part 20

2.7K 300 16
                                    

Author POV

Merry tersenyum tipis menatap Risa yang berdiri tepat di hadapannya. Tangan kanan-nya terulur untuk memegang handle pintu.

Rumah yang telah bertahun-tahun di tinggalkan secara paksa.

Rumah yang begitu banyak menyimpan semua cerita hidupnya sedari kecil.

Rumah yang begitu banyak memiliki kenangan manis sekaligus pahit.

Ia sungguh merindukan rumah ini. Meski keadaannya telah berbeda sekarang tapi ia percaya jika makna rumah ini tetaplah sama seperti dulu.

Perlahan, pintu rumah itu terbuka. Merry mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam, termasuk semua sahabat Bima bahkan Laras dan juga beberapa team pengacara.

"Sudah di bersihkan,Sya. Tinggal kita buat pengajian aja". Ujar Merry.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling area rumah yang masih sama seperti terakhir ia tinggalkan.

Sementara itu, Willy dan Denny masih berdecak kagum akan kemegahan rumah Risa.

Mereka masih shock untuk menerima kenyataan ini. Dimana Risa bukanlah gadis biasa yang hanya bermodalkan motor matik dan juga pekerjaannya di salah satu butik. Risa bahkan mampu membeli berpuluh-puluh butik jika ia menginginkannya.

"kalau begitu, kami akan menyerahkan beberapa surat-surat penting soal perusahaan yang akan menjadi hak nona Tasya, termasuk soal keuangan selama ini". Ujar Firman , salah satu team pengacara.

Risa hanya bisa menatap dalam diam beberapa buku tabungan dan aset-aset lainnya yang di berikan oleh team pengacara. Termasuk sebuah kotak berukuran sedang.

Kotak yang berisikan kunci-kunci mobil dan juga surat-suratnya yang sempat di ambil alih oleh Heri.

"Ayah mu juga memiliki dua showroom mobil di Jakarta dan Bandung, serta saham di salah satu hotel yang ada di Bali".

Risa hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan.

"Gue ngga nyangka, ternyata sahabat gue seorang milyarder muda". Gumam Laras.

Bima hanya bisa tersenyum tipis mendengarnya. Ia memang sudah tahu dengan kekayaan yang di miliki oleh Om-nya dulu, tapi ia juga tidak menyangka jika sebanyak itu. Bahkan Om-nya memiliki saham yang cukup tinggi di beberapa stasiun TV.

Setelah urusannya dengan pengacara selesai, Risa segera menuju lantai atas. ia rindu dengan kamarnya.

"Kamar lo, Sa?". Tanya Laras ketika mereka berhenti tepat di depan pintu berwarna putih.

"Iya, ayo masuk". Ujarnya seraya memutar handle pintu. Tak lupa ia mengucapkan salam saat hendak masuk ke dalam kamar.

"Gue bisa pastiin, kalo dulu temen lo pasti betah banget main di sini". Seru Laras ketika mengagumi keseluruhan isi kamar Risa.

"Sayangnya ngga ada. Aku ngga punya temen dulu".

"Serius? Bohong lo pasti". Sela Denny saat dirinya sudah duduk di sebuah sofa panjang.

"ngga ada yang mau main sama aku, soalnya kalau di tanya guru "ada PR ngga anak-anak?"  yaa aku jawabnya ada". ia memamerkan senyumnya pada Laras.

"Ya pantes aja sih, lo tuh kebangetan rajin jadi pelajar". Ujar Sonny.

"Kamar lo ngga ada lemari,Sa? Lo kaya tapi ngga sanggup beli lemari, miris gue liatnya". Ujar Willy kali ini.

"Lemari baju? Ada kok, seinget aku....". Risa menatap ke sekeliling kamarnya, ia berjalan ke salah satu sisi dinding dan langsung menggeser pintunya.

Someday - DAY6 Where stories live. Discover now