Bagian 2

85 18 12
                                    

"Awan kelabu terlihat berat melayang di langit sana. Sepertinya ia sudah tak kuasa membendung air yang memaksa turun menjadi hujan. Mengguyur bumi yang kering di bawahnya. Nampak sakit jika awan terus berusaha untuk membendungnya.

Awan itu sama sepertiku. Aku juga sudah tak bisa membendung rinduku padamu. Tunggu aku. Sebentar lagi aku tiba di rumahmu."

~

"Lihat siapa yang turun dari motor," pekik Danil sembari menyadarkan kakaknya bahwa ada seseorang yang mengunjungi mereka.

Nur memutar wajah menengok dari balik jendela. Ada rona tidak senang terpancar dari wajahnya. Bukan tanpa alasan. Orang yang selalu membuatnya jengkel telah tiba.

"Assalamualaikum!" Orang yang ditunjuk Danil tadi sudah masuk rumah tanpa dipersilahkan. Tidak punya malu.

"Orang salam tuh di jawab dong," bentaknya yang bahkan baru sedetik yang lalu melontarkan salam. Mana bisa Nur membalas salamnya secepat itu.

"Biasa saja. Lagi pula aku udah balas salammu kok. Dalam hati." Nur mengembungkan pipinya yang bulat sebagai reaksi protes.

"Kak Rafi dateng gak bawa apa apa nih?" tanya Danil. Dia ini sudah terbiasa materialistis dengan Rafi. Yah, salah dia juga yang selalu memanjakannya.

Rafi bergerak menuju tempat duduk Danil. Tangannya terangkat menutupi daun telinga Danil kemudian bibirnya  membisikkan sesuatu. Seketika senyum Danil merekah. Entah apa yang dia bisikkan pada adik kecil Nur.

Mereka selesai. Danil masuk ke kamarnya.

"Mau apa sih?" Rasa rasanya ada yang aneh dengan tingkah Rafi, "Aku sudah bilang kan, malam ini aku ada acara. Ladies night. Kau gak boleh ikut. Titik!"

"Siapa juga yang mau ikut?"  Ini sebuah keajaiban. Rafi untuk pertama kalinya gak mau ikut dengan Nur? Kelihatannya Nur akan menggelar syukuran besar-besar.

"Aaaa!!" Danil tersandung saat keluar dari kamarnya. Mereka berdua terkejut. Kini Nur tau apa yang mereka rencanakan.

Nur memutar mata melihat kelakuan dua bocah laki-laki itu. Yang satu masih ompong dan yang satu lagi sudah kelas tiga SMA.

"Bukankah ini ide yang cemerlang?" tanya Rafi sambil menaikkan sebelah alisnya sembari tersenyum tipis pada Nur. Dia sepertinya punya rencana lain di balik ini.

"Sekarang musim hujan. Untuk apa berkemah di luar. Kotor. Banyak nyamuk," bentak Nur dengan nada bicaranya yang selalu meledak setiap dengan Rafi. Mereka memang seperti itu, setiap kali bertemu selalu menghabiskan waktu dengan bertengkar.

"Kau pergi saja ke pestamu. Kami akan berkemah."

Penyedap Rasa - (Slow Update)Where stories live. Discover now