Terkuak

33.8K 2.8K 112
                                    

Happy Reading!

****

"Risty, kamu harus mendengarkanku dulu."

"Kamu tahu? Aku menyesal telah mengizinkanmu mendekati Abel. Dia ketakutan gara-gara ulahmu. Sekarang aku tidak akan membantumu lagi dan lebih baik kamu lupakan dia. Jika kamu berani mendekatinya lagi, aku akan membawa Abel pergi."

Garry tidak memperhatikan televisi yang tengah menayangkan acara sepak bola itu. Otaknya masih terus memikirkan mengenai ancaman Risty. Risty memang tetap profesional dalam pekerjaan tapi jika Garry sudah membicarakan Abel maka Risty tak segan untuk mengancamnya.

Garry tak bisa menyalahkan Risty. Bagaimanapun dirinya sadar telah membuat kesalahan fatal pada Abel. Dia sudah mencoba meminta maaf baik dari pesan maupun mengirim bunga dan hadiah. Garry tak bermaksud untuk menyogok Abel dengan hadiah-hadiah itu. Ia hanya berharap supaya Abel melihat usahanya.

Abel sudah memblokir nomor Garry. Pakai nomor baru pun percuma. Setiap Abel mendengar suara Garry dia akan langsung mematikan teleponnya.

"Apa pekerjaan membuatmu selelah itu?"

Pertanyaan dari orang tuanya membubarkan lamunan Garry. Ia sedang berada di rumah orang tuanya sekarang.

"Tidak, Bu. Hanya memikirkan hal lain."

"Wanita?" tebak ayahnya. "Izzy cerita kamu mengikuti tante cantik kemarin. Dia juga bilang kamu sudah tidak menyayanginya lagi karena tidak mau menemaninya menonton kartun."

Garry hanya diam. Dia masih belum mau menceritakan mengenai Abel. Hubungan mereka saja masih belum ada perkembangan. Dia tidak mau memberikan harapan kosong pada kedua orang tuanya. Sudah sejak lama mereka menyuruh Garry untuk menikah tapi selama ini Garry selalu mengelak dengan berbagai alasan.

"Ibu sudah tanya pada Izzy, mungkin saja tante cantik yang dia lihat itu Risty. Tapi dia bilang bukan. Izzy tidak mungkin berbohong. Jadi siapa wanita itu?"

"Aku akan mengenalkan pada kalian kalau kondisinya sudah memungkinkan," jawab Garry singkat. Hubungannya dengan kedua orang tuanya membaik setelah kelahiran Izzy. Ayahnya sudah tidak memaksa Garry untuk melanjutkan usaha keluarga dan selama ini pun mereka membantunya untuk menjaga Izzy, putrinya.

"Ya sudah. Kami hanya bisa menunggu saat itu tiba. Apa pun masalah kalian, segera selesaikan. Ibu tidak sabar ingin melihatnya."

Garry tersenyum tipis. Ia juga tidak sabar untuk melihat Abel. Sayangnya ia hanya bisa melihatnya dari jauh. Garry masih khawatir kalau Abel akan ketakutan melihatnya.

Tentu saja Garry menyesal dengan apa yang dilakukannya. Ia sering kali tidak bisa mengontrol emosinya kala Abel menolaknya. Sejak dulu, Garry tidak suka mendapat penolakan. Ia terbiasa melakukan apa yang dia mau dan mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Izzy, papa mau pulang dulu."

Garry menemui anaknya yang baru berusia 3 tahun itu. Ia pikir tadi Izzy sudah tidur. Ternyata anak itu masih bermain dengan bonekanya.

"Izzy ikut."

"Tidak bisa, Sayang. Nanti siapa yang akan menjagamu kalau papa kerja?"

"Mama Isty."

Garry menghela napas. "Tante Risty sibuk."

Sering, Garry mengingatkan putrinya ini untuk tidak memanggil Risty dengan sebutan mama. Tapi Izzy tetap melakukannya. Mungkin karena Risty selalu meluangkan waktu untuknya, jadi Izzy menganggapnya sebagai sosok ibu.

"Izzy mau Mama Isty!"

"Izzy, papa tidak suka kamu nakal seperti ini. Tante Risty pasti akan mengunjungimu kalau ada waktu."

(Not) YoursWhere stories live. Discover now