Beauty Venus - Chapter 6

Start from the beginning
                                    

"Menurutmu?"

Hera benci permainan kata jadi ia kembali menatap ke depan.

"Kau sangat cantik dengan stelan itu. Terlihat berkuasa. Powerful."

Hera melirik sekilas sebelum meminum minumannya hingga habis. "Aku tidak akan mengucapkan terima kasih lagi."

"Aku juga tidak ingin kau mengatakannya. Itu bisa mengartikan jika kau akan berhutang padaku."

Hera terkekeh sekilas. Ia menghembuskan asap rokoknya di udara sebelum membuang puntungnya. "Kau akan sangat tampan jika keluar dari ketiak ibumu."

Mungkin itu terdengar kasar. Tapi Hera tidak peduli. Salah siapa mengajak Hera mengobrol namun takut dengan kejelekan wajahnya?

Setelah mengatakan itu, Hera hendak berbalik. Namun si pria misterius ini menahannya dan menariknya sedikit kasar hingga Hera bersandar di pilar besar. Sial, dengan momen seperti ini saja Hera masih tidak bisa melihat wajah pria di depannya selain bibir menggoda pria ini. Hanya bibirnya yang mendapati cahaya bulan. Bukankah itu tidak adil?!

Hera akui ia sudah mabuk sekarang. Karena jemari rampingnya sudah mendarat di bibir si pria dan mengusap lembut di sana. "Sudah berapa banyak yang merasakannya?"

"Bagaimana denganmu, sudah berapa banyak yang mencobanya?" Tanya pria misterius itu dengan suara dalam dan serak.

Hera menyukai suara pria misterius di depannya. Ia masih berlama-lama bermain di bibir pria itu hingga tangan kasar si pria menahannya. Pria itu memberikan kecupan lama di jemarinya. Dan Hera harus menggigit bibirnya berharap bisa menahan desahannya. Oh ya, tentu saja Hera akan mendesah merasakan bagaimana intensnya pria itu menatapnya dalam kegelapan. Ya Tuhan, Hera membutuhkan cahaya saat ini supaya bisa melihat bagaimana rupa si pria.

Hera menahan nafas dengan bibir terbuka saat merasakan sebuah tangan memeluk pinggang rampingnya dengan kuat dan memberikan ciuman yang penuh gairah. Dan panas. Hera tidak tinggal diam. Ia menangkup wajah pria itu dan memperdalam ciuman mereka hingga Hera mengerang.

Pria itu akan melepaskannya disaat mereka membutuhkan oksigen. Ia memberikan kecupan lembut di bibir Hera yang terbuka dan bernafas di depan bibirnya.

Masih terengah, Hera mengerjapkan matanya mencoba mengambil ahli kesadarannya.

Si pria terlihat mengeluarkan key card salah satu hotel dan bolpoin. Ia menulis 4 angka di telapak tangan Hera lalu memberikan key card miliknya.

"Aku berharap kau akan datang."

Hera menatap benda yang ada ditangannya dengan banyak pertanyaan yang salah satunya; 'Untuk apa si pria misterius itu memberikannya key card?!' Bukankah dengan kartu nama dan no hp saja sudah cukup?

Hera mendenguskan kekehannya. "Ini cara yang sedikit mainstream untuk mengajak seorang wanita bercint—"

Hera mendongakkan kepala namun pria misterius itu sudah menghilang. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri juga tidak mendapati pria itu. Hanya ia seorang yang berada di lorong gelap tersebut.

♚ ♚ ♚ ♚ ♚


"Kyaaaaa!" Teriak Diana bahagia saat melihat Ethan keluar dari mobil. Wanita itu memeluk Ethan hingga Ethan bisa mencium banyak sekali campuran parfum di pakaiannya.

Dengan senyum malaikat tercetak di bibirnya, Ethan bertanya, "Berapa banyak gelas yang kauminum, sugar?"

"Hanya dua."

"Dan berapa banyak pria yang kau 'peluk'?" Tanya Ethan yang wajahnya menggelap.

"Hanya satu." Ethan hendak bernafas lega namun Diana kembali berbicara. "Aku bercanda. Hanya 5. Tidak, aku pikir aku memeluk 8 orang."

"Kau harus memberinya aspirin setelah sampai di rumah karena dia berdiri tepat di sebelah galon alkohol." Hera menggerutu.

Dulu, jika Venus pergi ke bar dan bersenang-senang dengan minuman, Hera selalu menjadi orang yang cukup waras di sana supaya dapat menangani Diana sampai di tempat tidur. Tapi sekarang, setelah melihat sahabatnya ini telah menikah entah kenapa ia merindukan saat-saat di mana ia harus mengutuk kepolosan Diana seraya membersihkannya dari sisa-sisa muntah.

"Jangan mempengaruhi sugar-ku, jalang kecil!" Hardik Diana lalu menatap Ethan dengan sayu. "Bukankah kau bilang aku boleh minum hari ini?"

Ethan menghela nafas. "Tapi kau masih ingat bukan persyaratannya?"

Diana mengangguk antusias. "Setelah ini kita akan berusaha membuat bayi laki-laki!"

Hera hanya menggelengkan kepalanya.

"Hai, Diana! Ini aku Ethan!" Teriak Christian merentangkan tangannya saat mendekati perkumpulan mereka di basement.

Diana yang mabuk tentu saja akan percaya. Seperti biasanya, ia akan menjerit senang lalu ikut merentangkan tangan. Namun Ethan dengan cepat menahan wanita itu membuat Christian tertawa terbahak-bahak.

"Jangan menggodanya, Christ. Ethan sudah cukup pusing dengan keadaan Diana." Inanna menegur Christian setelah pria itu merengkuh pinggang Inanna.

Hera melirik tangan Christian dan entah bagaimana dirinya kembali membayangkan lengan kekar pria misterius yang memeluk pinggangnya di lorong gelap.

"Kami harus pulang sekarang dan menjemput si kembar di rumah Ibuku."

"Aku pikir anak-anak sudah tidur. Kita bisa menjemput mereka besok pagi," usul Christian membuat Inanna menatapnya tajam. Inanna tahu makna dari kalimat suaminya ini.

Hera mengangguk saat pasangan itu mendekati mobil mereka. "Hati-hati."

"Kami juga. Tapi di mana mobilmu?" Ethan bertanya.

"Aku menggunakan taksi." Hera menunjuk taksi di depan gerbang sekolah.

Ethan mengangguk. "Kau juga, setelah pulang ke rumah kau harus mendapatkan aspirin." Ia memeluk Hera sebelum membantu Diana duduk di kursi penumpang.

"Kau yakin tidak ingin pulang bersamaku?" Tanya Helena yang sudah berada di limusin hitam.

Hera menggeleng. "I'm fine. Aku harus kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan dan kebetulan juga mobilku masih berada di sana."

Helena tersenyum. "Kalau begitu aku duluan."

Hera melambaikan tangannya saat ketiga kendaran melewatinya hingga membaur di jalan raya. Setelahnya, Hera bergegas ke taksi yang telah menunggu sedari tadi. Ia memerintahkan untuk ke kantornya dan taksi tersebut sudah berkendara di jalan raya. Ponsel Hera berdering tanda pesan masuk. Ia mengeluarkan ponselnya dan melihat notifikasi surel dari Brian tentang proposal mendatang.

Saat ia ingin menyimpan kembali ponselnya, sebuah key card hotel mengalihkan pandangannya. Hera mengambil key card tersebut. Memeganginya seraya menatap ke luar jendela taksi.

Cukup lama ia termenung hingga ia memutuskan kontak pandangannya dari luar jendela ke depan, ke pengemudi.

"Tolong balik arah."

Sopir menatapnya dari kaca mobil. "Yes, Miss?"

"To the four seasons hotel, please."

*TBC*


Spam komennya boleh:"

Follow IG: @ririlidya7

BEAUTY VENUS [#4 VENUS SERIES]Where stories live. Discover now