34 - join the alliance of asshole to be the assholest to ever asshole

Começar do início
                                    

"Menurutmu itu yang terpenting sekarang?" Alis Valor bertaut jengkel. Usai melangsungkan misi penyelamatan Ray, dia tidak pernah beranjak terlalu jauh dari sisi sang rekan.

"Yah." Manik rubi Ray jatuh ke gips di tangan kanan Valor, dan tatapannya melembut dengan sendu. "Bagaimana tanganmu?"

"Aku masih bisa menggampar siapa pun sesuka hati." Saat mengatakannya, Valor terang-terangan memelototi Atlas. Perkelahian mereka berdua menjelang misi penyelamatan berakhir seri: keduanya tidak diizinkan turun ke pertempuran terbuka dan hanya boleh berperan sebagai pengisi amunisi senapan helikopter.

"Senang melihatmu tidak berubah, partner."

Ekspresi Valor tidak terbaca, bayang-bayang menyamarkan separuh wajahnya. "Yeah, sama," dia berkata lirih seraya meletakkan sebelah tangan di bahu Ray.

Saking intensnya suasana ketika itu, ketujuh anggota Venom lain hampir tidak bernapas. Reuni Duo Kijang tak ubahnya adegan drama picisan yang sering mereka tonton ramai-ramai di home theater mansion. Andaikan ada gerobak popcorn di dekat sini, Max niscaya sudah memborong lima bungkus.

Sejurus kemudian, Ray berdeham. "Omong-omong, penyelamatan tadi sore lumayan heroik." Dia memaksakan sebuah senyum meski bibirnya yang kering dan pecah-pecah dijamin menyulitkannya. "Tidak kusangka kalian senekat itu."

Jasper menggumam, "Jangan kaget begitu, dong."

Kita semua sudah dan akan selalu nekat demi satu sama lain.

Keheningan panjang nan tenteram dibiarkan menggantung. Alpha bersandar di salah satu kotak kayu, dan lama-kelamaan, semua meniru teladannya.

"Ini mengingatkanku kepada Waktu Hening," celetuk Max.

"Kau cuma rindu rumah," Andromeda menjelaskan dan Max refleks berjengit. "Jangan sungkan-sungkan. Aku pun sudah merindukan mansion," lanjut gadis itu, menalengkan kepala dan menyebabkan poni asimetrisnya terlihat semakin tidak proporsional. Dia berkata seolah-olah yang mencengangkan bukanlah keakuratannya dalam menerka serta menyimpulkan.

"Tunggu dulu, apa?" tanya Ray.

Lucille mendesah berat. "Tadi pagi adalah kali terakhir kita menempati mansion," terangnya lalu berpaling ke arah Alpha. "Ya, 'kan?"

"Uh, sederhananya begini. Kita tidak tahu apakah para polisi bakal menggerebek mansion atau tidak. Namun, jika demikian—yang moga-moga saja tidak—ada sebuah bom di pintu masuk yang akan meledak otomatis saat menangkap sensor asing. Ledakan satu memicu ledakan lain di sepenjuru mansion. Maksudku, aku memasang bom-bom lain di setiap ruangan, benar. Yang terbesar dan paling ampuh berada di kamarku. Intinya, mansion siap hancur kapan saja."

Alih-alih mengatakan sederhananya begini, mestinya Alpha bilang rumitnya begini, sebab penjelasan barusan tidak sederhana sama sekali.

"Aku tidak paham." Ray mengernyit. "Kenapa harus menghancurkan mansion? Kalau bukan pulang, mau ke mana kita sebetulnya?"

Alpha dan Lucille saling lirik, sedangkan sisanya mendadak tertarik dengan tanah atau sepatu bot masing-masing.

Atlas-lah yang pertama kali pulih. "Kita akan berlayar bersama sekelompok orang asing ke destinasi yang masih antah berantah," jawabnya singkat, padat, dan tidak jelas-jelas amat. "Supaya pelarian kita tidak meninggalkan jejak, mansion dan seluruh barang bukti harus dibinasakan."

Butuh beberapa detik detik agar kalimat tersebut dapat dicerna seutuhnya oleh otak Ray. "Mmm, aku tidak bilang ini ide yang buruk, tetapi siapa yang menyarankan?"

"Essence," bisik Bellezza. Dia menjabarkan perincian rencana yang Venom sepakati selagi Ray tidak ada, tentang Aliansi Penjahat, pelayaran di Sabtu pertama bulan Desember, kabur sejauh-jauhnya dari Arterierrn. "Identitas kita mulai terbongkar satu demi satu," tambahnya. "Masih ada waktu dan kesempatan kabur sebelum semua terlambat."

heart of terrorOnde histórias criam vida. Descubra agora