41 - help, i have 11 main characters and this story is a disaster

Start from the beginning
                                    

Pengalaman sekamar bersama sang adik merupakan satu di antara sekian banyak memori masa kecil yang sudah lama terkubur di benak Charles; tak terjangkau jika tujuannya untuk diulang, tetapi masih bisa diraih jika dia semata-mata ingin mengenang.

Kale Bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas ranjang, kaki disilangkan, selagi berpasang-pasang mata memantau mereka lewat cermin dua arah yang terpasang pada salah satu dinding.

Apa yang hendak terjadi selanjutnya di antara mereka, Charles berpura-pura menganggapnya sebagai kegiatan bercakap-cakap biasa. Bukan interogasi, tidak ada ancam-mengancam sama sekali, apalagi sampai berkelahi. Hanya obrolan mengenai sekelompok teroris yang kebetulan merupakan kenalan Connor.

Nahas, berpura-pura tidak pernah sesulit ini sebelumnya.

Charles meraih selembar foto dari dalam amplop tanpa benar-benar melihat, sebab fokusnya terpaku kepada sang adik dan segala gerak-geriknya yang terlampau santai. Connor memangku dagu di atas kepalan tangan, kepala dimiringkan, netra hijaunya yang sedikit sayu memperhatikan Charles tak kalah cermat.

"Apa yang kau tahu soal orang ini?" gumam Charles sembari melemparkan foto ke ranjang.

Lembaran foto itu menampakkan potret seorang gadis muda yang tengah terbaring tak sadarkan diri di sebuah arena lapangan indoor. Luka-luka lebam ringan mendominasi nyaris keseluruhan wajahnya, tetapi yang paling parah terdapat di mata kanan—biru dan membengkak—pertanda habis menerima tonjokan luar biasa keras. Hidung serta sudut bibirnya pun mengucurkan darah. Sekilas, Charles sempat mengira gadis itu adalah laki-laki berkat surai cokelat tanahnya yang dipangkas undercut.

Connor mengangkat foto ke depan mukanya, alhasil memperlihatkan nama Isabelle Zachary yang tertera di bagian belakang foto. Ia ber-hm panjang. "Isabelle Zachary," katanya, "atau Bellezza, merupakan mantan atlet martial arts tangguh asal Distrik Aguare. Ia berhenti tepat setelah kejadian di foto ini." Connor meletakkan kembali foto tersebut, menggeleng-geleng. "Pelatih Bellezza memaksanya ikut pertandingan kelas berat saat usianya baru menginjak empat belas. Tidak cuma kalah total, Bellezza juga menderita patah kaki dan terancam cacat seumur hidup."

Sejenak terdiam, Charles kemudian bertanya, "Kau yang menyembuhkannya?"

"Bisa dibilang begitu." Connor mengedikkan bahu. "Bergabung bersama Venom adalah bentuk balas budi Bellezza terhadapku."

"Apa pula yang kau dapatkan dari itu?"

Connor tersenyum misterius. "Lanjutkan saja dulu. Kau ingin aku membongkar masa lalu mereka semua, bukan?"

Memang demikian rencananya. Charles mengembuskan napas, tidak memiliki pilihan yang lebih baik selain menuruti Connor mumpung dia sedang ingin berbagi informasi. Foto Isabelle Zachary disingkirkan, kemudian dikeluarkanlah lembaran foto berikutnya.

Charles kenal yang satu ini: seorang laki-laki berseragam sales. Rambut pirang cerahnya bergaya—jika itu bisa disebut gaya—berantakan khas orang bangun tidur, irisnya yang semerah rubi berbinar-binar. Suasana di sekeliling lelaki itu gemerlapan dan disesaki kerumunan orang. Dia sendiri menyadari keberadaan kamera dan dengan senang hati memberikan pose manyun kepada sang fotografer; bibir bawahnya yang lebih tebal dimajukan bak bocah tengah memelas minta dibelikan mainan.

Betapa manis dan hampir-hampir polos penampilannya di dalam foto; tidak seperti terakhir kali Charles menemuinya. Bengis, kejam, teroris.

"Ryan Hester," Connor berucap, "alias Ray, lahir dari seorang pelacur yang sudah terlalu sering diajak bercinta sehingga tidak jelas siapa identitas ayahnya. Dia sedang bekerja di sebuah pub di kawasan Goodnight Street, Distrik Geldorie, sewaktu sekelompok pria mabuk datang dan mencoba memperkosanya. Entah bagaimana nasib Ray kalau aku tidak ... " Connor serta-merta berhenti melanjutkan, ekspresinya getir bercampur mual.

heart of terrorWhere stories live. Discover now