Calista memberontak, namun Al terus saja menariknya hingga lautan hanya di bawah dagunya. Tanpa jeda sedikit pun Al menarik Calista untuk tenggelam. Napas yang bahkan tak sempat diambilnya membuat Calista terus memberontak dan melawan ingin kembali ke permukaan. Tapi Al menariknya agar terus melayang di dalam air. Gelembung keluar dari mulut Calista. Ia hampir kehabisan napas. Bisa ia perkirakan sudah berada dalam air selama satu menit tiga puluh setengah detik. Tiga puluh lagi menuju dua menit Calista rasa ia akan mati. Sedangkan Al seperti tidak terjadi apa-apa terlalu biasa. Dan Calista mau tak mau berpikir jika lelaki itu adalah monster. Benar-benar monster sialan!

Saat napas Calista tinggal sedikit lagi, Calista berhenti melawan. Jika takdirnya harus mati sekarang. Ia rasa ia sudah siap.

Seketika itu ia merasa ada yang menarikknya ke atas. Saat merasakan udara begitu luas Calista menghirup sebanyak-banyaknya, gadis itu terbatuk-batuk di saat yang sama dan lelaki yang menghukumnya juga menyelamatkannya ada di hadapannya. Tangan Calista berpegang di pundak Al seolah hanya Al tempat berpegangannya. Tenggorokannya terasa sakit saat ada air yang masuk dan matanya memerah karena air laut berbau garam.

Tangan Al menyentuh wajah Calista dengan pelan seakan ia sangat-sangat mengagumi pahatan wajah Calista. Ia merangkul Calista mendekat. "Apa kau ingin merasakannya lagi?"

Calista terus saja terbatuk. Dan napasnya menderu.

Al menyeringai mengerikan. Matanya berkilat merah. "Kurasa ... sekali lagi tidak masalah,"

"Jan—"

Belum selesai bicara, Al kembali menarik  Calista masuk ke dalam air. Al menahan Calista yang mencoba memberontak segala cara. Namun tak berhasil, ia mungkin tak bisa bertahan selama tadi. Apa ini akhir hidupnya?

Gelembung-gelembung itu terus saja berbuih. Dan itu menyadarkan Calista udara yang tadi tak sempat ia hirup menipis. Matanya hampir menutup dan saat itu Calista berhenti memberontak. Tetapi lagi-lagi Al menarik Calista ke permukaan. Tentu tindakan Al menyadarkan Calista ia masih hidup. Lelaki itu menatap Calista lama sekali, yang terus saja batuk seraya memegang tengorokannya.

Al mengusap wajah Calista dengan sangat hati-hati seakan menyentuh porselen yang sangat rapuh namun tatapannya tanpa ekspresi. "Kurasa sudah cukup."

Calista menarik napas panjang, dan menghembuskannya dengan sangat pelan. Calista tidak pernah berpikir jika Al ternyata benar-benar lelaki yang berbahaya.

"Mau lagi?"

Calista langsung menggeleng. Sungguh Calista sangat yakin, lelaki itu benar-benar gila. Jika Al menganggap Calista sebagai tunangan—bukan berarti artinya Calista juga menganggap lelaki itu tunangan. Sama sekali tidak akan pernah terjadi— pasti Al tidak akan pernah menyakitinya. Calista percaya, jika Al si Raja Iblis, monster, atau apa pun sebutannya yang jelas lelaki itu sakit jiwa.

Bibir Al melengkung, tersenyum sangat manis. Tangannya menepuk kepala Calista. "Gadis pintar,"

Karena pada akhirnya takdir yang begitu bodoh mempertemukannya dengan Al.

Bodoh.

Sangat bodoh.

Al itu ... berbahaya. Dan seharusnya Calista tidak perlu melawan mahkluk seperti Al. Apa itu tandanya ia harus menurut?

Tangan Al berada di leher Calista, mendadak mencekik Calista tanpa perasaan. Memang apa salah Calista sampai Al tidak pernah puas menghukumnya. Calista tercekat. Tangannya berusaha memindahkan tangan Al yang berada di leher.

"A-Al?" cicit Calista.

Mata Al berubah menjadi merah, mata yang Calista ingat—mata monster. Alih-alih mendengar Al malah terlihat sangat kejam, mencekiknya lebih keras.

Destiny of the Flora [REVISI❤️] Where stories live. Discover now