Samcha menarik napas lega, dan membantu Calista bangun. Calista menepuk gaun putihnya yang sudah kotor terkena tanah dan daun kering menempel di sana. Samcha mengeluarkan sapu tangan, dan mengelap sisa liur di leher dan wajah Calista seraya terus meminta maaf. Padahal sebenarnya gadis itu tidak bersalah, yang patut disalahkan adalah Mitzi.

Calista merebut sapu tangan itu, ia berpaling ke arah serigala yang berani-beraninya menubruk Calista. Tangannya terus menghapus liur yang sangat menjijikkan. Tatapan menajam dan berhasil mengintimidasi Mitzi, membuat serigala itu menunduk, mengalihkan tatapan ke arah lain seakan tak berani menatap mata Calista.

"Maaf, Putri. Biasanya Mitzi tidak pernah bersikap manja seperti tadi. Ia serigala penjaga, ia hanya tahu menyerang, menghindar dan sangat pandai mengenali musuh ataupun yang bukan. Tapi ... saya benar-benar minta maaf, Putri. Tadi itu di luar perkiraan saya dan saya tidak pernah menduga Mitzi akan kemari,"

Calista terdiam, namun matanya semakin menajam tak berpindah sedikit pun dari Mitzi. Mitzi semakin menunduk, kedua kakinya menyentuh tanah, badan besar yang setinggi dada Calista membungkuk hormat. Dan ia mengeluarkan suara suaru geraman yang menyedihkan.

Calista membuang sapu tangan dengan marah. "Aku butuh air,"

Dengan sekejab, sebotol air berada di tangan Samcha, yang ia dapat dari menciptakan sihir dengan udara yang kosong. Pertanyaan 'bagaimana bisa kau melakukan itu?' langsung tertahan saat Calista merasa mual dan jijik dengan tubuhnya. Disambarnya dengan kasar dan diguyurkan air itu ke wajahnya hingga mengalir basah ke seluruh gaun. Gaun putih itu malah membuat tubuh Calista tercetak dengan sempurna. Kemudian, Samcha melakukan hal yang menurut Calista sangat mengagumkan. Samcha mengangkat tangan ke arah Calista, awalnya Calista tidak merasa apa-apa, lalu saat sinar ungu mulai mengelilingi tubuhnya. Begitu sinar itu hilang, gaunnya yang basah telah berganti dengan gaun lain, bukan warna putih. Namun, warna merah kesukaannya. Calista juga merasakan tubuhnya dalam keadaan kering.

"Maaf, Putri. Mungkin itu akan membuat anda nyaman. Karena saya selalu memerhatikan anda terlihat tidak suka dalam balutan gaun berwarna putih,"

Tentu saja, Calista tidak suka bahkan ia sudah sangat muak dengan warna putih.

"Saya akan menghukum Mitzi karena dia telah bersikap tidak—"

Belum selesai Samcha berbicara, Calista mengangkat tangan ke udara,  sontak hal itu menghentikan ucapan Samcha yang mengantung. Calista yang terlihat angkuh, sangat mirip seperti penguasa seolah ia adalah ratu yang tak terbantahkan. Mata birunya yang tajam, perlahan melembut seiring tarikan napas yang ia keluarkan dari mulut.

Mitzi melirik Calista dengan malu-malu. Lalu Calista berjalan hati-hati ke arah Mitzi, tapi gerakannya malah menakuti Mitzi, yang semakin mundur ke belakang.

"Its oke, girls," tangan Calista terjulur ingin menyentuh kepala Mitzi.

"Dia jantan," ujar Samcha tanpa diminta. Calista langsung mendelik tajam membuat Samcha membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Its oke, boy," Calista mengikuti saran Samcha. Tangannya berhasil mengusap kepala Mitzi. Serigala itu, menggeram dan menikmati sentuhan Calista.

Jemari Calista menyusup ke bulu-bulu tebal nan halus. Perlahan ia semakin suka mengelus Mitzi, merasakan bulu-bulu terasa panas dan hangat. Mitzi mengosok kepalanya ke badan Calista. Serigala itu ingin menjilat Calista lagi, beruntung Calista melihat tindakan itu.

Suara tegas Calista mengintrupeksi Mitzi. "Jangan lakukan," dan seperti terhipnotis, serigala itu tidak melakukannya.

Bibir Calista melengkung, senyum kecil hadir di sana. Tiba-tiba ia memeluk kepala Mitzi dan menggosok wajahnya di sana, mengabaikan bulu yang mulai menempel padanya. Sebenarnya Calista sangat suka dengan binatang, hanya saja ia tak pandai merawat binatang, binatang terakhir yang ia rawat, mati dengan tragis di tangannya.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now