Bagian 3

66 19 10
                                    

Ini Rafi

"Huwaaa ... minggir!!" Aku berusaha menyalip mobil di depanku.

"Dadah, aku duluan." Bocah itu semakin cepat. Aku tidak boleh kalah.

"Oh sh*t. Awas kamu. Hiyaa!!" Aku menaikkan kecepatan mobil, mencoba untuk meninggalkan mobil itu.

"Ish, Sanaan dikit." Protesnya sambil mendorong tubuhku.

"Huuuu. Ngenggggg ... ngenggg ...."

"Rasakan ini. Kecepatan kilat kameha meha boruto no kutsu. Ciaaaa!!!" Teriak Danil sambil terus menekan stick di genggamannya.

Keringat mulai meluncur satu persatu dari dahiku. Bisa malu aku jika dikalahkan oleh anak lima tahun. Mau disimpan di mana ini kepala.

"Danil, kakak capek," ucapku. Mencari alasan yang tepat agar tak kalah telak.

"Yah kak Rafi. Inikan lagi seru kak gamenya." Manik coklat Danil berkaca kaca. Tak tega aku melihat anak ini, tapi akan lebih merepotkan jika aku kalah.

"Kakak kan capek. Kita nonton aja yuk." Aku mencoba bernegosiasi dengannya.

"Gak mau. Pokoknya main." Ibarat satu pabrik, semua produknya pasti sama persis. Anak anak di keluarga ini memang semuanya begitu. Suka memaksa.

"Kakak beliin mobil Tayo yang besar, mau gak?" Seperti biasa, harus aku dulu yang berkorban baru bisa damai. Akhirnya aku terbebas dari ancaman kekalahan. Berhasil.

Tepat jam delapan malam, aku dan Danil sedang menonton tv di dalam tenda mainan milik Danil. Sejam yang lalu, Nur pergi nongkrong dengan temannya. Mungkin akan pulang larut.

"Kak Rafi tau gak?" Danil tiba tiba memulai pembicaraan. Aku hanya menggeleng. Tak mengerti apa yang akan dia katakan.

"Semalam kak Nur ngompol," bisik Danil yang langsung kusambut dengan tawa puas. Sampai sampai sakit perutku tertawa.

"Hah? Kakak mu udah 18 tahun tapi masih ngompol juga?" Danil benar benar polos. Bahkan dia memberi tahuku semua rahasia Nur yang sengaja ia sembunyikan.

Tak fokus dengan tontonan di depan kami, aku dan Danil malah mengobrol lama tentang Nur. Jam sudah menunjukkan pukul 20:30 waktu setempat. Saatnya Danil untuk tidur.

Bukannya menolak seperti biasanya, dia malah langsung menurut. Tapi dia ingin tidur denganku. Tidak masalah, dia juga sudah aku anggap seperti adik sendiri.

Ibunya Nur bilang sebaiknya aku menginap saja, dan aku langsung mengiyakan.

****

Setelah menggendong Danil ke kamarnya. Ibunya Nur menyuruhku tidur di kamar didepan. Ada satu kamar tamu di sana. Katanya Danil tidak usah ditemani tidur. Dia sudah bisa tidur sendiri.

Mataku terasa semakin berat. Aku capek bermain dengan bocah hiperaktif seperti Danil.

"Eh, tadi aku disuruh tidur di kamar yang kiri atau yang kanan yah?" Karena sudah mengantuk, aku lupa yang mana kamar tamunya. Akhirnya aku masuk sembarang, yang mana pun pasti semuanya kamar tamu.

Tanganku menggenggam gagang pintu itu. Kupilih pintu sebelah kanan. Tidak pikir panjang aku langsung masuk dan berbaring ke kasur empuknya.

Sebelum mataku tertutup, sempat kuperhatikan bagian dalam kamar ini, meskipun lampunya tidak aku nyalakan. Sepertinya ini terlalu merah jambu untuk dijadikan kamar tamu.

Penyedap Rasa - (Slow Update)Where stories live. Discover now