e l e v e n t h

8.4K 1.5K 192
                                    

Jungkook keluar dari kamar sang adik. Meninggalkan Soobin yang masih kesal karena dipaksa meminta maaf. Beomgyu yang masih ada di dalam kamar Soobin hanya dapat menepuk-nepuk punggung teman sebangkunya.

"Sialan," umpat Soobin.

Beomgyu meletakan ponselnya di atas nakas, tersenyum kecil, "sabar ya, Bin. Mungkin kak Jungkook cuma bantu ngebukain jalan lo sama Yeonjun,"

Soobin menoleh, menatap Beomgyu tajam, "jalan apaan?"

"Jalan yang lurus, biar gak berantem mulu, dosa," tukas Beomgyu sambil tertawa puas.

Soobin yang masih kesal dengan kakaknya, hanya diam tidak merespon dan membiarkan Beomgyu terus menepuk-nepuk punggungnya.

"Gyu,"

"Apa?"

"Gue rugi besar, Gyu."

Beomgyu menaikan kedua alisnya, menatap Soobin bingung, "rugi apaan?"

Sepertinya ada yang sedang kesal karena bunga yang dibeli kemarin sambil hujan-hujanan tidak dapat digunakan untuk balas dendam.

---

Soobin berlari menuju atap sekolah. Bel istirahat pertama sudah berbunyi dari tadi, tetapi Soobin baru sempat karena dipanggil Bu Saeyoon pasal olimpiade matematika tempo hari.

Membuka pintu menuju atap, lalu sepasang matanya cepat menangkap Yeonjun yang sedang duduk di tempat biasanya.

Tanpa lama, Soobin duduk di seberang Yeonjun, menstabilkan napasnya lalu menatap Yeonjun yang merunduk sedari tadi.

"Lo ngaret enam menit empat puluh detik," tukas Yeonjun tiba-tiba, masih merunduk dan sedikit membuat Soobin berjengit.

"Dipanggil Bu Saeyoon," jawab Soobin sembari menggunakan topi yang ia bawa guna meminimalisir sinar matahari yang saat ini persis memancar ke arahnya.

Yeonjun mendongak, "dipanggil Bu Saeyoon doang, sampe ngos-ngosan dan keringetan?"

Soobin memutar kedua bola matanya, "gue lari pas kesini, gimana gak keringetan,"

"Sama,"

"Hah?"

"Iya sama. Kemarin lusa gue juga lari kesini, jadinya keringetan."

Soobin mendecih, "gak nanya dan gak peduli,"

Hening selama dua menit.

Tiga menit.

Lima menit.

"Makasih,"

Soobin terkejut, tentu saja. Mendengar penuturan Yeonjun membuat Soobin mendongak, menatap wajah Yeonjun telak.

"H-hah?" Soobin bertanya, memastikan kebenaran alat pendengarannya.

"Kemarin lusa, UKS. Makasih,"

Soobin mengangguk, "anggep aja balesan pas lo anter gue ke rumah sakit waktu luka jahit,"

"Makasih juga buat tongkat pramukanya," tukas Yeonjun sembari tertawa kecil.

Sungguh, ini pertama kalinya Soobin mendengar tawa Yeonjun selama tiga tahun terakhir. Damai sekali.

Soobin ikut tertawa kecil, "cuma tiga kali doang, kalo sakit berarti lo lemah,"

Yeonjun melemparkan sepatunya ke wajah Soobin, tertawa keras mendengar pekikan Soobin yang kalo teriak kedengeran sampai ke ruang guru, "eh monyet!" pekik Soobin.

Yeonjun lari dari kejaran Soobin, niatnya mau turun dari atap, tapi pintunya dihalangi yang lebih muda, ia meraih satu sepatunya lagi lalu melemparkannya ke perut Soobin, membuat lelaki berdimple
itu sedikit meringis karenanya.

Yeonjun mendekat ke arah Soobin, "lo gapapa?"

Sejak kapan ada kata gapapa dalam kamus mereka?

"I'm not father,"

Soobin balas melemparkan sepatu Yeonjun kepada empunya, telak mengenai wajahnya, lalu cepat-cepat membuka pintu dan turun dari tangga menuju kelas. Meninggalkan Yeonjun bersama sepasang sepatunya.

Soobin berlari cepat, sembari menoleh ke belakang, mendapati Yeonjun yang berjarak tiga meter darinya.

"Heh Yeon-"

Brak!

Soobin terjatuh, menabrak seseorang rupanya. Yeonjun yang sedari tadi mengejar Soobin sambil nyeker itu menyusul, "eh botis, bangun!"

Yang Soobin tabrak mendongak, menatap wajah dua orang di depannya, "Soobin? Yeonjun?"

Astaga, meet & greet bersama 'alasan pertama' rupanya?

---

Chapter di book ini emang pendek-pendek yo, biar episodenya banyak HEHE.

Enemy [✓]Where stories live. Discover now