Dia...

111K 5.3K 168
                                    

Aelah cerita pada belum kelar udah bikin baru lagi wkwkwk... maklum aja aq hobi menuhin work.

Abel ini temen Chia di pervert neighbour... bisa d baca terpisah

Happy Reading!

****

"Abel, kamu bilang ke Garry kalau kakak masih dandan ya."

Abel mengerang. Ia paling malas jika harus menemui pacar kakaknya itu. Tatapan pria itu membuatnya tidak nyaman. Padahal Abel tidak melakukan apa pun yang menarik perhatian, tapi tetap saja dia diperhatikan dengan sangat intens.

"Kakak turun saja sendiri. Atau teriak dari sini enggak apa-apa. dia juga dengar kalau telinganya normal."

"Turun sana! Kamu tinggal turun dan memberitahunya. Setelah itu kamu bisa balik ke kamar dan membaca novel tidak penting itu."

Abel mengentakkan kakinya. Kakaknya sangat tidak mengerti. Abel pernah mengatakan ketidak sukaannya akan Garry. Tapi kakaknya tidak peduli dan tetap berpacaran dengan pria aneh itu.

Dengan wajah ditekuk, Abel turun dan menghampiri Garry yang tengah menunggu sendirian di ruang tamu.

"Kak Risty sedang dandan. Tunggu sebentar ya."

"Iya," jawab Garry singkat. Seperti yang selalu dilakukannya. Ia selalu terpaku menatap wajah Abel.

"Apa lihat-lihat?" tanya Abel tidak suka. Tidak ada yang istimewa dari wajahnya hingga membuat Garry menatapnya seperti itu. Dia tidak memakai make up sedikit pun. Rambutnya ia cepol asal-asalan. Abel bahkan tidak yakin apa dia sudah menghilangkan beleknya apa belum.

"Aku hanya melihat orang cantik, tidak ada yang salah kan?"

"Ya salah lah. Kamu pacar kakakku. Tidak sopan sekali melihatku seperti itu." Abel berbalik hendak kembali ke kamarnya ketika Garry memanggil namanya.

"Abel, suruh kakakmu turun segera. Tidak perlu dandan."

"Aku seperti pengantar pesan, tadi suruh tunggu bilang iya. Sekarang tidak sabaran," gerutu Abel tidak suka dia disuruh-suruh sejak tadi.

Sebenarnya, andai Garry bukan pacar kakaknya dan sifatnya tidak menyebalkan seperti tadi, Abel pasti akan mengagumi pria itu. Abel harus mengakui kalau Garry adalah salah satu pria tertampan yang pernah dilihatnya di dunia nyata. Dengan rambut hitam yang selalu rapi, kulit putih, hidung mancung yang selalu membuat Abel iri, dan alis tebal serta mata tajam beriris biru. Jangan lupakan bibir menggoda yang bisa saja membuat para wanita berimajinasi liar.

Abel menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa dia membayangkan pacar kakaknya sendiri seperti itu.

"Kak, kata Garry kakak suruh turun. Tidak usah dandan."

Risty mengerutkan keningnya. Gerakan tangannya yang sedang mengoleskan bedak terhenti seketika.

"Baiklah," ujar Risty. Ia yakin ada suatu hal penting yang ingin dibicarakan Garry. Biasanya pria itu tidak masalah untuk menunggunya.

Garry sudah menjadi pacarnya selama 3 bulan ini dan menurut Risty mereka tidak memiliki masalah apa pun. Oleh sebab itu, Risty begitu penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Garry.

Abel kembali ke kamarnya dan segera membuka kembali novel yang tadi dibacanya. Ia sudah membaca novel itu selama 2 hari tapi belum selesai juga. Padahal jumlah halamannya hanya 500.

"Ada apa?" tanya Risty tanpa basa-basi.

"Aku ingin kita akhiri hubungan ini."

Risty tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Ia menatap Garry selama beberapa saat. Beberapa detik tidak ada satu kata pun yang terucap dari bibirnya.

"Kenapa?" tanya Risty pada akhirnya.

"Aku sudah menyukai wanita lain."

Tak lama kemudian, sebuah senyum tercetak di wajah Risty. "Dia?" tanyanya.

"Iya."

****

Abel sedang memilih buah yang akan dibelinya. Sebenarnya dia tidak bisa membedakan buah mana yang bagus, karena di matanya semua sama. Tapi kedua ibu-ibu yang berada di sampingnya begitu serius memilih buah-buahan itu hingga pada akhirnya Abel pun ikut mencobanya. Ia mengetuk-ngetuk buah apel dan mendengarkan suaranya.

'Ah sama saja,' batin Abel.

Abel kemudian mencium bau buah apel itu seperti yang dilakukan ibu-ibu di sampingnya.

'Bau apel memang seharusnya seperti ini kan?'

"Itu bagus. Ambil saja," ucap seseorang yang baru saja datang menghampirinya.

"Kamu kenapa di sini?" tanya Abel ketika melihat wajah pria yang tidak asing untuknya.

"Belanja," ucapnya sambil menunjukkan keranjang belanja yang berisi pisau cukur.

Abel kembali fokus memilih buah. Ia melirik ibu-ibu di sampingnya untuk mendapatkan teknik memilih buah yang lain. Tapi kedua ibu-ibu itu justru menatap pria yang baru menghampirinya. Bibir mereka menyunggingkan senyum.

Merasa risi dengan tingkah ibu-ibu itu, Abel segera memasukkan buah apel ke dalam plastik dan menyerahkannya untuk ditimbang.

"Kenapa mengikutiku?"

"Tidak boleh?" tanya Garry.

"Tidak. Menjauh dariku." Abel mempercepat langkahnya tapi hal itu diikuti oleh Garry.

Antara kesal dan takut, Abel segera menuju ke arah kasir. Ia sudah lupa ingin membeli apa tadi.

Kakaknya bilang, dia dan Garry sudah putus. Lalu kenapa pria ini masih saja sok akrab dengannya? Abel mengomel dalam hati. Dia tidak mengerti dengan motif Garry. 'Apa dia ingin berbuat jahat padaku?' Abel bergidik ketika membayangkan hal itu.

Abel segera keluar dari supermarket setelah selesai membayar.

"Abel tunggu!" Mendengar teriakan Garry, Abel semakin panik. Sialnya karena dia tidak pernah berolahraga, dia tidak bisa lari, dan Garry dengan mudah menyusulnya.

"Jangan membunuhku. Aku tidak punya uang. Cuma 50.000 ini ambil. Mau apel? Ini ambil juga." Abel menatap Garry dengan ketakutan. Otaknya bahkan tidak bisa berpikir dengan benar. Ia kemudian menoleh ke samping kanan dan kiri. Ada beberapa orang di parkiran ini tapi mereka tidak memperhatikannya. Jika Abel berteriak, pasti akan ada yang datang tapi risikonya Garry akan babak belur di hajar massa. Abel tidak tega melakukannya. Ia jadi bingung dengan dirinya sendiri sekarang.

"Jika aku mau cintamu?"

Abel mengerjapkan matanya. Pasti dia salah dengar.

"Apa?"

"Tidak ada. Ayo aku antar pulang." Abel masih linglung, dia masih memikirkan ucapan Garry tadi.

"Aku bisa pulang sendiri. Tadi aku ke sini bersama Albert. Ah aku lupa meninggalkannya."

Garry mencengkeram lengan Abel. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga wanita itu.

Abel membeku. Ia bisa merasakan hangat tubuh Garry. Hembusan napas pria itu di telinganya membuat detak jantungnya berpacu cepat. Abel menggigit bibirnya. Dengan ketakutan ia bertanya pada Garry.

"Ap... apa yang kamu lakukan?"

"Siapa dia?"

Meringis menahan sakit di lengannya, Abel berusaha untuk mengumpulkan keberanian. "Bukan urusanmu. Menjauh dariku."

"Jawab pertanyaanku atau aku akan mencuri ciuman pertamamu. Di sini."

****

Apdetnya ketika sudah dpt wangsit

(Not) YoursWhere stories live. Discover now