Rival?

25.5K 2.4K 110
                                    

Happy Reading!

*****

"Her boyfriend!" teriak Mario usil. Mengganggu percakapan Garry dan Abel.

"Bukan. Sumpah bukan. Aku tidak ada hubungan apa pun dengan dia." Abel melempar bantal sofa ke arah Mario.

"Siapa, Bel?" tanya Garry berusaha menahan emosinya. Jika dia marah-marah, Abel pasti mengira kalau dirinya sama seperti dulu.

"Itu anaknya teman mama. Dia ke sini untuk mengantarkan baju. Tapi usil banget kan?"

"Hm... Suruh dia cari wanita lain. Sayangnya aku ada pekerjaan. Kalau tidak aku pasti ke sana. Jangan nakal, oke?"

"Aku bukan anak kecil. Nakal bagaimana?"

"Jangan dekat-dekat dengannya. Aku cemburu. Sampai jumpa nanti sore."

Abel cemberut menatap ponsel di tangannya. Dia belum membalas ucapan Garry tapi sudah mati saja. Padahal dia juga ingin bilang 'sampai jumpa'.

"Kamu mengganggu saja."

"Jadi yang telepon tadi pacarmu?" tanya Mario penasaran.

"Teman."

"Teman yang merangkap jabatan sebagai calon pacar?"

Abel mendelik. "Bukan urusanmu."

"Padahal aku ingin mendekatimu. Ternyata sudah punya orang," goda Mario. "Apa dia cemburu? Marah?" Mario duduk di samping Abel. Tapi Abel segera berdiri dan berpindah tempat duduk.

"Entah."

"Ih marah. Nanti cepet tua. Dia masih muda. Kamu sudah nenek-nenek."

"Ririn. Buatkan minuman untuk Mario." Abel tidak menanggapi ucapan Mario.

"Tidak perlu. Aku mau pergi. Tadi sudah ada janji dengan teman." Mario langsung pamit. Dia sudah ada janji dengan temannya, sehingga tidak bisa lama-lama di sini. Setidaknya dia puas bisa mengerjai Abel yang masih menekuk wajahnya itu.

Dia akan membantu Abel menjelaskan jika candaannya tadi mengganggu hubungan Abel dan pria itu. Dia bukanlah orang yang suka merusak hubungan orang lain.

****

Garry bergegas ke kontrakan Abel begitu ia menyelesaikan pekerjaannya. Sejak pagi dia sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan. Dan setelah menghubungi Abel tadi, pikirannya justru tak tenang. Dia tak bisa berhenti memikirkan Abel yang berduaan dengan pria lain.

Dia heran, ada saja masalahnya. Padahal hubungannya dengan Abel baru dimulai. Haruskah dia mengirim pria bernama Mario itu ke dunia lain?

Garry melihat jam yang melingkar di tangannya. Sial! Dia sudah telat 15 menit. Semoga saja Abel belum pulang duluan. Jalanan begitu macet saat pulang kantor begini. Sekarang saja dia masih terjebak di lampu merah. Apalagi jarak rumah Sam dengan kontrakan Abel cukup jauh. Makin lama saja dia sampai.

"Abel!"

"Apa?" Abel membuka pintu.

Garry mengembuskan napas lega begitu melihat Abel. Dia pikir Abel sudah pulang karena dia terlambat cukup lama.

"Maaf terlambat."

"Kenapa terlambat? Lupa kalau harus menjemputku ya?"

"Tidak. Mana mungkin aku melupakanmu. Andai aku punya sedikit waktu untuk mampir tadi. Pasti aku ke sini setelah menghubungimu. Kamu tidak nakal kan? Dia tidak mengganggumu?" Sayang sekali Garry tadi harus ke rumah Sam untuk mengerjakan beberapa hal bersama timnya. Sehingga dia tidak bisa menemui pria yang mungkin menjadi pesaingnya.

(Not) YoursWhere stories live. Discover now