Silent

150 22 2
                                    

Mata Hyeorin tak hentinya mengamati ranting dedaunan yang bergerak-gerak pelan tatkala hembusan angin menerpanya dari balik jendela kamarnya.

Gadis itu baru saja menyelesaikan belajarnya, ia berharap besok pagi ujiannya sedikit lebih baik daripada hari ini.

Ketika sedang asyik menatap suasana jalanan dibawah yang sudah remang-remang sejak beberapa menit yang lalu, tiba-tiba ponsel Hyeorin yang berada diatas nakas tempat tidurnya berdering, layarnya terlihat berkedip-kedip dari kejauhan menandakan ada sebuah panggilan masuk kedalamnya.

Ini adalah panggilan ke empat setelah Hyeorin mencoba mengabaikan panggilan tersebut terus menerus.

Ia menghela nafasanya pelan mengamati benda itu lalu mulai beranjak dari duduknya untuk melihat siapa yang menghubunginya tengah malam begini sebelum panggilan selesai.

"Benar-benar menyebalkan, apa dia tidak tahu aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun saat ini." gerutu Hyeorin sedikit kesal sembari berjalan mendekati benda persegi tersebut.

Dua buah emotikon muncul dilayarnya.

Seketika itu juga Hyeorin menjadi tak berminat untuk menerima panggilan tersebut.
Perasaannya belum juga membaik padahal ia sudah berusaha memafkan dan melupakan kejadian itu.

Lagi-lagi putaran kejadian sore itu muncul diingatan Hyeorin dengan begitu jelasnya.

Bagaimana ia bisa melupakannya begitu saja jika banyak pertanyaannya sama sekali belum terjawab hingga kini.

Hyeorin memutuskan menonaktifkan ponselnya begitu panggilan diakhiri.

Lalu ia menutup jendela kamar dan mematikan lampu kamarnya, menyisakan cahaya remang-remang.

Detik jarum jam mulai terdengar jelas, sudah pukul satu malam. Seharusnya ia segera tidur jika tidak ingin berangkat terlambat besok pagi.

'Cukup untuk hari ini. Tidak ada yang begitu buruk dan tidak ada yang membaik.'

Hari-hari Hyeorin berjalan begitu saja dengan keadaan yang masih sama dan tak ada yang berubah sama sekali. Ia telah melewatkan lima harinya tanpa bercakap dengan pria yang memiliki senyum kotak khas itu.

Rindu.

Tetapi ia ingin perasaannya membaik terlebih dahulu.

---

Deru bus yang baru saja mengantarkan Hyeorin ke sekolahnya terdengar semakin memelan begitu bus itu melaju lagi menjauh.

Ditatapnya kedua sepatu yang ia kenakan, tali sepatunya bahkan ia biarkan terlepas begitu saja sejak tadi.

Hyeorin menghembuskan nafasnya lalu mulai melangkah masuk bersama dengan beberapa siswa yang terlihat tergesa-gesa.

Gadis itu mengangkat tangan kirinya tepat didepan wajah.

"Pantas saja, rupanya aku terlambat." Gumamnya lalu buru-buru mempercepat langkahnya.

Hari ini memasuki hari keenam ujian akhir tahun di sekolahnya dilaksanakan.
Dengan persiapan matang, Hyeorin percaya bahwa kali ini ia tidak akan gagal lagi seperti empat hari sebelumnya.

Semalam ia juga telah merelakan makan malamnya yang tergesa-gesa dan tidurnya yang larut hanya untuk menghafal materi hari ini.

Hyeorin bukan tipikal gadis yang pandai untuk menghafalkan materi jauh-jauh hari. Jadi ia selalu saja mempraktikan sistem belajarnya yang sangat tidak karuan yaitu sistem kebut semalam. Tentu ia tahu, tidak baik untuk kesehatannya. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak ingin gagal lagi dalam ujiannya.

OUR DAYWhere stories live. Discover now