Bagian 13

42 15 2
                                    

"Burung dara bulunya lentik, halo pramugari cantik .... " seorang pria yang baru saja naik ke pesawat sempat-sempatnya menggoda pramugari. Berdiri diambang pintu, membuat akses masuk tersendat.

"Mas, bisa minggir dikit gak? Kita mau lewat." Dengan intonasi jengkel Rani berjalan melewati orang itu. Aku dan Zee pun mengikutinya.

Pesawat meluncur keras bergesekan dengan udara lepas. Menimbulkan suara yang mengganggu pendengaran. Memotong pembicaraan kami.

Perasaanku tidak enak. Aku gugup. Bukan aku cemas, "Ra ... Zee ...," ucapnya lemas.

"Ha?" Seru mereka bersamaan. Tanganku gemetaran, bukan hanya tangan bahkan kaki hingga paha semuanya gemetaran, "Kayaknya aku harus ganti pembalut deh." Tatapanku jengah menunduk ke tempat dudukku.

"Astaga Nur, kamu ...." Zee ikut histeris melihat tempat dudukku. Benar-benar bukan saat yang tepat.

"Ran, Raniii," Zee menepuk cepat sandaran kursi Rani kemudian memberinya kode untuk melihat tempat dudukku.

Kami bertiga saling tatap.

****

Toilet pewasat terasa sesak karena dipenuhi kami bertiga. Momen ini dipersembahkan oleh cap tiga somplak.

"Woy buruan. Gue udah kebelet nih," teriak seseorang dari luar. Kami bertiga semakin cemas. Tidak satupun diantara kami yang membawa persediaan "anu". Aku juga tidak mungkin bisa keluar toilet dengan kondisi pakaian yang tadinya hanya satu warna kini menjadi dua warna. Bau amis pula.

"Siapa pun di dalam tolong. Ini sudah di ujung!!" Lagi lagi orang tadi berteriak sambil memukul mukul pintu toilet, "Serius, kamu di dalam udah 1 jam lebih."

Akhirnya, dengan rasa pasrah dan menyerah kami keluar toilet. Ternyata orang yang sibuk menunggu di luar adalah pria penggoda pramugari tadi.

10 menit berlalu. Kami masih setia berdiri di depan pintu toilet sambil berpikir apa langkah selanjutnya yang akan kami lakukan.

Pintu toilet terbuka. Wajah orang yang keluar tadi terlihat lebih lega dari pada saat dia masuk tadi.

"Mbak kalo mau ke toilet jangan lupa kursinya di bersihin dulu. Amis." Aku, Rani, dan Zee saling tatap melotot. Rupanya dia tau, "Nih. Kasian tuh roknya jadi merah," ucapnya cekikikan sambil berjalan santai menuju kursinya kembali.

****
Setelah berjam-jam duduk. Sebentar lagi aku bisa berjalan bebas. Di Selandia Baru.

Untukku yang baru pertama kali akan ke tempat itu, aku masih belum tau seperti apa orang orang di sana? Seperti apa kondisi di sana?

Setelah diberi tahu oleh Rani tadi, kami akan tinggal di negara ini selama tiga hari. Sebaiknya aku juga memuaskan diri untuk menikmati tiga hariku.

Sejujurnya aku masih penasaran dengan si 4P tadi. Yah, 4P adalah singkatan dari pria pembalut penggoda pramugari. Kami menyebutnya seperti itu.

Tiba di rumah paman Syam. Pamannya Rani. Beliau adalah peternak muslim yang sukses di negeri ini. Mulai dari perkebunannya yang luas hingga ternak sapi perahnya yang berjumlah ribuan.

Bagiku ini sangat membanggakan. Ada saudara seimanku yang bisa membuktikan bahwa batasan itu bukan tanda untuk berhenti. Melainkan pendorong agar kita lebih jauh lagi.

Sudah lama aku membayangkan bagaimana rasanya hidup sebagai minoritas. Bagaimana suasananya saat malam takbiran? Apa di sini juga ada orang yang berkeliling membangunkan sahur? Atau saat malam pertama taraweh, apa kah di sini juga seramai di Indonesia?

"Rani ... mari makan malam dulu. Panggil teman-temanmu sekalian. Kalian pasti lapar setelah perjalanan jauh," panggil paman Syam.

Ternyata suasana keluarga ini sangat tentram. Terlebih saat melihat dua anak kecil berlarian saling berebut roti gandum yang dilapisi selai kacang buatan ibunya.

"Setelah makan, kalian boleh beristirahat di kamar tamu. Kamar rumah ini tidak terlalu banyak, jadi kalian sekamar bertiga tidak apa-apa kan?" tanya istri paman Syam dengan gemulai sembari jari-jarinya lincah mengoleskan selai di selembar roti.

Aku melirik Rani dan Zee yang makan seperti orang kesurupan. Di perhatikan dari isi mulutnya, mereka tidak akan menjawab pertanyaan bibi Alice. Jadi, buru buru aku jawab, "Tidak apa apa kok." Lagi pula, kamar tamu berdekatan dengan kamar anak pria paman Syam yang alisnya sangat terang. Tampan pokoknya.

Penyedap Rasa - (Slow Update)Where stories live. Discover now