part 21

10.4K 1K 45
                                    

(Namakamu) menepikan dan merapikan rambut Luce yang berantakan. Anak bungsu nya merengek ingin tidur dengan dirinya hanya berdua tanpa Luys.

Jari lentiknya menelusuri pahatan wajah Luce yang memang benar-benar duplikat wajah sang ayah. Bahkan semua yang ada pada diri Luce memang cerminan seorang Iqbaal Dhiafakhri.

Mata elang yang tajam. Rahang yang tegas. Gaya bicara dan sifat bossy nya yang ahh terkadang membuat dirinya rindu pada ayah kandung dari anak kembar nya ini.

6 tahun yang dijalani nya bisa dikatakan cukup membahagiakan. Tanpa ada nya paksaan dan luka dari pihak manapun. Tapi (Namakamu) tidak mau membohongi dirinya yang terkadang terselip rasa rindu akan sosok pria masa lalu nya.

Jauh di lubuk hati nya sedikit mengharapkan pria itu mau mencari dirinya dan mau menerima keadaan yang terjadi saat ini.

(Namakamu) mengubah posisi nya menjadi terlentang. Matanya memandang kosong pada langit-langit kamar yang berwarna putih.

Iqbaal pasti telah bahagia dengan Bella terlebih adanya anak di antara mereka. Bisa saja anak mereka sekarang sudah banyak, kan?

Pria itu benar-benar mencintai Bella bukan dirinya. (Namakamu) tersenyum getir. Di seka nya pelan air mata yang bisa-bisa nya turun tanpa di komando.

Pikirannya melayang mengingat percakapan nya dengan Karel tadi siang setelah melakukan vidio call bersama sahabatnya, Salsha.

"Kita ke Jakarta?" Tanya (Namakamu) begitu panggilan berakhir

Karel mengangguk dengan tangan yang meletakkan tablet pada meja kecil yang tak jauh dari sisinya.

"Kamu nggak mau jengukin Salsha sama baby nya, hm?" Karel menyelipkan rambut (Namakamu) pada telinganya

(Namakamu) tak menjawab. Sungguh. Lidah nya seakan kelu untuk menjawab pertanyaan Karel.

"Aku juga udah bilang sama anak-anak. Dan yaa, mereka excited banget waktu aku bilang kita akan ke Jakarta buat jenguk Salsha"

(Namakamu) menggigit bibir bawah nya. Kenapa Karel memutuskan semua nya secara sepihak tanpa harus memberi tahu dirinya?

"A-aku nggak ikut ya? Kalian bertiga aja" cicit (Namakamu) memandang Karel gelisah

"No!" Tegas Karel

"Rel," (Namakamu) memelas memandangi Karel

"Selama ini kamu baik-baik sama aku Bie. Kamu selalu sama aku. Bahkan sekarang kamu milik aku dan aku milik kamu. Bukan milik dia atau milik orang lain. Kalian nggak akan bisa dan pernah ketemu. Jika pun ketemu kalian hanya akan jadi orang asing. Percaya sama aku Bie"

Karel menggenggam erat kedua tangan (Namakamu) yang berkeringat dingin. (Namakamu) nya kembali menunjukkan raut wajah sedih yang sangat ia benci.

"A-aku belum siap Rel. Bahkan nggak siap kalau harus pergi ke sana lagi" ucap (Namakamu) dengan mata yang berkaca-kaca

"Aku tau Bie. 6 tahun mungkin terlalu singkat bagi kamu. Tapi apa kamu nggak mau berdamai Bie? Buat aku dan anak-anak?" Tanya Karel lembut

"Kamu nggak akan tau Rel. Di sana, di kota itu semua impian dan harapan aku hancur gitu aja" (Namakamu) melepaskan tangan nya dari genggaman Karel

"Andai waktu itu aku nggak nerima beasiswa yang di tawarin sama Ibu Panti, aku nggak mungkin kayak gini Rel"

"Aku mungkin sekarang sedang bahagia-bahagia nya dapat gelar sarjana, kerja sesuai dengan apa yang aku inginkan dan mungkin, aku sedang menempuh pendidikan S2 yang aku impi-impikan"

I'm Not Bitch • IDRWhere stories live. Discover now