Bagian 1

28 4 0
                                    

Ponce, Puerto Rico.

Pagi terasa cerah saat Philippe turun dari bus sekolah bersama Pedro sahabatnya. Di antara keramaian siswa-siswi, mereka memasuki gedung SMU di kawasan pusat kota. Bergaya arsitektur neoklasik dengan pilar-pilar besar menjulang tinggi bermahkotakan sebuah jam analog. Halaman belakang cukup luas dengan pohon-pohon tertata di beberapa tempat, bersama kursi taman mengelilingi tiap-tiap pohon, dan sebuah lapangan basket dekat gerbang selatan.

Saat menyusuri koridor sekolah, seorang siswi bernama Josephine menghampiri dan tersenyum menyapa, "Hai, selamat pagi."

"Pagi," balas mereka berbarengan.

"Kalian nampak tidak bersemangat,"

"Ya, masih membutuhkan liburan," jawab Pedro dengan gelagat sangat malas.

Josephine tetap tersenyum bersemangat memulai masa sekolah, kemudian berhenti melangkah, "Ah, ini kelasku."

Dia segera masuk ruang kelas, berdadah berpamitan kepada mereka berdua yang membalasnya sembari berlalu.

"Apa kelas pertamamu?" tanya Pedro.

"Sejarah," jawab Philippe sembari menatap papan angka di atas pintu ruang kelas, sadar telah sampai kelas tujuannya.

"Oke, sampai jumpa nanti," balas Pedro paham, berpamitan menuju kelas lain.

Philippe masuk ke ruang kelas yang sudah ramai oleh siswa-siswi, tengah asyik berbincang tentang liburan mereka hingga kelas terkesan gaduh. Dia amati deretan meja belajar, mencari tempat kosong. Hanya fokus 2 baris belakang, karena baris depan pasti diisi para kutu-buku, dan itu tidak menyenangkan baginya.

"Hei, hei, hei, Philippe..," sapa Marcelo, sahabat sejak tahun pertama. Bertubuh bidang dan selalu mengenakan jaket kulit hitam, berpenampilan layaknya pengendara motor. Dia mengangkat tangan kanan untuk melakukan hi-five dengan Philippe yang juga bersemangat membalasnya.

Suasana gaduh seketika hening saat hadir sang guru, pria berkaca mata yang terus berlalu menuju mejanya untuk meletakkan buku, mengucapkan salam dan segera memulai pelajaran tanpa berbasa-basi lagi.

5 menit pelajaran berlangsung, hadir seorang gadis cantik berambut pirang dibiarkan terurai sebahu dan bertubuh ramping sempurna. Dengan canggung dia serahkan selembar kertas data diri kepada sang guru. Seluruh siswa tetap hening, terpaku akan kecantikannya.

"Carolyne. Siswi baru," kata sang guru membaca kertas itu sekilas, dan segera memintanya duduk di satu kursi kosong deret pertama. "Duduklah."

Pelajaran berlanjut dengan tertib hingga beberapa menit sebelum usai, Philippe terus menatap sang guru yang berdiri di muka kelas. Perlahan tatapannya kosong, seakan apa yang diterangkan tidak lagi masuk ke dalam otaknya, sembari memainkan pensil yang dia jepit di kedua jari tangan.

Tanpa sadar tatapannya teralih ke arah Carolyne di depan sana. Dia berkedip tersadar dari lamunan itu dan berpaling, cukup terkejut melihat beberapa siswa juga terhanyut menatap Carolyne. Kini dia tersenyum merasa lucu, menyadari bukan hanya dia yang terpaku kecantikannya. Lalu terdengar bel pergantian jam pelajaran hingga semua siswa segera menutup buku, berkemas dan keluar kelas.

Di kelas jam kedua ini, Philippe tidak lagi bersama siswi baru itu. Meski tidak peduli, namun entah mengapa, dia merasa ada yang kurang dengan suasana kelas yang berbeda ini. Seakan kelas ini menjadi terasa hambar.

***

Tiba jam istirahat makan siang.

Philippe dan Pedro menuju kafetaria, yang selalu penuh sesak di awal jam istirahat. Mereka bergabung bersama Marcelo dan seorang siswa Asia bernama Wang Li, juga sahabat mereka. Wang tertawa melihat banyaknya porsi makan siang Pedro, "Hei, Pedro. Kau juga membawa kucing-kucingmu untuk makan siang bersama?"

This Garden, Little Heaven 1Where stories live. Discover now