Enyah kau!

50.6K 3.6K 42
                                    

Happy Reading!

****

Garry menyesal memberikan buku pada Abel. Wanita itu sejak tadi lebih fokus pada buku daripada dirinya atau pemandangan di sekelilingnya. Padahal saat ini, di hadapan mereka terbentang pemandangan alam yang sangat indah. Langit juga tampak cerah hari ini, perpaduan warna biru langit dan hijaunya perbukitan memanjakan mata siapa pun yang memandangnya.

Garry menyesap tehnya. Ia menoleh menatap Abel yang masih tenggelam dengan cerita yang sedang dibacanya. Ia memberikan buku itu karena kemarin Abel ngambek ponselnya Garry sita. Ini padahal hari terakhir mereka di sini, tapi Abel justru sibuk dengan novel tidak berguna itu.

"Abel, minum tehmu. Nanti keburu dingin," ucap Garry mengingatkan Abel untuk ketiga kalinya.

Saat ini mereka berada di balkon. Ini adalah tempat favorit Garry ketika keluarganya berkunjung ke sini. Vila ini adalah vila keluarganya. Tidak terlalu besar memang, tapi pemandangan yang disuguhkan akan menghipnotis mata siapa saja yang memandang.

Abel meminum tehnya, tapi matanya tetap tertuju pada novel di tangannya.

"Aku akan menyita novel itu jika kamu tidak memakan makananmu dengan benar."

Abel mengangkat kepalanya. "Maumu apa sebenarnya? Hpku sudah kamu ambil. Padahal itu milikku."

"Nanti aku kembalikan. Sekarang berhenti membaca novel tidak berguna itu."

Abel meletakkan novel yang baru dibacanya dengan kesal. "Awas kalau tidak dikembalikan aku akan..." Abel berpikir sejenak. Dia mau apa? Pria di sampingnya ini lebih kaya, berkuasa dan lebih kuat daripada dirinya. "Aku akan memukulmu saat tidur."

Garry mengulum senyumnya. "Kalau begitu aku tunggu kamu di kamarku nanti."

Abel melotot. Dia salah bicara lagi. Antara dia yang terlalu bodoh atau memang Garry yang terlalu pintar untuk mempermainkan kata-katanya.

"Sayang jika melewatkan pemandangan indah seperti ini. Di kota kamu tidak akan mendapatkannya."

Abel akui kalau pemandangannya bagus. Hanya saja jika dia menikmati keindahan ini dengan Garry maka semuanya terasa sia-sia. Dia dipaksa ke sini, dan banyak paksaan lain yang Garry lakukan.

Abel mencomot kue kering yang disediakan Garry. Samar-samar ia mendengar suara ramai dari vila yang tak jauh dari sini. Semua orang bersenang-senang di sini, tapi dia tersiksa.

"Kamu tidak ikut dengan para karyawanmu?"

"Tidak. Mereka akan canggung jika ada aku. Lagi pula lebih suka ketenangan seperti ini." Garry menyesap tehnya.

"Oh suka ketenangan ya? Biasanya kita akan mendapat ketenangan jika sedang sendiri. Bagaimana kalau aku bergabung dengan mereka saja? Aku suka dengan keramaian," ucap Abel penuh harap. Akan jadi anugerah tak terkira jika dirinya bisa lepas dari Garry.

Tatapan mata Garry sudah cukup menjadi jawaban untuk Abel. Tentu saja pria ini tak akan melepaskannya semudah itu.

"Aku bosan. Kemarin kamu mengurungku di rumah ini. Hanya mengizinkanku keluar saat Kak Risty mengundangmu barbeque bersama mereka. Aku mirip tahanan."

Garry menghabiskan tehnya. Ia kemudian berdiri dan menarik tangan Abel.

"Ayo ikut aku."

Abel mengikuti langkah Garry. Saat Garry mengajaknya naik mobil, Abel pun bingung.

"Apa kita mau pulang?"

"Besok kita pulang. Sekarang aku ingin mengajakmu ke suatu tempat agar tidak bosan."

(Not) YoursWhere stories live. Discover now