Bagian 23

22 6 0
                                    


Rani's pov

Semua orang sudah mencapai batasnya. Kami sudah berusaha, tapi hasilnya nihil. Tidak ada peningkatan sejak semalam. Nur sempat mengabari kami bahwa dia ingin keluar sebentar, tapi sampai sekarang belum kembali. Anak itu membuatku cemas saja.

"Ra, gimana nih? Sudah dari semalam kita mencari Nur tapi belum ketemu. Apa sebaiknya kita lapor polisi saja?" usulan Zee yang sudah menyerah. Keringat sudah bercucuran di badannya padahal masih subuh. Pukul 5 subuh tepatnya.

"Gak bisa. Setidaknya harus menunggu sampai 1 × 24 jam. Kita cari saja dulu," tolakku kemudian menginjak pedal gas lebih cepat. Tidak tahu harus kemana aku membanting stir mobil ini.

"Ra, kita lapor ke ibunya Nur saja. Apa kau tidak capek?" keluhnya lagi membuatku geram. Kenapa sih dia semanja itu. Tau begini sudah kutinggalkan dia di perempatan tadi. Di sana gelap. Cocok untuk santapan empuk para penjahat.

"Kau lupa, ibunya Nur sekarang berada di daerah terkena tsunami. Nasibnya saja belum ditemukan. Gimana caranya mau bantu kita?" Sejujurnya aku juga sudah letih. Tapi apa boleh buat, harus ada seseorang yang menemukan Nur.

Tiba-tiba Zee berteriak kencang. Aku lantas terkejut dan menginjak pedal rem seketika. Kami berdua terpelatuk. Zee berteriak lagi saat kepalanya beradu keras dengan bagian depan mobil.

"Ra, ada darah di bawah. Liat deh," bisik Zee dengan pelan. Mataku berusaha menangkap apa yang ada di depan roda mobil. Kondisi masih sangat gelap. Hanya ada pencahayaan dari lampu mobil.

Karena merasa curiga, aku memutuskan turun dari mobil untuk melihat lebih jelas. Benar kata Zee. Di tempat ini ada ceceran darah dan sebuah satu besar yang nampaknya digunakan seseorang untuk membunuh.

Pandanganku tergerak saat menemukan hal-hal ganjil lainnya. Ada banyak jejak kaki diatas pasir halus yang berantakan. Nampaknya telah terjadi pertengkaran disini.

Zee meneriakiku agar segera masuk ke dalam mobil. Ini masih gelap dan kami berada di tempat yang asing.

Aku berputar, mencoba mencari sesuatu yang mencurigakan di tempat ini. Zee sempat histeris melarang hingga akhirnya ikut turun karena penasaran.

Aku memicingkan mata saat mendapatkan sebuah ponsel bergembar Kapten Amerika milik Rafi. Tergeletak dibawah sebuah seng.

Sebenarnya apa yang terjadi di tempat ini?

****

Dari pengamatanku ini adalah kejahatan kelas kakap. Aku dan Zee saja tidak akan bisa melawannya. Jadi, kami memutuskan untuk melapor ke polisi.

Pukul 09:30. Kami tiba di kantor polisi. Membuat laporan orang hilang dengan bukti-bukti yang sudah kami kumpulkan. Aku menduga bahwa Nur diculik di perempatan itu.

"Ada berapa orang yang hilang dalam kasus ini?" Pa polisi tersebut mulai bertanya-tanya perihal laporan kami.

"Satu orang pak. Ini berkasnya. Identitasnya ada di sini. Terakhir kali sebelum hilang dia menggunakan pakaian biru dengan celana jeans," imbuhku yang ditanggapi datar oleh polisi itu. Apa dia tidak suka jika aku banyak bicara. Lagi pula, jika polisi menangani kasus seperti inikan biasanya banyak tanya.

"Baiklah. Berkas ini saya simpan dulu, dan anda bisa pulang." Aku dan Zee menganga dengan perlakuan polisi itu. Ha? Yang benar saja, Nur sedang hilang dan tanggapannya hanya seperti itu.

Memilih untuk tidak memancing keributan, aku dan Zee keluar kantor polisi dengan kesal. Benar-benar menjengkelkan.

jika seperti itu, aku yang akan mencari tau sendiri. Penyelidikan dimulai dari lokasi kejadian. Oh ya. Handphone Rafi kenapa bisa ada di sana?

Penyedap Rasa - (Slow Update)Where stories live. Discover now