Chapter 12

2.7K 319 30
                                    






Tee bekerja seperti biasa ketika ia mendapat telepon dari kampus Bbas. Ia merasa gugup. Ray menyuruhnya untuk menjawab panggilan tersebut dan Tee melakukannya. Tee tidak ingin berpikir buruk, tapi juga tidak bisa berpikir positif.

"Ya, saya Thanapon. Wali dari Bbas." Tee memegang tangan Ray.

"Apa? Baik. Saya akan segera ke sana." Tee bangkit dan bergegas menuju pintu keluar. Meninggalkan Ray yang tercengang. Ray ingin mengikuti Tee tapi berlari Tee terlalu cepat.

Tee berlari begitu mencapai lobi, Tae yang akan pergi ke gym melihat Tee dan meraih tangan Tee. Tee bisa jatuh di tangga jika Tae tidak menahannya.

"Lepaskan, P'. Bbas ..."

"Kau akan pergi ke kampusnya?" Tanya Tae dan Tee mengangguk.

"Ayo!" Tae menarik Tee ke mobilnya, Tee hanya berjalan mengikuti Tae. Pikirannya sudah melayang ke tempat lain.

Selama perjalanan, Tee terus gelisah dan tidak bisa tenang. Tae melirik sesekali tanpa mengatakan apa-apa.

Begitu mereka tiba gedung administrasi utama, Tee mencoba untuk berlari lagi. Tapi Tae lebih cepat dan meraih lengan Tee.

"P', lepaskan!" Mohon Tee tapi Tae memegang kedua bahunya.

"Kita pergi bersama. Tenanglah sedikit." Tee hanya menganggukkan kepalanya. Sekarang, Tee memegang tangan Tae erat. Dia membutuhkan kekuatan.

Ketika mereka memasuki kantor, Bbas sudah ada di sana dan dia sendirian. Bbas bahkan tidak menatap Tee, dia hanya menatap lantai.

"Sayang, apa yang terjadi?" Tee bertanya dengan suara prihatin, dia menyentuh bahu Bbas dengan lembut. Bbas terus menatap lantai.

"Anda pasti Tuan Thanapon, dan siapa anda?" Tanya Kepala sekolah dan Tae hanya memperlihatkan wajah datarnya.

"Tae." Dengan jawaban itu, kepala sekolah terdiam. Tidak ada yang berani menentang Tae.

"Silahkan duduk!" Kepala sekolah mempersilahkan mereka dan Tee duduk di kursi di samping Bbas. Dia memegang tangan Bbas erat.

"Sebenarnya, Bbas mengerjakan tugas mahasiswa lain dan dibayar untuk itu. Itu salah." Tee terkejut dengan apa yang ia dengar. Dia tidak percaya. Tee menatap Bbas, tapi Bbas hanya diam.

"Anda....Anda yakin?" Tanya Tee pelan. Dia tidak ingin mempercayainya.

"Ya. Dia sudah mengakuinya."

Tee menatap Bbas, air matanya mulai mengalir. Dia menyentuh dagu Bbas dan membuat Bbas menatapnya.

"Kau melakukannya?" Bbas sudah menangis dan mengangguk pelan. Dia merasa bersalah.

"Kenapa? Kenapa kau melakukan itu?" Tanya Tee tidak percaya, ia menyeka air mata di pipi Bbas.

"Karena kita miskin P'." Jawaban itu lebih mengejutkan Tee. Matanya terbuka lebar, sekarang Tee merasa bersalah.

"Tidak, P'. Aku tidak ingin menjadi kaya. Aku bahagia, tapi P' bekerja terus menerus dan menyakiti diri P' sendiri. P' menjadi lebih kurus dan pucat. Aku tidak ingin kehilanganmu P'." Suara Bbas menjadi sedikit keras. Tee menangis, memeluk Bbas erat tanpa mengatakan apa-apa. Tidak ada yang ingin dikatakan Tee.

"Tapi ini salah, baby. Kau tak seharusnya melakukan itu."

"Aku tahu, tapi orang-orang kaya itu bersedia membayar. Bayarannya cukup banyak dan aku juga bisa belajar di waktu bersamaan. Aku tahu aku salah, tapi aku hanya ingin meringankan bebanmu, P'." Bbas memiliki alasan yang kuat untuk melakukan itu. Tapi sesuatu yang salah, tetaplah salah.

"Jadi, apa yang akan terjadi selanjutnya?" Tee bertanya pada kepala sekolah, dengan sopan dan dengan mata memohon. Tee tidak tahu itu tapi, kebanyakan orang jatuh hati dengan matanya. Kepala sekolah tampak memerah membuat Tae berdecih dalam hati.

"Ini akan menjadi peringatan. Jika Bbas melakukannya lagi, kami akan mengambil tindakan. Tapi, kita harus mengurangi nilai Bbas untuk subjek yang terlibat." Tee tidak tahu apakah itu kesepakatan yang baik. Dia memperhatikan Bbas yang sepertinya lega dengan keputusan itu.

"Apa itu tidak apa apa?" Tee bertanya pada Bbas dan Bbas mengangguk.

"Itu agak tidak adil. Mahasiswa yang membayar dan meminta untuk mengerjakan tugas juga harus di hukum." Tae bersuara dan berjalan untuk berdiri di belakang Tee. Tangannya berada di saku dan wajahnya menantang jika kepala sekolah ingin melawannya.

"Te...Tentu. Kita akan menyelidiki masalah ini. Semua yang terlibat akan menerima hukuman yang sama." Kepala sekolah sedikit gugup sebelum mendapatkan ketenangannya kembali.

"Harusnya seperti itu. Kalau tidak, maka aku juga harus terlibat dalam masalah ini."

"Baik." Kepala sekolah menyetujuinya.

"Itu saja untuk hari ini. Terima kasih sudah datang."

Setelah mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan. Bbas dan Tee berjalan lebih dulu untuk keluar dari ruangan itu.

"Siapa dia?" Tanya seorang sekretaris yang sedari tadi berdiri di samping kepala sekolah.

"Tae." Tae menjawabnya tepat sebelum dia menutup pintu. Kedua orang di ruangan itu terdiam. Itu menakutkan. Tae lebih menakutkan.

Copter sudah bersama Tee dan Bbas ketika Tae mendekati mereka. Mereka saling berpelukan. Tae hanya menggelengkan kepala dengan drama yang dilihatnya, tapi dia sedikit tersenyum. Ketika ketiga kepala menoleh padanya, mereka langsung memeluknya juga. Sekarang Tae terkejut.

"Terima kasih, P'." Kata Bbas dan Tae hanya bersikap seperti batu.

"Ayo kita pergi." Tae sedikit mendorong mereka. Memeluk orang terasa aneh baginya, dia hanya tidak tahu bahwa dialah yang aneh.

"Ayo kita pergi ke rumah baru kita."

"Rumah baru?" Bbas bertanya dengan penuh semangat.

"Ya."

"Yay! Kita tidak harus tinggal di rumah yang hampir runtuh lagi!" Bbas dan Copter bersorak riang.

"Hey! Itu rumah kita selama bertahun-tahun." Tee merasa dikhianati dan marah. Adik-adiknya tidak pernah mengatakan hal seperti itu sebelumnya. Sebelum Tee bisa mencubit Bbas dan Copter, mereka sudah lari.

"Lihat, bahkan mereka sependapat." Tae terdengar sombong. Karena Tee tidak bisa mengejar dan mencubit adiknya, ia mencubit Tae sebagai gantinya dan Tae hanya tertawa.

"Itu sebuah keputusan yang bagus. Terima saja apa yang ditawarkan karena kita masih belum cukup untuk memberi." Dengan itu Tae berjalan ke mobilnya. Tee tersenyum dan sedikit berlari untuk menyamakan langkah mereka.

"Kau punya banyak filosofi, P'." Ucap Tee dan Tae hanya tersenyum.

Di mobil, sebelum Copter masuk ke dalam mobil, ia sedikit menarik kemeja Tae. Copter bergumam terima kasih dan Tae hanya menganggukkan kepalanya.

Bisikan itu terdengar tulus.

"Terima kasih sudah datang bersama P' Tee." Itulah mengapa Tae tahu apa yang terjadi. Copter sudah memberitahunya lebih dulu. Kapan mereka saling bertukar nomor telepon?



Love Is Here (bahasa translate)Where stories live. Discover now