One chance

32.2K 2.6K 63
                                    

Selamat sore...

Happy Reading!

******

"Aku rasa aku memang sedang sial akhir-akhir ini."

Abel memegang kepalanya yang terasa berat dan seperti dipukuli oleh sesuatu.

"Hatchu!" Kepalanya semakin berdenyut saat ia bersin. Abel mencari ponselnya yang seingatnya ia letakkan di sampingnya.

"Kak Risty di mana? Tolong ambilkan obat sakit kepala."

"Obatnya ada di laci di samping tempat tidurmu. Aku sedang ada di luar. Aku panggilin Tika atau Ririn saja ya, buat temenin kamu," ucap Ririn khawatir. Ia sedang bersama Izzy sekarang. Sejak tadi anak itu tak melepaskannya. Sekarang saja Izzy masih duduk dengan nyaman di pangkuannya.

"Mereka lagi libur. Biar aku sendiri saja." Abel mematikan sambungan teleponnya.

"Siapa yang sakit?" sahut Garry yang mendengar pembicaraan Risty.

"Bukan urusanmu."

Garry berdiri lalu mengambil kunci mobilnya yang ia letakkan di atas meja.

"Kamu mau ke mana?"

"Melihat adikmu."

Risty hendak berdiri tapi Izzy yang berada di pangkuannya menghalangi gerakannya.

"Mama Isty jangan pergi," ucap Izzy.

"Izzy, papa pergi dulu ya? Papa segera kembali." Izzy mengangguk. Dia tidak terlalu rewel jika ada Risty. Sering, meskipun ada Garry, Izzy lebih memilih bermain dengan Risty dan melupakan keberadaan papanya.

Risty menatap kepergian Garry dengan cemas. Ia takut jika Garry membuat masalah lagi. Risty coba menghubungi Abel. Tapi tetap tidak diangkat. Abel pasti meninggalkan hpnya di kamar. Sementara ia mengambil air minum di dapur.

Garry mengetuk-ngetukkan jarinya ke kemudi. Lampu merah terasa lebih lama dari biasanya. Dia ingin cepat sampai di rumah Abel dan melihat kondisi wanita itu. Wajar jika dirinya khawatir. Di saat sehat saja, Abel ceroboh apalagi saat sakit seperti ini.

Kala melihat restoran favoritnya, Garry memutuskan untuk mampir sebentar dan membeli makanan.

Garry menggertakkan giginya saat mengetahui pintu rumah Abel tidak terkunci. Siapa saja bisa masuk dan mungkin berbuat jahat.

"Abel!" tidak ada jawaban dari sang pemilik rumah. Tanpa membuang banyak waktu, Garry menaiki tangga, menuju kamar Abel.

"Semoga dia tidak histeris saat melihatku di kamar ini," ucap Garry sebelum masuk ke kamar Abel. Tentu saja ia masih ingat dengan jelas bagaimana paniknya Abel waktu itu. kesalahan fatal yang membuat perjuangannya semakin berat.

Abel tidak terbangun meskipun Garry menyentuh rambut dan wajahnya. Garry merasa bebas memandangi wajah Abel tanpa mendapat pelototan dan kata-kata tajam dari wanita itu. Andai Abel bisa setenang ini saat bertemu dengannya, tentu Garry tidak perlu pusing memikirkan cara untuk mendekatinya.

Garry membaca buku sambil menunggu Abel bangun. Banyak sekali novel romantis di rak buku Abel. Sehingga Garry sedikit kesulitan saat memilih buku. Untung saja masih ada buku misteri dan fiksi ilmiah yang bisa dibacanya.

Terdengar suara erangan dari Abel. Matanya masih tertutup rapat.

"Abel."

Garry meletakkan tangannya di kening Abel. Tidak terlalu panas.

"Bangun, Baby."

"Enghh... aku masih ngantuk, Kak." Abel semakin merapatkan selimutnya.

"Kamu belum makan kan?"

(Not) YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang