Adega Altawijaya [01] | Simpanan

Start from the beginning
                                    

"Uang yang Om transfer kemarin cukup?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"U-uh? cu-cukup Om. Terima kasih," jawabku linglung.

Terkadang aku merasa penasaran kenapa Om Edgar tidak segera menikah. Padahal umurnya pun jauh sudah terbilang sangat matang. Wajah rupawan, bentuk tubuh yang bagus, mapan dan berkharisma. Aku yakin diluaran sana akan sangat banyak wanita menyukai pria disampingku ini. Tak ayal terkadang pun aku selalu memimpikannya akibat wajahnya yang terlewat tampan itu. Tapi aku masih tahu diri, aku hanyalah bocah berusia 18 tahun yang sedang membutuhkan uang darinya.

"Lawan main om kali ini suka ngerayu," ujar Om Edgar saat sampai pada sebuah bar dan memarkirkan mobilnya.
"Hati-hati dengannya," kekehnya diakhir kalimat.

"Cuma rayuan, aku nggak suka cara alay kayak gitu kali," balasku dengan senyum tipis sembari melepas sealtbeat.
Meskipun Om Edgar jauh dari umurku, namun aku tetap berbicara menggunakan bahasa non formal. Sebab pria itupun tidak merasa keberatan.

"Bukannya anak muda seumuran kamu gini lebih suka pendekatan pake cara kayak gitu?" tanyanya menatapku sembari mengangkat sebelah alisnya. Oh God! mungkin inilah yang ditulis oleh para novelis saat menggambarkan karakter 'Hot Daddy' yang sebenarnya. Tidak kupungkiri bahwa pria disebelahku ini luar biasa tampan.

"Aku nggak tau soal kayak begituan."

"Kenapa?" tanyanya kian penasaran.
Karena lelaki yang pernah kusuka menolakku secara terang-terangan karena aku tidak semodis para gadis pada umumnya. Dan itu membuatku sakit hati.

"Yang kubutuhkan cuma uang Om... hanya itu. Just it!" bohongku padanya.

"Jadi... kamu single?"

pergerakanku terhenti saat ingin membuka pintu mobil. Menoleh ke arah Om Edgard lalu mengendikkan bahu acuh, "ya.. bisa dibilang gitu sih."
Setelah mengatakan kalimat tersebut aku keluar dari dalam mobil dan disusul oleh Om Edgar.
Pria itu berjalan menuju sebelahku dan mengangkat sebelah tangannya, aku sudah tahu kode tersebut. Dengan senyuman lebar kurangkul lengan pria itu lalu berjalan masuk kedalam bar.

***

Tidak ada yang istimewa saat aku berada di sekolah. Biar kujelaskan bahwa aku tidak punya satupun teman di sekolah, ada namun tidak akrab. Meski begitu hal tersebut menguntungkanku agar rahasiaku tidak ada yang tahu.
Namun langkahku terhenti saat ingin menyeberangi jalan, sebuah mobil hitam berhenti tepat disampingku.
Awalnya aku menggeram kesal, namun saat kaca mobil diturunkan aku menganga tak percaya. Itu Om Edgar. Astaga kenapa pria itu kesini.

Melihat sekeliling yang ramai akan lalu lalang siswa, perlahan aku mendekat kearah pintu mobil, "Om Edgar ngapain kesini?" geramku sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa tidak ada satupun yang curiga kepadaku.

"Mau ketemu sama keponakan Om," jawabnya santai. Astaga bahkan sekarang aku sudah cemas.

"Kamu sekolah disini juga?"
Aku baru ingat, Om Edgar tidak tahu soal diriku yang menjadi murid di SMA Cakra ini. Karena menurutku itu tidaklah penting.

"Karena Om ketemu kamu disini, jadi sekalian Om antar pulang."

"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri," tolakku segera.

"Kenapa? Ayolah... nanti om beliin kamu baju di mall."
Dan untuk iming-iming yang satu ini sulit kutolak. Hell no! aku juga sama seperti gadis lainnya yang butuh akan baju baru. Jika bukan Om Edgar, siapa lagi yang akan membelikanku baju tersebut?
Buru-buru aku membuka pintu mobil dan duduk disebelah Om Edgar. Namun baru saja aku memasangkan sabuk pengaman, seorang lelaki yang memakai sseragam sama sepertiku jalan mendekat kearah mobil Om Edgar. Sontak aku terkejut dan menundukkan wajah, takut ketahuan.

IMAGINE BOYFRIENDWhere stories live. Discover now