(07) | PSH 🌈

15.6K 811 10
                                    

happy reading:)

🌈🌈

Suasana kelas yang awalnya hening kini berubah drastis ketika melihat kedatangan Bu Betty. Sebenarnya bukan beliau penyebab kekacauan itu terjadi, melainkan seorang laki-laki dengan tinggi badan rata-rata serta berkulit putihlah yang mengekor di belakang beliau.

Berbagai bisikan mengenai dirinya bahkan sampai ke telinga cowok itu membuatnya tersenyum tipis.

"Diam semuanya!" bentakan Bu Betty mampu membungkam semua bibir di kelas itu. "hari ini kelas kalian kedatangan murid baru. Sekarang perkenalkan diri kamu!"

Dia mengangguk lalu mulai memperkenalkan dirinya. "Hai! Nama gue Andrew Limelta, gue pindahan dari SMA Garuda. Salam kenal!"

"Sudah cukup, nak Andrew?"

"Cukup, Bu!"

"Yasudah kamu bisa duduk di samping Ica. Kebetulan hanya di situ kursi yang kosong,"

Andrew mengangguk patuh, "Terimakasih, Bu!"

Andrew berjalan menuju tempat duduknya yaitu di sebelah Ica. Sementara perempuan itu nampak bahagia karena bisa semeja dengan pujaan hatinya.

Bu Betty meletakkan kertas yang dibawanya ke atas meja. "Hari ini Bu Raina berhalangan hadir, tetapi ulangan harian Biologi tetap akan dilaksanakan," ucap beliau membuat hampir semua murid di kelas itu mendesah kesal. "Daffa! Bagikan kertas ulangan ini dan kumpulkan saat jam istirahat nanti. Ibu tidak bisa mengawasi kalian karena mempunyai kepentingan dengan Bapak Kepala Sekolah. Ingat, tidak ada nyontek-menyontek!"

"Iya, Bu!" koor semua murid.

Selepas beliau meninggalkan kelas, berbagai umpatan keluar dari mulut siswa yang menginginkan free class, namun ternyata tidak sesuai dengan ekspektasinya.

"Hai, Athala! Kita ketemu lagi!" kata Andrew seraya mengubah posisinya menjadi menghadap Athala.

Athala tersenyum singkat. "Drew, kenalin mereka sahabat-sahabat gue,"

Ica lebih dulu menjulurkan tangannya seraya menampilkan senyuman terbaik yang dia miliki, "Gue Anisa Saftiani, panggil aja Ica. Salam kenal ya, semoga lo nyaman semeja sama gue,"

"Iya, salam kenal juga Ica. By the way, senyum lo manis!"

Kalimat tadi sontak membuat kedua pipi Ica merah merona, malu karena dipuji oleh gebetannya sendiri. Dia menggigit bibir bawah menahan teriakan gembiranya.

Tawa Andrew pun pecah melihat wajah teman sebangkunya yang memerah. "Becanda kali, gak usah baper gitu!"

Senyuman yang menghiasi bibir Ica perlahan luntur. Dirinya seolah diterbangkan sampai ke langit tertinggi, tetapi akhirnya dihempaskan ke dasar jurang. Sakit.

"Dan gue Mutiara Assiva, panggil aja Ara," ucap Ara tanpa repot-repot mengulurkan tangannya.

Andrew pun mengangguk, "Oke, Ara. Salam kenal!"

Pembicaraan mereka harus terhenti karena kedatangan Daffa ke mejanya.

"Kerjain ini dulu, kenalannya nanti aja. Awas kalo berani nyontek!" ucapnya seraya membagikan masing-masing selembar kertas yang berisi soal-soal Biologi.

"Nyontek aja lah, nggak ada yang ngawas ini!" celetuk Ara.

"Gue aduin ke Bu Betty, mampus lo!"

"Elah, aduan amat lo, Daf!" cowok itu segera pergi dari hadapan mereka tanpa mengindahkan ucapan Ara.

Bagi yang senang ataupun merasa pelajaran Biologi itu mudah, sesegera mungkin mengambil alat tulis lalu menuliskan jawabannya di kertas yang tersedia. Termasuk Athala. Dia bersama kedua sahabatnya, ditambah si murid baru mengerjakan tugas itu secara bersama-sama. Saling membantu jika salah satu dari mereka ada yang tidak paham dengan soal ulangan itu.

Sementara temannya fokus mengerjakan, Ica malah asyik memandang wajah Andrew dari samping.

Dari samping aja ganteng apalagi diliat dari depan! batinnya.

"Emm, Tha?"

Athala menoleh.

"Nanti sore ada acara nggak? Gue mau ajak lo jalan,"

Athala melirik Ica yang sekarang nampak mengedipkan sebelah matanya, "Sorry, Drew, gue gak bisa ada urusan keluarga soalnya,"

"Tapi kalau lo pengin jalan mending sama Ica aja, mumpung dia lagi free," sambungnya.

"Tapi---"

"Iya, Drew, gue mau kok jalan sama lo!" sahut Ica dengan nada riang.

Meskipun wajahnya berubah masam, Andrew perlahan mengangguk. "Yaudah deh, entar gue jemput."

___

Athala berjalan pelan di koridor yang menghubungkan ke arah toilet. Sementara teman-temannya ke kantin, dia terlebih dahulu ingin menuntaskan panggilan alamnya.

Ketika sedang membasuh tangan di wastafel, Athala melihat pantulan seseorang selain dirinya di cermin toilet. Lantas gadis itu membalikan tubuhnya.

"Hai, adik manis!" sapanya.

Athala memandang datar sosok itu. Dia tidak mau repot-repot membalas sapaannya yang terkesan meremehkan.

Merasa dihiraukan, sosok itu mengeraskan rahang. "Lo berani ngacuhin gue?"

"Ada perlu apa ya, Kak?" Athala berusaha bersikap tenang di hadapannya.

Athala tentu saja kenal dengan gadis itu. Dia Gita, cewek paling disegani di sekolah. Cewek yang nggak berprikemanusiaan karena selalu mengganggu orang tanpa sebab.

Informasi tambahan, dia mantan pacar Davin.

Mungkin sekarang, dia yang akan menjadi target bullyan selanjutnya. Tetapi Athala sama sekali tidak merasa berbuat masalah sedikit pun kepadanya.

"Semenjak putus dari gue, selera Davin turun drastis ya!" sinis Gita seraya memandang Athala dari bawah sampai ke atas.

"Maksud lo apa?"

"Dengerin ini baik-baik, adik manis! Mulai sekarang lo harus jauhin Davin, karena lo tuh nggak pantes buat dia!"

"Urusan sama lo apa, Kak?" tantang Athala.

Gadis itu memandang Athala murka, lantas segera mendorong bahu Athala dengan kasar. "Gue mantan pacarnya Davin! Jadi gue tau selera dia kayak apa! Cuma gue yang pantes bersanding sama dia!"

"Cuma mantan pacar, kan? Status mantan itu nggak spesial, Kak. Apalagi kalau udah dibuang tapi tetep aja ngejar-ngejar. Apa lagi namanya kalau bukan murahan?"

PLAK!

"Berani ya lo ngatain gue murahan?! Gue itu senior disini!"

Athala terkekeh pelan seraya memegang pipinya yang terasa panas. "Kok bisa ya, senior di sekolah elit ini punya murid yang kelakuannya kek sampah!"

"Kurang ajar!"

Tangan Gita melayang hendak mendaratkan tamparan lagi. Tetapi sebelum itu terjadi, Athala menangkap tangan Gita lalu memelintirkan ke belakang tubuhnya. Suara teriakan kesakitan gadis itu menggema di dalam toilet.

"Nindas adik kelas nggak bakal bikin lo jadi orang terhormat, Kak. Tapi malah nurunin harga diri lo!"

Setelah mengatakan kalimat itu, Athala melepaskan cengkramannya lalu pergi dari toilet.

"Awas aja ya, lo! Jangan pikir lo adik dari Zero terus gue bisa takut sama lo? Gak akan pernah!" teriakan Gita masih bisa terdengar sampai ke luar ruangan.

"Kalau lo masih nekat deket-deket sama Davin, gue pastiin hidup lo gak bakalan tenang, Athala."

Pelangi Setelah HujanWhere stories live. Discover now