"Ah! Mama memanggilku untuk makan. Bye bye." Jaemin cepat-cepat mengakhiri panggilannya.

Jeno masih memegang ponselnya. Ia menggeram saat melihat bahwa panggilannya berakhir. Bocah ini berani memutuskan telponnya.

Jeno kembali melihat diary yang masih berada ditangannya.

Na Jaemin bertingkah seperti wanita saat dia cemburu.

🐁🐁🐁

Hari berikutnya. Jaemin masih terbuai lelap di alam mimpi. Ponselnya berdering dan dia bermaksud untuk memutuskan panggilan. Tetapi tidak jadi saat dia melihat nama Jeno yang muncul di layer ponselnya. Jaemin dengan cepat bangun, membersihkan tenggorokannya dengan air. Kemudian menjawab telepon.

"Halo?"

Keluar. Aku di depan rumahmu.

"Untuk apa?"

"Kau akan tahu setelah keluar. Aku beri kau waktu 3 menit. Dalam 3 menit dan aku belum melihatmu, aku pergi."

Sambungan dimatikan sepihak. Setelah itu Jaemin segera masuk ke dalam kamar mandi, menyikat gigi, mencuci mukanya dan berganti pakaian. Ketika dia melihat jam, ternyata sudah lewat lebih dari 5 menit. Jaemin langsung lemas, dia kecewa.

Dengan gerakan lambat, Jaemin mulai memakan sarapannya. Dia meliat melihat keluar rumah. Dia pikir Jeno pasti sudah pergi. Tetapi saat membuka pintu rumahnya, Jaemin dapat melihat mobil sport yang tidak asing. Jeno sedang bersender di sebelah mobil dengan kedua tangan terlipat di depan. Disebelahnya berdiri seseorang yang membuat Jaemin merasa tidak nyamanㅡ Nancy.

"Kenapa kau sangat lama?" Jeno mengernyit kesal.

Jaemin sebenarnya juga kesal. Mengapa Jeno masih mencarinya? Bukankah dia bersama Nancy sekarang.

Nancy terlihat tidak senang, "Jeno, jadi kau datang kesini untuk menemui Jaemin, bukan untuk menemuiku? Untung saja aku keluar untuk membuang sampah, hingga aku bisa melihatmu. Aku kira kau datang untuk menemuiku. Aku sangat gembira tadi."

Jeno menatap Jaemin, mengabaikan ucapan Nancy barusan, "Aku akan mengajakmu berenang."

Jaemin tidak ingin pergi, "Aku lebih memilih untuk tetap tinggal di kamar ber-AC ku."

Walau dengan Jeno sekalipun, Jaemin sangat tidak ingin pergi. Dia tidak bisa berenang. Jaemin tidak ingin dipermalukan karenanya.

"Aku ingin ikut! Aku ikut!" Nancy memohon ingin ikut. Gadis itu berpikir akan menggunakan kesempatan ini untuk memperlihatkan lekuk tubuh indahnya.

Sepanjang semester ini, Nancy selalu muncul di depan Jeno. Jeno mulai merasa bahwa gadis ini mengganggu. Jeno menarik Jaemin ke arahnya. Jaemin benar-benar terkejut, akhirnya dia terjatuh kepelukan Jeno. Jeno menengadahkan wajah Jaemin dan menyatukan bibir keduanya.

Mata Jaemin terbuka. Mulut Nancy menganga lebar.

Saat Jeno melepaskan ciuman itu, Jaemin dengan wajah was-was segera menatap sekitar. Takut jika ada orang lain yang melihat perbuatan mereka. Mereka tepat berada di depan rumah Jaemin saat itu.

Hanya saat Jaemin akan mulai mengomeli Jeno, pria itu menariknya masuk ke dalam mobil.

Nancy masih berdiri disana, membatu. Jeno menurunkan sedikit kaca mobilnya.

"Bisa kau minggir?"

Nancy terlihat masih shock, tetapi dia menggeser tubuhnya dan memberikan jalan untuk mobil Jeno lewat. Hingga akhimya Nancy tidak lagi bisa melihat mobil Jeno.

Dia segera berlari, masuk ke dalam rumah Jaemin.






"Apa kau gila?! Kita tepat berada di depan rumahku!!"

Jaemin setengah mengomel setengah tersenyum. Wajahnya merona. Sebenarnya dia sangat menyukainya.

Aku rasa kau menikmatinya." Jeno tertawa.

"Omong kosong! aku hanya masih terkejut." Wajah Jaemin merah padam.

"Kau sangat terkejut bahkan sampai mengeluarkan lidahmu untuk merespon?" Jeno tertawa lagi.

"Aku hanya menggunakan lidahku untuk mendorongmu keluar." Kilah Jaemin.

Jaemin tidak bisa kalau terus membicarakan topik ini. Dia bertanya, "Kenapa aku harus ikut berenang denganmu?"

"Hal yang berhubungan dengan diary, aku masih belum mendapatkan kompensasi."

"Lalu bagaimana saat kau memaksaku dulu? Bukankah kau seharusnya juga memberikanku kompensasi?"

"Aku sedang berbicara soal diary, mengapa kau mengingatkanku lagi soal kejadian itu? Apa kau merindukan moment itu?"

Jaemin ingin mengomel lagi, tapi dia mengurungkan niatnya. Jaemin terdiam. Dia memutuskan untuk tidak melawan Jeno dengan perkataan.

Selama perjalanan, Jaemin memikirkan bahwa sekarang Nancy sudah tahu soal mereka. Apa yang harus dia lakukan? Belum selesai memikirkan solusinya, mobil Jeno sudah berhenti di sebuah stadium.

Jaemin turun dari mobil, tetapi dia tetap diam. Jeno membalikkan tubuhnya dan memanggil Jaemin, "Sini."

"Aku tidak tahu caranya berenang." ucap Jaemin mengaku.

"Aku akan mencarikanmu pelampung."

"Aku tidak ingin menggunakan itu, aku bukan wanita!" kesal Jaemin.

"Lalu kau hanya perlu tenggelam kalau begitu." ketus Jeno.

"Kau!!! lagipula aku tidak membawa baju renang."

"Kalau begitu kita tidak punya pilihan lain. Kau cukup berenang dengan telanjang."

Jaemin melemparkan tatapan tidak senang pada Jeno.

Kini mereka berada di dalam kamar ganti, Jeno melemparkan sebuah baju dan celana renang ke Jaemin.

Jaemin masih diam, memperhatikan Jeno yang sudah selesai berganti pakaian. Pria itu tidak memiliki ekstra lemak ditubuhnya, kaki yang kuat, perut ber-abs, yang cukup membuat hati Jaemin meleleh melihatnya.

"Cepat ganti." Ucap Jeno datar, mengabaikan protes Jaemin.

Sebenarnya, Jeno memang sengaja membawa Jaemin kesini dengan sebuah tujuan.

Terakhir kali sewaktu mereka melakukan itu, saat itu sudah malam dan sangat getap. Hingga dia tidak bisa melihat tubuh Jaemin dengan jelas.

Jaemin berhenti protes. Dia membalikkan tubuhnya dan berganti pakaian. Jaemin merasa seseorang sedang memperhatikannya dari belakang. Dia berbalik dan melihat Jeno sedang menatap pantatnya. Jaemin menggunakan kedua tangan untuk menutupi bokongnya dan dengan suara pelan mengomel, "Berbalik kau mesum!"

"Tadi sewaktu kau memandangiku saat berganti pakaian, aku tidak berkata apapun."

Jaemin nyaris saja melemparkan pakaian dalamnya ke Jeno.






Pada akhirnya tidak tahu dari mana Jeno mendapat sebuah pelampung dan memberikannya pada Jaemin. jaemin pun pada akhirnya menggunakan pelampung seperti gadis-gadis lainnya.



Tbc~



[ piceboo & angelina, 2019 ]

[✔️] Boyfriend | NominDove le storie prendono vita. Scoprilo ora