Sebenarnya...

27.8K 2.5K 156
                                    

Happy Reading!

*****

"Zee, kamu menginap di sini saja ya?"

Izzy mengangguk dengan semangat. "Iya."

"Tidak bisa, Sayang. Papa kamu nanti khawatir kalau kamu menginap di sini."

Izzy mengerucutkan bibirnya dan menatap Risty dengan mata berkaca-kaca.

"Aku izin sama papanya deh. Kak Risty pelit."

"Bukannya pelit. Ini anak orang. Keluarganya pasti khawatir kalau kamu ambil begitu saja."

"Orang cuma menginap semalam. Besok juga dibalikin lagi."

"Izzy bukan barang yang bisa kamu pinjam begitu saja, Abel."

Garry tadi beberapa kali meneleponnya. Menanyakan kabar Izzy dan Abel. Meskipun Garry terkesan cerewet, tapi Risty tetap mengangkat telepon-telepon itu. Menurutnya Garry sangat manis mengkhawatirkan anaknya dan juga Abel. Garry bilang dia sudah berusaha menelepon Abel tapi tidak angkat. Tentu saja tidak diangkat. Risty bahkan yakin kalau Abel sudah lupa di mana ia meletakkan ponselnya. Waktunya benar-benar untuk Izzy.

"Ya sudah." Abel berjongkok lalu menghapus air bening yang keluar dari netra Izzy. "Jangan menangis. Kapan-kapan kita bertemu lagi."

Risty menghela napas. Melihat Abel memeluk Izzy, mereka memang baru bertemu, tapi sejak tadi mereka tidak terpisahkan. Abel mengajak Izzy ke mall dan membelikan apa pun yang Izzy mau, menemaninya bermain dan mengajaknya bercanda. Abel bahkan memandikan Izzy sendiri.

Risty awalnya ingin mengantar Izzy sore tadi, tapi ia tidak tega melihat tatapan sedih Izzy. Sekarang waktu menunjukkan pukul 8 malam dan dia tidak bisa memberikan toleransi lagi. Izzy pun tadi sudah beberapa kali menguap. Anak itu pasti lelah dan mengantuk.

Abel menggendong Izzy yang mengantuk, sementara Risty membawa baju dan mainan Izzy yang tadi dibelikan oleh Abel.

"Kamu nikah saja dengan papanya. Kamu bisa bertemu Izzy setiap hari," ucap Risty pelan. Izzy sedang tertidur di pangkuan Abel. Anak itu tertidur dengan cepat.

"Ganteng? Lebih ganteng dari Garry?"

"11 12," jawab Risty. Lalu berdeham menyamarkan tawanya.

"Enggak deh. Kirain lebih ganteng."

"Oh ... jadi kamu lebih pilih Garry."

"Siapa yang bilang begitu?" Abel memalingkan wajahnya, menatap ke luar kaca jendela mobil.

"Kak, kapan-kapan bawa Zee main ke rumah ya?"

"Iya. Namanya Izzy Abel. Apa susahnya menambahkan i di depan?" Risty memperhatikan jalan di depan mereka. Sebentar lagi mereka sampai di rumah kakek dan nenek Izzy. Untung saja Abel tak tahu mengenai rumah orang tua Garry.

"Memangnya kakak tidak terbayang moto deterjen kalau memanggilnya Izzy? Izzy, nyuci jadi enteng. Ya mending Zee lah."

Risty menutup mulutnya untuk meredam suara tawanya. Adiknya itu ada-ada saja. selama dia mengenal Izzy, dia tidak pernah terpikir akan hal itu. Otak Abel saja yang aneh.

"Kita sudah sampai."

Nenek Izzy sudah menunggu di depan rumah. Ia menyambut Risty dan Abel dengan senyum.

"Apa Izzy merepotkan kalian? Ayo masuk dulu."

"Maaf Tante Nia, kita langsung pulang saja. Kapan-kapan kita pasti ke sini," ucap Risty. "Oh ya, ini Abel, adik saya. Abel, dia Tante Nia, nenek Izzy."

(Not) YoursWhere stories live. Discover now