(15) | PSH 🌈

12.1K 699 15
                                    

happy reading:)

🌈🌈

Besok harinya, Athala sudah bisa bersekolah kembali seperti biasa. Saat ini, dia tengah berjalan beriringan bersama Davin menelusuri koridor kelasnya. Keduanya nampak serasi. Bahkan beberapa orang iri pada hubungan mereka.

Tangan kasar Davin memegang dahi hangat Athala. Lantas gadis itu segera menepis tangannya. "Apa sih?"

"Muka lo pucet, Tha. Ke UKS aja yuk!"

"Nggak mau ah! Paling juga ini efek dari demam kemaren aja kok."

"Beneran? Kalau ada apa-apa langsung bilang ke gue."

Gadis itu pun mengangguk kemudian berjinjit untuk mencubit pipi Davin. "Iya ih bawel banget sih!"

"Lo tunggu dulu di sini!" ucapnya seraya melepaskan diri dari Athala.

"Kemana?"

"Toilet." Samar-samar Athala bisa mendengar teriakan Davin walaupun tubuhnya sudah menghilang di balik koridor.

Sembari menunggu Davin, dia melanjutkan perjalanan menuju kelasnya. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba rasa pusing menyergap kepalanya. Tangan Athala memegang perutnya yang mendadak kram. Wajahnya kian memucat bersamaan dengan keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. Kebutulan, dia mendapat masa menstruasi hari pertamanya.

"Hei!" Seseorang menepuk pundaknya. Saat Athala menoleh, matanya membelalak ketika melihat muka piasnya. "Lo kenapa, Tha?" tanyanya khawatir.

Athala menggeleng lemah. Bahkan dirinya tak sanggup bicara karena sakit di perut semakin menyiksanya.

"Kalau masih sakit nggak usah sekolah dulu lah. Ayo gue anter ke UKS, nanti gue izinin lo sama guru."

Athala yang tak bisa apa-apa hanya mengangguk. Dia pasrah saat Andrew menuntunnya menuju UKS. Namun tiba-tiba saja tubuhnya ditarik kencang oleh seseorang. Sebelum mengetahui siapa sosok itu, dia sudah tidak sadarkan diri.

___

Setelah beberapa menit menemani gadisnya di sisi ranjang UKS,  Athala membuka mata. Dia sempat bergumam tak jelas sampai telinganya mendengar panggilan lemah gadis itu.

"Davin, mau minum."

Namun Davin hanya meliriknya sekilas. "Ambil aja sendiri." cowok itu kembali fokus dengan ponsel di genggamannya.

Athala membatu, merasa heran dengan perubahan sikap Davin. Dia bergerak untuk merubah posisinya menjadi duduk menghadap Davin.

"Kenapa sikap lo berubah kayak gini?" Athala bertanya dengan lirih.

"Masih nanya kenapa?"

Athala menggeleng semakin tak paham. "Gue nggak ngerti sama sekali, Dav."

Cowok itu menghembuskan napas panjang seraya menatap Athala dengan pandangan terluka. "Tadi pagi lo terima gitu aja ajakan si Andrew buat ke UKS. Padahal sebelumnya gue udah nawarin lo lebih dulu, tapi lo nolak."

"Jadi niat lo mau ngegedein masalah sepele ini?"

"Masalah sepele kata lo?"

"Iya! Kenapa coba harus dipermasalahin? Niat Andrew baik kok sama gue."

"Terus menurut lo, gue sama sekali gak baik gitu?"

Sontak Athala terdiam. Kalimat Davin selanjutnya membuat gadis itu merasa bersalah.

"Gue cuma mau jadi orang pertama yang lo panggil saat lo butuh bantuan, bukan orang lain."

___

Saat jam istirahat tiba, biasanya Athala akan pergi ke kantin bersama Davin. Namun pengecualian untuk hari ini. Karena sebuah kesalahpahaman menjadi sekat diantara mereka berdua.

Gadis itu merasa sakit hati saat tidak sengaja dia berpapasan dengan Davin di pintu depan kantin. Cowok itu mengabaikannya, bahkan untuk melihat pun tidak.

Athala berdecak kesal. Kemudian dia berjalan menuju stand yang menjual bakso, ia memesan satu mangkuk. Tetapi dengan sengaja dia menuangkan empat sendok sambal ke dalamnya. Alasannya? Athala ingin menarik perhatian Davin.

Gadis itu memilih duduk sendiri di meja yang biasa ia tempati. Athala menelan salivanya susah payah. Melihat kuah bakso miliknya yang sangat merah membuatnya ragu untuk menyantap makanan itu.

Tetapi demi Davin, dia akan tetap melakukannya!

"Berhasil nggak, ya?" monolognya.

Dengan gerakan perlahan, Athala memasukkan bakso yang sudah dipotong keci-kecil itu ke dalam mulutnya. Matanya terpejam rapat merasakan sensasi pedas yang tak sanggup dia tahan. Dia menggebrak meja dengan keras sehingga membuat semua orang terkejut lalu mengalihkan pandangan padanya.

"Astagfirullah, pedes banget gila?!" Athala mengipasi wajahnya yang memerah dengan tangan. Dia terlalu fokus untuk menarik perhatian Davin sampai dia lupa untuk membeli minuman.

Cowok yang dimaksud sebenarnya tahu bahkan melihat kelakuan gadisnya itu. Dia menghampiri Athala dengan tergesa-gesa dan raut wajahnya yang khawatir. Namun langkahnya terhenti begitu saja saat melihat Andrew sudah lebih dulu memberikan sebotol air mineral untuk Athala.

Dengan tidak sabaran, Athala meraih botol itu lalu meneguknya hingga tandas. Tetapi tetap saja lidahnya masih terasa panas. Dia mencoba untuk tidak menangis di tempat ini untuk kedua kalinya hanya karena alasan yang sama.

"Lo nggak ada kerjaan lain apa selain nuangin sambel banyak-banyak di bakso lo?" Andrew mengomeli Athala yang nampak tidak mendengarkannya. Fokusnya hanya satu, yaitu memperhatikan Davin yang kini mulai melangkahkah kaki keluar dari kantin.

Athala meremas botol kosong yang berada  di tangannya dengan bibir yang maju beberapa senti.

Gue udah rela-relain makan bakso yang pedesnya kek neraka! Eh tapi dianya malah bodo amat, kampret emang Davin!

"Kenapa lo remes botolnya, Tha?"

Mata Athala mengerjap pelan, tersadar akan apa yang tengah dia lakukan. "Eh?"

Pelangi Setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang