selesai bersiul. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Jika dihitung preman itu berjumlah 7 orang. Dengan kepala beberapa preman yang botak dan badan penuh tato.

"Kerjain dia di tempat sepi. Terserah mau kalian apain dia. Sekarang, gue bayar dulu uang mukanya. Ntar kalo dah beres, gue kasih sisanya."

Karena suasana yang sepi dan tak ada keramaian sama sekali, Pret dan Iiz bisa mendengar dengan jelas perintah Sella. Karena tak yakin Voice recorder dapat terdengar dengan jelas, Iiz memilih mengechat atasannya. Atasan yang dimaksud disini adalah atasannya secara langsung.

Aska
Bang, Sella ngomong gini, "Kerjain dia di tempat sepi. Terserah mau kalian apain dia. Sekarang, gue bayar dulu uang mukanya. Ntar kalo dah beres, gue kasih sisanya."

Send.

Laporan macam apa itu, batin Pret.

"Gue nggak tau dia dimana sekarang. Tapi yang pasti seminggu ini katanya dia ijin. Pokoknya begitu dia ada di depan mata. Habisin aja."

Saudara macam apa dia?

Pret dan Iiz menggeleng-gelengkan kepala.
.
.
.

"Iya? Apa?"

"Sella menyuruh beberapa preman untuk menghabisi nona Calla, boss,"
lapor suara di sebelah sana.

Suara gertakan rahang terdengar. Andrey yang menyadarinya, merasa takut.

"Perketat perlindungan Calla kalau saya sudah pulang ke sana." perintahnya.

"Baik boss."

Tutt.

Sambungan telepon Xavier matikan.

***
Halo!!! Xavier dan Calla kembali lagi nih. Jangan lupa vote+comment yaa!!

BackStreet????Where stories live. Discover now