Chapter 11

3K 316 36
                                    





Hanya karena sekali Tee terkena demam, Bbas dan Copter sudah memutuskan Tee hanya akan bekerja dengan dua pekerjaan saja. Guru pembimbing dan di gym. Memasak untuk Tae? Hanya tiga hari seminggu. Tee ingin protes, tapi adik-adiknya mengatakan mereka juga akan bekerja jika Tee melanjutkan pekerjaannya yang lain.

"Berhenti cemberut P'. Kami tidak akan mengubah keputusan kami." Suara Copter terdengar tegas. Tee tidak bisa melakukan apa-apa untuk bicara dengan copter. Lalu Tee berbalik menatap Bbas, tapi Bbas menggoyangkan jarinya yang berarti 'tidak'.

"Aku berjanji akan makan dengan benar, istirahat cukup dan ..."

"Tidak. P' jangan keras kepala. Kami bersedia makan sekali sehari hanya untuk memastikan P' tidak akan bekerja berlebihan." Tee terdiam. Tee tidak tahu ia telah membuat adik-adiknya begitu khawatir. Tapi dia keras kepala dan memilih untuk meninggalkan rumah.

Bbas dan Copter menghepa nafas. Mereka hanya ingin Tee lebih peduli pada dirinya sendiri. Mereka selalu bertanya-tanya, mengapa Tee sangat menyayangi mereka, meski mereka bahkan tidak ada hubungan darah.

Tee berjalan ke taman terdekat dengan marah. Dia membenci kenyataan bahwa dia tidak menuruti keputusan adik-adiknya.

"Aku harus bekerja lebih banyak." Gumam Tee.

Tee duduk di bangku dengan jarinya memainkan kemejanya. Dia masih tidak tahu harus berbuat apa. Tee banyak bekerja bukan karena dia suka bekerja, tapi karena mereka butuh uang. Dia tidak ingin menjadi kaya, Tee hanya ingin mereka berkecukupan.

"Berhenti mengerutkan kening." Tee terkejut karena seseorang baru saja menyentil dahinya. Saat dia mendongak, orang itu adalah Tae.

"P' Tae..." Tee merengek kencang membuat Tae sedikit tertawa. Tae duduk di samping Tee dan menawarkan sekotak susu pada Tee.

"P' mengejekku?" Tanya Tee cemberut, tapi tetap mengambil susu yang diberikan Tae. Dia suka susu.

"Aku harap kau akan menjadi tinggi." Tae hanya menggoda Tee dan reaksi Tee tidak pernah gagal untuk menghiburnya.

"Ku harap P' menjadi gemuk. P' makan cokelat begitu banyak." Tee mencoba melawan tapi Tae hanya menertawakannya. Tee menyilangkan tangannya dengan marah.

Tae masih ingin menggoda, tapi dia tahu kapan harus berhenti. Tae mengambil susu dari Tee, mengeluarkan sedotan dan menyiapkannya untuk Tee.

"Minumlah!" Tee menerimanya. Dia masih akan melakukan apapun meski sedang marah, dan sisi Tee ini selalu menghibur Tae.

"Kenapa kau terlihat sedih dan marah?" Tanya Tae hati-hati. Tee menghela napas, menyatukan lutut dan memeluknya.

"Aku tidak bisa bekerja lebih dari dua pekerjaan kecuali memasak untukmu tiga kali seminggu."

"Menjadi pekerja keras tidak apa-apa, tapi jika kau bekerja berlebihan itu tidak baik." Tae tidak pernah bicara seperti ini dengan siapapun. Dia tidak pernah bicara untuk menghibur seseorang karena semua yang ia lakukan sebelumnya untuk Kimmon dan Godt, hanya membiarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan selama itu bukan kejahatan.

"Aku tahu, tapi aku butuh uang." Jawaban yang sama lagi. Tae sedikit menghela nafas.

"Terutama sekarang." Gumam Tee pelan.

"Kenapa?" Tae bertanya dengan serius.

Tee mengalihkan tatapannya dan berusaha untuk menghentikan air mata jatuh ke pipinya. Yang bisa dia lakukan sekarang adalah menangis.

"Katakan padaku!" Tae terdengar tegas kali ini dan menuntut jawaban Tee. Tee menelan ludah sebelum melirik Tae sekali lagi.

"Rumah kami, pemiliknya ingin menghancurkannya dan membangun yang baru. Dia mengatakan itu tidak aman lagi untuk ditinggali." Tee terdengar sedih tapi reaksi Tae benar-benar buruk. Tidak ada simpati sama sekali.

Love Is Here (bahasa translate)Where stories live. Discover now