His secret

46.6K 3.3K 73
                                    

Happy Reading!

****

Abel terbelalak menatap wajah Garry yang begitu dekat dengannya. Tanpa sadar matanya tertuju ke bibir Garry. Abel meneguk ludahnya. Ia bisa merasakan napas hangat Garry membelai bibirnya. Napas Abel tercekat di tenggorokan ketika melihat mata Garry tertutup dan jarak bibir mereka semakin terkikis.

Tanpa menunggu Garry melakukan apa pun Abel segera kabur ke kamarnya. Ia memegang dadanya. Jantungnya berpacu cepat. Napasnya tersengal meskipun ia hanya berlari beberapa meter.

Dengan tangan bergetar Abel mengunci pintu kamarnya. Bagaimana bisa Garry menyebalkan dan menakutkan di saat yang berbeda. Abel terduduk di kasurnya. Kedua tangannya ia letakkan di pipi. Ia menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan.

Berkali-kali Abel menggelengkan kepalanya. Entah apa yang ada di pikiran Garry hingga ingin menciumnya seperti itu. Sungguh ia memilih Garry yang menyebalkan daripada Garry yang menakutkan seperti tadi.

Sepanjang hari Abel tidak mau keluar dari kamarnya. Meskipun Garry sudah mengetuk pintunya beberapa kali dan memintanya keluar tapi Abel tetap tidak mau membuka pintunya. Abel pun mengabaikan perutnya yang bergemuruh meminta makan.

"Abel," panggil Garry. Kesabarannya hampir habis untuk menghadapi wanita yang ada di dalam sana. Dia akui dia lepas kontrol tadi. Lain kali ia harus lebih berhati-hati supaya Abel tidak ketakutan seperti ini.

"Abel buka pintunya. Ini sudah malam dan kamu belum makan sejak tadi."

Garry mulai khawatir. Dia tidak tahu apa yang Abel lakukan di dalam sana. Garry mengeluarkan kunci duplikat dari kantong celana jeansnya. Ia sudah memberikan waktu bagi Abel untuk keluar atas kemauannya sendiri. Tapi jika Abel tetap keras kepala seperti ini maka ia juga harus menggunakan cara terakhir.

Perhatian Garry langsung tertuju pada selimut yang menutupi seluruh tubuh Abel. Ia menyibaknya pelan dan menemukan Abel yang pura-pura tidur. Garry bisa mengetahuinya karena napas Abel yang tidak teratur.

Garry menyentuh pipi Abel. Jempolnya mengusap pipi Abel yang halus.

"Bangun. Makan dulu." Tangan Garry berpindah ke rambut Abel. Membelai rambut hitam itu.

Abel memegang pergelangan tangan Garry, menghentikan usapannya di rambutnya.

"Menjauh dariku!"

"Kenapa aku harus menjauh? Tenanglah aku tidak akan melakukan apa pun padamu."

'Bullshit!' batin Abel. Garry berkali-kali bilang tidak akan macam-macam, nyatanya tadi dia ingin menciumnya. Abel bergidik membayangkan kejadian tadi. Ia kembali menarik selimutnya.

"Ayo makan dulu."

"Biarkan saja aku kelaparan. Eh!" Abel memekik karena Garry menyingkap selimutnya dengan kasar lalu mengangkat tubuhnya tanpa beban.

Refleks Abel mengalungkan tangannya ke leher Garry.

"Jangan keras kepala. Nanti kalau kamu sakit aku dan kakakmu juga yang repot."

Abel menggertakkan giginya. Sekarang ia jadi teringat dengan hubungan Garry dan Risty. Astaga! Dia berada di gendongan mantan pacar kakaknya. Situasi apa yang lebih parah dari ini?

"Turunkan aku!"

Garry baru menurunkan Abel ketika mereka sudah sampai di meja makan.

Abel mengusap lengannya yang tadi bersentuhan dengan Garry. Membayangkan Garry dan Risty membuatnya mual. Abel bergidik, dia hampir saja dicium oleh mantan pacar kakaknya. Mereka berdua pasti juga pernah melakukannya. Abel ingin berteriak sekarang. Mengumpat betapa berengseknya Garry.

Garry duduk di samping Abel. Ia menunggu Abel untuk memakan makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya. Dia sendiri yang memasak makanan itu. Sejak lulus SMA Garry sudah terbiasa tinggal sendiri dan memasak bukan hal asing lagi untuknya.

"Aku tidak mau makan," ujar Abel. Semenarik apa pun makanan di hadapannya, dia tidak bisa menghilangkan bayangan antara Garry dan Risty di kepalanya. Ia sungguh mual, perutnya seperti dibolak-balik.

"Garry, aku tidak tahu kenapa kamu mendekatiku dan aku tidak peduli. Yang aku mau adalah kamu pergi dari hidupku..."

"Lanjutkan ucapanmu, maka kejadian tadi akan terulang."

Abel ingin menangis. Garry membuatnya takut. Dia rumah ini dia tidak punya kuasa apa pun. Garry bisa saja melakukan apa saja yang dia mau dan tidak akan ada orang yang tahu. Abel ingin lari dari Garry, tapi ke mana? Pria ini adalah orang yang ambisius dan terbiasa mendapatkan apa saja yang dia mau.

Abel merasa dirinya berada di jalan buntu. Kakaknya bahkan memihak pria ini. Kalau ia bilang pada orang lain pun rasanya tidak ada yang percaya. Reputasi Garry sangat baik di mata orang-orang. Garry punya segalanya, sementara dia punya apa untuk melawan pria ini?

"Buka mulutmu."

Abel membuka mulutnya, tapi air mata juga mengalir dari matanya.

Garry menghela napas melihat air mata Abel. Ia menghapus air mata Abel dengan ibu jarinya.

"Aku tidak bisa menjauh darimu. Aku sudah mencobanya."

Air mata Abel keluar semakin banyak. Dan lama kelamaan air mata itu diiringi oleh isakan yang keluar dari bibirnya.

Garry bingung bagaimana menghentikan tangis Abel. Ia memeluk Abel dan menepuk-nepuk punggungnya. Tapi tangis wanita itu tak kunjung reda.

"Jahat! Aku ingin kamu pergi."

Garry tak menjawab, membiarkan Abel mengungkapkan apa pun yang ada di hatinya. Dia juga tidak mau menghibur Abel dengan bilang kalau dirinya akan pergi karena nyatanya Garry akan tetap di sisi wanita itu.

"Iya, besok kamu bisa pergi denganku ke toko buku. Kamu bisa pilih apa pun yang kamu mau," bujuk Garry.

"Apa pun?" tanya Abel, mengerjapkan matanya yang memerah.

Garry mengambil tisu dan menyeka wajah Abel. Ia mengangguk menjawab pertanyaan Abel.

"Sekarang makan ya?"

"Aku akan makan kalau kamu jauh-jauh dariku, jangan menyentuhku sembarangan, dan tidak perlu menyuapiku."

Garry menahan diri untuk tidak membantah ucapan Abel. Ia menggeser tempat duduknya, sedikit menjauh.

Abel tahu Garry tetap mengawasinya, ia berusaha makan secepat mungkin supaya bisa segera kembali ke kamarnya setelah itu ia akan tidur dan esok hari dia bisa pulang.

"Sudah selesai! Aku kembali ke kamar dulu." Abel buru-buru pergi tanpa menunggu persetujuan Garry.

Kesunyian langsung terasa begitu Abel menutup pintu kamarnya. Pandangan Garry tertuju pada pintu kayu yang telah tertutup itu. Ekspresi Garry datar tapi pikiran dan hatinya tidak begitu.

Garry teringat akan wanita ceria yang pernah menghiasi hari-harinya. Wanita itu begitu mirip dengan Abel. Pecinta buku dan kucing, ceroboh, dan selalu membuatnya khawatir setengah mati. Tapi di lain sisi, Garry merasa bahagia ketika wanita itu bergantung padanya.

Garry mengembuskan napas kasar. Tidak seharusnya ia mengingat kenangan itu sekarang. Hatinya masih terasa sakit saat mengingat wanita yang pernah dicintainya itu. Pernah dan masih...

Ponsel di sakunya berdering. Seberkas senyum terukir di bibirnya ketika melihat nama di layar HPnya.

"Halo, Sayang..."

****

Hayo siapa?


(Not) YoursWhere stories live. Discover now