part 5

12.7K 1K 126
                                    

Matahari kini seakan ingin pergi, menutup cerita hari ini. Berbeda dengan pasangan manis ini yang masih saling berpelukan hangat saling memeluk mencari kenyamanan mengabaikan cahaya oren matahari yang nampak kian tenggelam.

Iqbaal sudah terbangun dari tadi namun enggan melepaskan pelukan Bella yang terlihat sangat nyenyak memeluk perut nya yang membuncit dengan wajah yang menempel di dada bidang nya. Melihat Bella tertidur seperti itu membuat Iqbaal mengulas senyum tipis.

Tangan Iqbaal bergerak pelan mengelus rambut panjang hitam pekat lembut milik Bella. Dan sesekali mencium nya dengan gemas.

Setelah puas bermain-main dengan rambut Bella. Kini tangan nya berpindah pada perut Bella. Disingkap nya baju yang di kenakan Bella sehingga menampilkan perut buncit nya yang putih.

Diusap nya pelan-pelan perut Bella. Matanya tampak berbinar. Ahh. Sebentar lagi, beberapa bulan lagi dirinya akan resmi menjadi orang tua. Dan akan ada yang memanggilnya dengan sebutan, Daddy.

Gerakan tangan Iqbaal yang mengelus perut Bella mendadak berhenti saat dirinya tersadar akan suatu hal.

"(Namakamu)" desis nya pelan

Terhitung sudah dua kali wanita itu kehilangan janinnya. Iqbaal sadar akan perbuatannya. Hanya saja, ia meragukan tentang janin yang dikandung oleh  (Namakamu).

Ia tau betul bahwa (Namakamu) itu adalah gadis yang baik. Sebelum ia yang merubah (Namakamu) menjadi wanita yang jika di ketahui banyak orang bukan lah wanita yang baik.

Iqbaal memejamkan matanya. (Namakamu)-Nya pasti banyak menanggung pedih nya luka yang ia buat. Baik fisik maupun batin wanita itu pasti benar-benar sudah rapuh.

Ia mengenal (Namakamu) sudah luar dalam. Hapal betul dengan apa yang ada di diri (Namakamu)-Nya yang lemah.

Iqbaal melepaskan dirinya dengan pelan dari tubuh Bella tanpa mengganggu tidur nyenyak nya. Di pandangi nya wajah Bella yang mungkin masih bergelut dengan mimpinya.

Dengan langkah pelan dan berhati-hati Iqbaal melangkah kan kaki nya keluar kamar dan pergi menuju ruang kerja nya. Tempat dimana ia bisa berpikir dengan jernih.

Iqbaal menghempaskan tubuh nya pada kursi kerja. Jarinya bergerak memijit pangkal hidung mancungnya.

"Hhh.."

"Gue nggak bisa ninggalin Bella sedangkan dia lagi hamil anak gue" gumam Iqbaal

"Gue juga nggak bisa ngelepas (Namakamu). Dan itu nggak akan pernah terjadi"

Iqbaal mengusap wajah nya kasar. Dia jahat. Dia kejam. Dia bajingan. Mempermainkan dua hati yang benar-benar tulus mencintai dirinya. Tapi dia hanya manusia biasa. Dia yang saat itu melabuhkan seluruh hati nya pada (Namakamu) kini dengan perlahan separuh hati nya telah terjatuh pada Bella, istrinya.

Dengan kedua tangan nya, ia sudah dua kali membunuh darah daging nya sendiri. Padahal hal itu bisa membuat hubungan nya dengan (Namakamu) bisa di akui. Namun, ia tetap saja tak bisa melihat Bella untuk hancur. Tak bisa.

Iqbaal tak tau sampai kapan ia harus menyembunyikan (Namakamu) dari Bella dan keluarganya. Ia tak bodoh hanya sekedar untuk paham dengan peribahasa, sepandai-pandai nya menyimpan bangkai pasti akan tercium bau nya.

Dan jika saat itu tiba. Ia sendiri pun tak tau harus memilih siapa antara (Namakamu) atau Bella. Ia harus siap dengan apa yang terjadi nanti dengan permainan yang ia ciptakan sendiri.

****

Pagi dengan cuaca yang cukup mendung tak membuat (Namakamu) mengurungkan niat nya untuk pergi bekerja. Setelah yakin dengan penampilan nya, ia bergegas keluar rumah dan mengunci pintu. Namun saat ia membalikkan badannya, ia dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang bersandar pada pintu mobil miliknya.

"Vano?"

Vano melambaikan tangannya. Dengan segera (Namakamu) menghampiri laki-laki itu.

"Kamu ngapain disini Van?" Tanya (Namakamu)

"Jemput kamu" jawab Vano

"Aku?" (Namakamu) menunjuk dirinya

Vano menganggukkan kepalanya.

"Kenapa?" Tanya (Namakamu) saat Vano memandangi nya dengan intens

"Kamu kemarin kemana aja (Namakamu)? Kamu sakit?" Tanya Vano sendu

(Namakamu) menautkan kedua telapak tangannya gelisah. "I-iya. Aku nggak enak badan. Kerjaan aku pasti bikin kalian repot. Maaf ya"

Vano mengusap puncak kepala (Namakamu). Hal itu membuat dada (Namakamu) berdegup kencang.

"Nggak apa-apa. Tapi lain kali tolong kasi kabar ya"

(Namakamu) tersenyum dan menganggukkan kepala nya.

"Pergi sama aku?" Tanya Vano

(Namakamu) menggeleng dengan cepat. Sungguh. Ia tak ingin kejadian yang kemarin terulang kembali. Sakit di tubuhnya masih terasa.

"Aku naik motor aja Van. Pulang kerja aku ada urusan" tolak (Namakamu)

"Oh oke. Kamu duluan biar aku ikutin dari belakang" Vano mencoba mengerti dengan penolakan (Namakamu)

Tanpa protes apapun (Namakamu) duduk diatas motor lengkap dengan helm dan menjalankan motor matic miliknya meninggalkan rumah yang diikuti oleh Vano dari belakang.

Sesampai dirinya dan Vano di ruangan. Mereka berdua diserbu bermacam-macam pertanyaan yang di layangkan oleh Hanif dan Amanda bak tersangka pasangan kekasih yang tercyduk mesum di tempat umum.

"(Namakamu)! Kemarin kok lo nggak ada kabar sih?" Amanda mengerucutkan bibir nya kesal

"Eh, kok kalian bisa barengan? Hayoo! Ada apakah gerangan?" Hanif menaik turunkan alisnya

Vano yang jengah dengan tingkah Hanif menoyor kening Hanif. "Ketemu di parkiran. Jadi sama-sama keruangan"

"Ya nggak usah noyor juga kali Van. Saya bertanya Pak" Hanif mengusap kening nya

Amanda menyentuh lengan (Namakamu). "Lo pucet banget. Mana mata sembab lagi. Lo ada masalah?" Tany Amanda pelan

(Namakamu) menggeleng pelan. "Enggak Man. Aku nggak enak badan dan emang pusing. Ya nangis dong hehe" cengiran khas milik (Namakamu)

Amanda tampak meragu dengan jawaban (Namakamu). "Gue siap jadi tempat cerita lo (Namakamu). Jangan sungkan"

Belum sempat (Namakamu) menjawab. Hanif sudah menyela ucapan Amanda.

"Kok lo ngotot banget sih Man? Wong (Namakamu) nya aja bilang dia baik-baik aja lo nya yang maksa"

"Kenapa jadi lo yang heboh sih Nif? Gue ngomong sama (Namakamu). Kerjain tugas lo sana" sungut Amanda

"Udah Nif, nggak papa. Amanda khawatir banget sama aku kayak nya" lerai (Namakamu)

Vano menoel lengan Amanda. "Si Hanif juga mau kali di khawatirin sama lo cuma malu-malu tuh"

"Sialan lo ya Van!" Hanif tak terima

Hal itu membuat gelak tawa di antara mereka berempat. (Namakamu) seakan lupa dengan masalah yang ia punya saat ini.

"Aku tau kamu pasti nggak baik-baik aja (Namakamu)"

.
.
Bersambung..

Aku cuma butuh vote dan coment dari kalian yang bisa bikin mood baik buat nge update. Tolong jangan jadi dark-readers yang bikin pikiran aku berubah buat unpub cerita ini. Buat readers yg udah setia, makasih banyak. Tanpa kalian aku bakaln susah update🙈 haha

I'm Not Bitch • IDRحيث تعيش القصص. اكتشف الآن