21. Mentari Setelah Badai

14.2K 1.3K 45
                                    

"Jika kita tidak berjodoh dengan orang yang kita sebut di sela doa, maka bisa jadi kita akan berjodoh dengan orang yang selama ini diam-diam menyebut kita di sela doanya."

~•~

Aprillyana mengerjapkan kedua bola matanya, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Setelah kesadarannya terkumpul, dia menoleh ke samping. Senyum langsung terukir dari kedua sudut bibirnya saat mendapati Aliandra tengah menatapnya dengan tatapan yang sangat meneduhkan, dan senyuman yang entah mengapa seakan menjadi hal yang candu untuk Aprillyana.

"Assalamu'alaikum, Bidadariku." Aliandra semakin tersenyum lebar, lantas mengecup kening Aprillyana.

Pipi Aprillyana bersemu. Dia segera menyembunyikan wajahnya di balik selimut. "Wa––waalaikumussalam."

Aliandra tersenyum gemas melihat tingkah istrinya yang masih saja malu-malu.

"Buka selimutnya, Illyana. Aku nggak mau selimutnya menjadi penghalang untukku agar bisa mengagumi kecantikan istriku!"

Aprillyana menggeleng. Rasanya dia sungguh malu. Jangan tanya kenapa, karena Aprillyana merasa hal itu tidak boleh diceritakan kepada siapa-siapa. Yang boleh tahu hanya dia, suaminya, dan tentunya Allah.

"Buka, Illyana ... kamu nggak mau berdosa kan?!"

Aprillyana menggeleng kuat-kuat, dia jelas tidak mau berdosa, perlahan dia menurunkan selimutnya kemudian menatap Aliandra yang tengah menatapnya juga. Mereka saling tatap dalam waktu yang cukup lama.

"Bolehkan aku meminta satu hal?" Aliandra tidak mengalihkan tatapannya dari kedua mata Aprillyana.

Aprillyana mengangguk. "Katakan saja!" jawabnya kemudian disertai senyuman.

Tangan Aliandra terulur untuk mengusap puncak kepala Aprillyana. "Panggil aku dengan sebutan 'Mas'. Mulai dari sekarang," ujar Aliandra lembut lantas mencium kening Aprillyana cukup lama.

Aprillyana mengangguk sembari tersenyum. "Baik, Mas."

Aliandra menarik Aprillyana dalam dekap. Menyalurkan sebuah rasa yang tidak lagi bisa mereka definisikan. Biarlah hati keduanya yang saling menerjemahkan, bahwa keduanya kini telah sama, sama-sama jatuh hati dalam keadaan yang sudah terikat. Jatuh hati dalam keadaan yang sudah diridhai oleh Allah.

~•~

Jika sebuah rasa bisa didefinisikan, Aprillyana ingin mendefinisikan apa yang tengah dia rasakan sekarang. Tapi rasanya lidah saja tidak mampu mendefinisikannya. Iya, memang sebahagia itu. Dan seindah itu rasanya jika dia sedang jatuh cinta. Bahkan, rasanya dulu tidak sampai seperti ini saat dirinya menyukai Kapten Ali. Rasanya sungguh berbeda. Dulu, saat dirinya menyukai dan mencintai Kapten Ali, hanya dirinya saja yang memiliki rasa itu, hanya dia saja yang mengangumi dalam diam. Hanya dia saja yang menyebut nama dia yang terkasih dalam doa. Hanya dia. Namun sekarang, tidak lagi. Dia mencintai seseorang yang ternyata adalah orang yang selama ini mencintainya tanpa dia tahu. Dia menyukai orang yang selama ini menyebut namanya di sela doa tanpa dia rasa. Memang benar kata kebanyakan orang "Jika kita tidak berjodoh dengan orang yang kita sebut di sela doa, maka bisa jadi kita akan berjodoh dengan orang yang selama ini diam-diam menyebut kita di sela doanya" , dan ya, hal itu nyata terjadi pada Aprillyana.

"Assalamu'alaikum, istriku."

Aprillyana terlonjak kaget saat Aliandra tiba-tiba saja berada di belakangnya dengan menaruh dagunya di atas bahu Aprillyana.

"Wa'alaikumussalam, Mas." Aprillyana menjawab tanpa bisa menyembunyikan senyuman dari bibirnya.

Untuk sekarang Aprillyana dan Aliandra memang masih tinggal di rumah orang tua Aprillyana. Aprillyana yang meminta hal itu, sebenarnya tidak juga, tapi Uminya lah yang menyuruh Aprillyana untuk tetap tinggal di rumah itu sedangkan orang tua Aprillyana tinggal di rumah mereka yang satunya lagi. Pak Rusdi selalu selalu datang untuk menjemput ataupun mengantar Aprillyana saat Aliandra tidak bisa mengantar atau menjemput Aprillyana. Karena memang faktanya jarak antara rumah yang saat ini digunakan oleh Aprillyana dengan jarak rumah orang tua Aprillyana yang satunya lagi tidak terlalu jauh.

"Sedang memasak apa?"

Aprillyana tersenyum kecil. Mengapa Aliandra masih bertanya? Padahal jelas-jelas dia sudah tahu kalau Aprillyana sedang memasak nasi goreng. Sungguh lucu sekali suaminya ini.

"Masak nasi goreng, Mas."

Aliandra mengangkat kepalanya dari bahu Aprillyana, seraya terkekeh kecil. "Cuma basa-basi aja, Mas juga tau kalau kamu lagi masak nasi goreng," kata Alianda seraya tergelak, "cuma kayaknya ada yang masih kurang nih," sambungnya kemudian.

Aprillyana sontak langsung terdiam, seingatnya tidak ada yang kurang. Dia sudah memasak dengan resep seperti biasanya.

"Seinget aku nggak ada yang kurang deh, Mas. Emangnya Mas sukanya nasi goreng yang bagaimana lagi? Karena ini resepnya sama seperti biasanya."

Aliandra mengetuk jari telunjuknya di dagu seraya berpikir keras. Tatapannya menatap nasi goreng yang belum Aprillyana angkat dari kompor.

"Kayaknya kurang bumbu cinta deh, kalau ditambah bumbu cinta bisa makin enak tuh!"

Rona merah langsung saja menjalar di kedua pipi Aprillyana. Aprillyana mati-matian menahan senyumannya.

"Mas apa-apaan sih, gombal banget!" Aprillyana memukul lengan Aliandra pelan.

Aliandra tertawa. Tawa yang sama, yang selalu akan menjadi hal candu bagi Aprillyana. Tawa yang akan selalu Aprillyana rekam dengan apik dalam angannya.

"Mas hanya bercanda," jawab Aliandra, "karena melihat kamu salah tingkah adalah sesuatu yang luar biasa membahagiakan bagiku." Aliandra melanjutkan ucapannya seraya tersenyum lebar.

Hari Aprillyana tidak lagi sama seperti kemarin-kemarin, hari Aprillyana telah berubah. Berubah menjadi jauh lebih membahagiakan. Perasaannya sehangat mentari pagi yang menyusup di sela jendela setelah terjadi badai panjang di sepanjang malam. Sangat menghangatkan, membahagiakan, dan mendamaikan hati.

Yang dia harapkan adalah kebahagiaan ini akan lebih lama dari selamanya, meski dia tahu, nyatanya selamanya tidak pernah ada. Karena selamanya hanyalah milik Allah yang maha Abadi. Hanya saja, dia berharap kebahagiaan yang dia rasakan tidak akan usai. Kebahagiaan yang selalu dia doakan berlangsung sepanjang hidup, dan hingga di akhirat nanti.

~•~

Nurul menatap orang di hadapannya dalam diam. Dia membiarkan keheningan menggantung di antara keduanya. Sedang yang ditatap juga sama diam. Menatap mata Nurul tanpa ucap.

"Kenapa?" tanya Nurul sedikit kecewa.

Orang di hadapannya hanya menghela napas pelan namun sarat akan penyesalan.

"Jangan berpikir yang tidak-tidak! Aku hanya bertanya, bagaimana kabarnya sekarang?!"

Nurul membuang muka, menahan sesak yang menyapa dadanya. Terasa begitu sakit. Namun dia tidak bisa berbuat banyak.

"Dia baik-baik saja. Dia sudah menikah, dan dia begitu bahagia atas pernikahannya," jawab Nurul dengan percikan rasa kecewa, "lantas apa lagi yang ingin kau tahu?" sambungnya kemudian.

Orang di hadapannya sekali lagi menghela napas, lantas meraih tangan Nurul, menyatukan dengan telapak tangannya dan mengusapnya lembut.

"Kamu tidak perlu khawatir atau pun cemburu," orang itu berujar pelan, "hanya saja perasaan sesal selalu menghantuiku selama ini. Aku mohon, semoga kau memahaminya."

Nurul menatap orang itu sekali lagi. Dengan tatapan yang bahkan dia sendiri tidak bisa mendefinisikan. Yang pasti, rasa cemburu dan rasa takut tengah mengusik hati kecilnya.

•••

winmoonchild 💜

Dear Imamku, Aliandra [✓]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon