(08) | PSH 🌈

16.6K 826 18
                                    

happy reading:)

🌈🌈

Andrew menepati janjinya untuk mengajak Ica berjalan-jalan bersamanya. Seperti saat ini, setelah mengantri untuk membeli tiket bioskop, akhirnya mereka bisa menikmati tayangan film yang sedang diputar beberapa menit lalu itu.

Semua orang yang berada di dalam ruangan itu berteriak histeris saat tiba-tiba pemeran utama yang menjadi hantu menampilkan wujudnya di layar kaca. Ica pun termasuk dalam golongan itu. Bahkan teriakannya yang melengking berhasil membuat Andrew menutup telinganya. Ica yang ketakutan memilih menyembunyikan wajahnya di lengan Andrew.

"Andrew, gue takut! Itu hantunya serem banget!"

Cowok itu mendengkus. Kalau takut dengan hantu, ngapain milih nonton horror?

Setelah menghabiskan waktu dua jam di dalam bioskop, dua remaja itu berjalan menuju foodcourt di lantai dasar. Mereka memesan beberapa menu untuk disantapnya sore ini.

"Gue liat-liat daritadi, muka lo kek nggak mood gitu. Kenapa?" tanya Ica karena penasaran dengan perubahan raut wajah Andrew.

"Gue kurang menikmati film yang tadi aja," walaupun bukan alasan yang sesungguhnya, tetapi itu benar adanya kok.

"Loh, kenapa? Kurang serem ya?"

Andrew menggeleng pelan. "Gue lebih exticed sama film yang genrenya komedi daripada yang horor,"

"Yah, kenapa gak bilang?" ucap Ica dengan muka merasa bersalah.

Andrew memasang senyum maklum, biar kali ini saja dia menjadi bahan modusan Ica.

"Iya, gak papa kok santai aja!"

Gadis itu tersenyum lega. Dia terus mengamati pergerakan Andrew, termasuk ketika cowok itu menyeruput milkshake oreo miliknya.

"Lo suka sama milkshake oreo, ya?"

Andrew mengangguk pelan. "Iya, ini minuman kesukaan gue. Kenapa emangnya?"

"Athala juga suka minuman itu," perkataan Ica membuat Andrew hampir tersedak.

"Nih ya, sahabat gue yang satu itu kalau pergi kemana pun selaaaalu pesen milkshake oreo!" sambungnya.

Ketika nama Athala disebut, raut wajah Andrew menjadi berbinar. "Serius lo?"

Hanya anggukan kepala yang menjadi tanggapan Ica. Dia sendiri heran kenapa Andrew berubah ceria seperti itu.

"Ternyata kita punya kesukaan yang sama," gumam Andrew.

"Ha? Lo ngomong apa, Drew?" tanya Ica karena dia mendengar Andrew berkata sesuatu dengan pelan.

"Enggak kok, gak ngomong apa-apa!" Ica mengangguk saja tetapi dalam benaknya menaruh rasa curiga.

"Lo udah lama sahabatan sama Athala?"

Roman wajah Ica kini tidak sesenang beberapa menit yang lalu, "Emm, gue sahabatan sama dia dari awal masuk SMA,"

Cowok itu mengangguk paham, "Pantesan aja. Jaga terus persahabatan kalian ya, jangan sampe terputus karena masalah kecil!"

"Iya, gue paham kok. Kenapa lo tiba-tiba nanyain Athala?"

"Gue penasaran aja sih! Lo 'kan sahabatnya nih, pasti lo tau dong kesukaan dia apa aja?"

"Eh, emang seenak apa sih milshake oreo itu sampe lo suka?" Ica mengalihkan pembicaraan. Dia tidak suka ketika cowok yang ditaksirnya malah menanyakan orang lain.

"Apapun yang berkaitan sama oreo, segalanya pasti enak!" ucap Andrew dengan senyuman yang terpatri di wajahnya.

"Mau nyobain dong!"

Tanpa menunggu persetujuan dari cowok itu, Ica segera menyedot minuman milik Andrew.

___

Semilir angin malam menerbangkan helaian rambut seorang gadis yang tengah berdiri di balkon kamarnya. Sedari tadi matanya tak henti menatap kagum ke arah hamparan bintang di atas sana. Namun sayang, aktivitasnya harus terganggu karena getaran yang berasal dari ponsel dalam genggamannya. Nama Andrew terpampang jelas di layar ponselnya, tetapi Athala sama sekali tidak berniat untuk menjawab panggilan dari Andrew. Sampai akhirnya cowok itu menyerah untuk menghubungi Athala. Tetapi baru beberapa detik berlalu benda pipih itu kembali berbunyi, kali ini sebuah nomor tidak dikenal yang mencoba menghubunginya.

"Halo?"

Tidak ada jawaban.

"Halo? Ini siapa ya?"

Tetap tidak ada jawaban.

"Kalau gak jawab gue tutup nih!"

"Bentar dulu dong, masa baru nelpon udah ditutup aja!"

Athala merasa familiar dengan suara tersebut, dia melebarkan bola matanya ketika ingat siapa pemilik suara itu. "Lo ngapain nelpon gue?"

"Emm... ngapain ya?"

"Davin, gue serius!"

"Oh, ceritanya lo mau gue seriusin nih?"

"Gue tutup nih!" kata Athala dengan intonasi mengancam.

"Eh, jangan dong! Tadi gue cuma becanda doang kok, suer!"

Mendengar nada panik Davin sontak membuat Athala menyunggingkan seulas senyuman tipis.

"By the way, coba lo ke balkon sekarang deh! Soalnya bintangnya lagi banyak banget!"

"Ini gue juga lagi liat bintang!"

Seluas apapun jarak membentang, tetapi mereka tetap memandang langit yang sama. Diantara hamparan sejuta bintang, menemani dua insan yang sama-sama belum menyadari sebuah rasa.

"Kalau lagi nonton bintang gini tuh rasanya kayak liat senyuman lo!" celetuk Davin tiba-tiba, tetapi tidak ada sahutan dari sebrang sana. "gue tau sekarang lo lagi senyum,"

"Sok tau!"

Tebakan Davin ternyata benar, walaupun cowok itu tidak bisa melihatnya, tetapi sejak tadi Athala tak bisa menghilangkan senyumannya itu.

"Emang bener, 'kan? Senyuman lo itu bersinar, Tha, seperti bintang di atas sana. Suatu saat gue akan milikin senyuman lo, gue yang bakalan jadi penyebab lo tersenyum, Tha."

Kalimat tadi sukses membuat jantung Athala tak karuan, dia juga tak tau harus menjawab seperti apa kepada Davin.

"Lo harus sering tersenyum ya, Tha! Karena kalau lo gak senyum, bintang pun ikut gak bersinar."

Pelangi Setelah HujanWhere stories live. Discover now