(51) | PSH 🌈

3.6K 221 58
                                    

Selamat Membaca!

Bagaikan mesin waktu, Athala kembali lagi ke masa lalu. Dimana dia menjadi gadis yang rapuh dan hanya bisa menangis mengutuk dunia yang selalu mempermainkan takdir.

Kenapa disaat dia ingin membuka pintu hatinya, semesta menghadirkan seseorang yang belum sepenuhnya hilang dari dalam hatinya? Mengapa dia harus kembali dan memberikan kabar yang justru memperburuk keadaannya?

Athala meringkuk di pojok kamar dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. Ketukan serta suara yang menyuruhnya untuk membukakan pintu tak ia hiraukan. Dia hanya ingin menangis. Karena menangis adalah salah satu cara untuk menyamarkan rasa sakit hatinya, walaupun tidak sepenuhnya hilang.

"Athala, tolong buka pintunya. Jangan kayak gini. Gue gak mau lo kenapa-napa," Davin menunggui Athala di depan kamarnya.

"Gue sayang sama lo, tapi gue juga suka sama Raisa. Please maafin gue," tangannya yang digunakan untuk mengetuk pintu mulai melemah.

"Sebelum gue balik lagi ke Singapore, gue pengen masalah ini kelar dan gue hidup dengan tenang di sana," Davin terus berkata walaupun Athala tak memberinya jawaban apapun. "lo berhak dapetin seseorang yang bisa membahagiakan lo, tapi bukan gue orangnya. Please, Tha, buka pintunya sekarang!"

Helaan napas panjang lolos dari mulut Davin ketika melihat tak ada respon apapun dari Athala. Dia hendak berbalik pergi karena sia-sia saja, Athala takkan pernah memaafkannya.

Langkah Davin terhenti kala akhirnya Athala mau membukakan pintu kamarnya. Gadis itu langsung menubruk dada bidang Davin. Menumpahkan segala kesedihannya di sana.

"Gue mohon, jangan pergi!" pinta gadis itu disela isakannya.

Davin diam. Dia meletakkan dagunya di atas kepala gadis itu lalu mengelus surai panjangnya. Nampak setetes air mata jatuh membasahi pipi Davin.

Davin menguraikan pelukannya lalu dengan kedua tangan dia memegang sisi wajah Athala seraya menatapnya lembut. "Gue gak akan pergi kok, gue selalu ada di dalam hati lo. Tapi kita gak bisa bersama lagi, Athala. Gue punya kehidupan baru, lo juga. Jadi mulai sekarang kita hidup masing-masing, ya?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya lemah, tidak setuju dengan perkataan Davin. Dia tidak rela jika harus melepaskan Davin begitu saja.

"Kisah cinta kita biarkanlah menjadi kenangan. Mari kubur perasaan ini dalam-dalam. Karena mau sekuat apapun berjuang, kalau semesta tidak mengijinkan bersama, kita bisa apa, Tha?"

Athala tak mampu berkata-kata, ini terlalu rumit baginya.

"Gue tau ini sulit tapi gue minta sama lo, tolong relain gue. Gue gak mau lo terjebak dalam bayang-bayang masa lalu bersama gue. Gue mau lo bahagia Tha, bahagia dengan Chandra. Dia serius sayang sama lo,"

"Cha...chandra?" jawab Athala dengan terbata.

Davin mengangguk pelan. "Chandra Alditya, dia sahabat gue sejak kecil. Gue juga nyuruh dia buat jagain lo selama gue di Singapore. Dan gue kenal dia dengan baik, lo cewek beruntung karena bisa dapetin hati Chandra,"

"Ta..pi gimana bisa?"

"Bisa, karena Chandra tulus sama lo. Lo bisa kan ikhlasin gue?"

Athala mengangguk samar lalu memaksakan tersenyum. "Gue ikhlasin lo pergi... tapi dengan syarat lo harus bahagia sama Raisa,"

Seketika senyum Davin mengembang. Cowok itu segera menarik lagi Athala ke dalam dekapannya.

Dia berbisik lembut, "Kalau gue bahagia, lo juga harus bahagia, Athala,"

Pelangi Setelah HujanWo Geschichten leben. Entdecke jetzt