Possessive

41.7K 3.1K 52
                                    

Happy Reading!

****

"Kalau aku masak air saja apa kamu akan makan air seharian?"

"Aku bisa masak sendiri. Aku bisa mengajarimu kalau kamu mau."

Abel memutar matanya. Ia memutuskan untuk memakan makanannya daripada berdebat dengan Garry.

"Mbak Abel beruntung banget dapat pria yang bisa masak." Tika memandang Garry dengan penuh kekaguman.

Ririn berdeham lalu menyeret Tika ke kamar. "Kalian nikmati saja makanannya. Aku dan Tika ke kamar dulu. Mau istirahat."

Abel tidak bisa mencegah mereka karena Ririn pergi dengan cepat.

'Mereka itu bagaimana? Kenapa jadi meninggalkanku bersama dengan pria menyebalkan ini?' batin Abel kesal.

"Apa lihat-lihat?" tanya Abel galak.

"Hanya melihat wanita yang akan menjadi masa depanku nanti. Tidak ada yang salah bukan?"

"Jangan menggombal. Aku tidak akan tertipu dengan ucapanmu." Abel makan dengan lahap. Sesekali ia mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut rumah. Tembok bercat putih itu lebih menarik daripada Garry yang suka sekali mengeluarkan kalimat manis tapi tak berarti.

"Siapa yang menggombal? Kamu bisa tanya Risty, aku tidak pernah berkata omong kosong."

Abel menarik napas panjang. Risty lagi... setiap kali Garry mengucapkan nama kakaknya, maka emosi Abel akan langsung naik beberapa kali lipat. Ia akan teringat dengan hubungan mereka berdua dan menebak-nebak apa motif Garry mendekati dirinya.

"Kalau masih sayang dengan kakakku seharusnya dekati dia. Bukan justru mendekatiku seperti ini."

"Aku memang menyayangi Risty, tapi hanya sebagai sahabat. Jika kamu berpikir kalau aku hanya memanfaatkanmu supaya bisa dekat dengan Risty, kamu salah besar."

"Lalu apa motifmu mendekatiku? Jangan membuat orang bingung," ucap Abel. Ia meletakkan mangkuk minya di meja. Mi instan dan telur itu sudah habis tak bersisa.

"Mau lagi?" tawar Garry menyodorkan mangkuknya yang masih tersisa setengah.

"Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab saja pertanyaanku," desak Abel tak sabar.

"Aku menginginkanmu."

Mata Abel bertemu dengan mata Garry. Abel tidak melihat keraguan sedikit pun di netra biru itu. Abel segera memalingkan wajahnya, tidak mau berlama-lama menatap mata biru yang indah dan menghanyutkan itu.

"Apa kamu tidak paham kalau aku menolakmu? Aku tidak menyukaimu. Aku membencimu. Apa itu semua kurang jelas?" Abel berucap dengan tegas. Dilihat dari apa yang dilakukan Garry hari ini, ia tahu bahwa Garry adalah orang yang tidak segan-segan memberikan apa pun pada wanita.

Sayangnya Abel tidak membutuhkan itu semua. Garry bisa menjadi pasangan yang sempurna untuk wanita lain, bukan dirinya. Abel terlanjur mengecap Garry sebagai pria bekas kakaknya. Tidak ada yang bisa menghilangkan cap itu.

"Aku bukan orang yang mudah menyerah. Masih ada banyak waktu untuk membuatmu berubah pikiran."

Abel menggigit bibirnya. Menahan kekesalan atas kekeras kepalaan Garry. Perhatian Abel tertuju ke ponselnya yang berada di atas meja. Ponsel itu berdering beberapa kali sebelum Abel mengangkatnya.

"Halo, Chia. Terima kasih karena sudah mengingatku."

"Tidak perlu menyindirku. Kamulah yang sibuk."

"Aku tidak begitu sibuk. Kamu saja yang melupakanku dan memilih Ken. Aku tidak menyalahkanmu sih, Ken memang pintar membuat wanita terpesona. Aku jadi kangen Ken yang lucu dan romantis itu."

(Not) YoursWhere stories live. Discover now