3 : 《Awal Mula Kebahagiaan Calla》

32 1 0
                                    

"Calla?!"

Tok tok tok.

Sebuah ketukan, tidak, sebuah gedoran di pintu kamar Calla membuat Calla langsung meloncat kaget dari kasur. Siapa sih yang nggedor pintu sampai segitunya.

"Calla?!"

Oh. Itu suara papanya.

"Ya pa?" Jawabnya sambil sedikit teriak.

"Mandi terus temui papa di ruang keluarga! Cepetan!"

Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, Calla menurut. Segera mandi dan menyiapkan diri lalu menuruni tangga menuju ruang keluarga. Terlihat tante Lina, papanya, juga Sella telah berada di ruang keluarga tersebut. Calla memandang bingung.

"Kenapa pa?"

Calla pura pura tak menyadari ketegangan yang menjadi latar belakang suasana pagi itu. Ia bertanya santai sambil mengambil keripik dari dalam toples di meja depan sofa ruang keluarga lalu memakannya.

"KENAPA KENAPA? SUDAH BERAPA KALI PAPA BILANG, KAMU TUH CEWEK JANGAN KELUYURAN SEENAKNYA!!!!"
Urat urat muncul di dahinya. Menandakan bahwa ia sedang dilanda emosi 'akut'.

"Apa sih pa? Jelasin dulu baik-baik. Calla baru bangun udah diomelin."

Calla menjawab santai sambil terus mengunyah keripiknya. Kedua tangannya kini ia gunakan untuk menggenggam toples keripik di pangkuannya.

"PAPA TANYA SEKALI LAGI. DARI MANA KAMU SEMALEM?"

Calla hanya diam. Tak menjawab.

"DIEM KAN KAMU? PAPA TAU CALLA DAN PAPA SANGAT KECEWA DENGAN KAMU. Papa nggak pernah mengajarkan kamu untuk jadi cewek yang nggak bener. Yang mau aja dipegang pahanya sama cowok asing. Apalagi di dalem club. Banyak setan di sana Cal. Siapa cowok itu kamu kenal?"

Calla cengo. Tak mengerti maksud dari pertanyaan papa.

Lah gimana bisa jawab bapake, orang Calla nggak tau maksud bapake ngomong apa kok.

"Papa tanya apa sih pa? Calla nggak ngeh. Nggak tau papa tanya apa!"

"NGGAK TAU KAMU BILANG? NIH LIAT!"

Foto foto berhamburan di meja depan sofa. Calla mengambil salah satunya yang sukses membuatnya syok. Foto dirinya dengan lelaki tadi malam yang tak sengaja menumpahkan minuman di pahanya. Foto itu diambil dari sudut khusus hingga menyebabkan efek seperti lelaki itu sedang mengusap ngusap pahanya yang memakai jeans.

"Papa!! Calla nggak kenal dia. Dia cuma nggak sengaja numpahin minuman di paha Calla. Nggak seperti yang papa bayangkan," bantahnya tegas.

"Apa kamu masih bisa papa percaya? Kemaren kamu nuduh Sella selingkuh sama Vino, terus ke club! Apa sih mau kamu Cal? Ato gini aja, kamu minta maaf ke Sella karena udah nuduh dia. Terus papa akan percaya kalau ucapan kamu bener,"

"Kalau Calla nggak mau?"

"Pergi dari rumah ini karena Calla yang sekarang udah nggak bisa diatur." jawab papa tegas.

"Okey. Calla pilih pilihan kedua. Calla nggak merasa salah ke Sella ngapain harus minta maaf ke dia."

Pilihan Calla sudah bulat. Coba aja kalian pikir, Calla nggak salah dan harus minta maaf. Apa kah dunia sudah nggak waras? Atau cuma papanya? Upss.

Papa memijat keningnya lalu bersandar di sandaran sofa. Netra matanya menangkap siluet putrinya yang sudah membereskan barang barangnya dan mengangkutnya dalam 2 koper, satu tas jinjing dan satu tas ransel. Tak percaya putrinya memilih pilihan yang kedua.

Calla kesusahan menggeret dua koper berisi pakaian-pakaian, sepatu, peralatan mandi, seragam-seragam, ijazah-ijazah serta perintilan lainnya. Di atas salah satu koper yang telah berdiri di letakkan satu tas jinjing khusus travel yang berisi buku buku pelajarannya. Serta tak lupa tas ransel yang ada di punggungnya yang berisi buku-buku juga.

"Jangan pakai mobil. Terserah kamu pake apa."

Calla yang baru saja mengambil kunci mobil segera menoleh ke papa yang bilang begitu. Okey.. Calla nggak pake mobil. Ia berjalan begitu saja keluar rumah. Sedangkan papa kalang kabut melihat kenekatan putrinya itu.
.
.
.
Seorang gadis terlunta-lunta di pinggiran jalan. Ia menghela napas kasar. Bukan menyesal pergi dari rumah, Calla lebih merasa menyesal karena tak membawa uang banyak. Sedangkan malam semakin larut.

Dengan dua koper yang ditariknya, Calla berdiam diri sejenak di pinggiran sebuah toko yang sudah tutup. Ya kan udah malem, tokonya udah tutup.

Rintik rintik hujan mulai turun. Calla lebih menyesal, kenapa tak membawa payung ataupun jas hujan. Efek keburu keburu dan emosi tadi, jadi lupa deh. Hadeh.

Tin tin.

Eh bukannya itu komik ya?

Bukan, bukan. Itu adalah suara klakson mobil yang menggema di telinga Calla. Ia heran sendiri, bukankah ia sudah menepi di pinggir toko. Mengapa itu mobil masih mengklakson dengan semangatnya.

Sesosok lelaki yang belum terlihat jelas wajahnya, turun dari mobil mewahnya berlindung di bawah payung berwarna hitam. Terlihat lelaki itu mulai mendekati Calla. Calla mulai menyipitkan matanya, dan yang ia lihat membuat ia membelalakkan matanya. Sosok itu sangat tampan. Sangat... sangat.... sangat... tampan. Sangat tampan. Wow. It's amazing.

Dengan tubuhnya yang perfectionist dibalut dengan jasnya yang mahal. Dilihat dari mobilnya, ia juga sangat kaya. Wow. Wow. Wow. Sesosok lelaki yang pasanganable sekali.

Siapa dia?

Oh tidak, tidak. Mau apa dia?

"Maaf, anda siapa?" tanya Calla dengan menundukkan kepala.

"Xavier."

Calla mendongak. Maksud Calla itu bukan tanya nama. Tapi siapa dia sampai menghampiri Calla. Calla memutar bola mata malas. Nggak tanya nama, masnya.

"Maksud saya, kenapa anda menghampiri saya?" tanya Calla lagi.

Xavier tak menjawab. Ia menaikkan alisnya menatap Calla. Lalu menarik tangannya dan membawanya masuk ke mobil. Setelah Calla masuk, Xavier mengangkat koper koper Calla yang tertinggal. Dan segera duduk di bangku kemudi lalu menjalankan mobilnya. Calla hanya terbengong bengong. Karena sampai saat ini belum sadar dengan apa yang terjadi.

5 jam kemudian......

Eh enggak deng, kelamaan.

Beberapa menit kemudian, setelah keduanya masih berdiam diri.

"Eh maaf, kita mau kemana?"

"Rumah."

Calla mengangkat alis. Ha?

"Maksudnya? Maaf anda itu siapa ya? kok bisa bisanya langsung gotong saya ke mobil? Asal tarik tangan aja. Emang saya kenal anda? Ato anda kenal saya?"

"Berisik."

"Lah? Saya nanya. Harusnya dijawab dong! Anda siapa?"

Calla mengotot.

"Xavier."

Yah kalau itu Calla udah tau. Gimana sih, pinter. Yang mau Calla itu siapa dia sampe main tarik tarik tangannya seenak udel.

"Aish. Kalo itu saya tau. Maksud saya kenapa anda main tarik tangan saya? Terus di bawa ke mobil lagi."

"Terus? Saya harus diem lihat cewek kehujanan?" walau berucap lumayan banyak kata, nada yang ia gunakan tetaplah dingin.

"Oh terus anda ingin membawa saya kemana?"

"Panggil Xavier."

"Oh okay, kita mau kemana Xavier?"

"Rumah."

"Ya rumah siapa?"

"Berisik!!"

***

Jangan lupa Vote+comment

BackStreet????Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang