20

5.3K 338 13
                                    

Perlahan mataku membuka. Kulirik jam di hapeku udah menunjukkan pukul 15.45 sore. Rasa pegal di tubuhku masih bisa kurasakan, walau tak separah kemaren. Terutama dibagian betis dan telapak kakiku yang rasanya tebal sekali.

"Bangun juga anak Ayah.." Ucap ayah begitu masuk ke kamar, sambil mengambil kaosnya dari dalam lemari. "Kamu itu tidurnya lama banget. Udah kayak orang disimpen aja, El.." Ayah duduk di sisiku. Membelai kepalaku.

Terkahir yang kuingat, semalam itu, begitu aku pulang dari sekolah, terus aku mandi, dan langsung ambruk ketiduran di sofa depan tv.

Tapi sekarang, tahu-tahu aku kebangun di kasurnya ayah dan papah.

"Kita jalan yuk, Yah. Mumpung malem minggu nih.."

"Hmmm, kamu mandi terus makan dulu sana. Tadi Ayah sama papah udah beliin nasi sama lauk."

Aku pun turun dari atas kasur. Aku sempatkan diri untuk menengok ke kamar satunya. Kudapati ayah sedang menggambar dengan Ilham. Sementara Firman lagi duduk di dekat jendela sambil memandang keluar.

"Kak El bangun juga!!"

Aku menyegir pada Ilham. Tapi kudapati sebuah ekspresi terkejut dari papah dan Firman.

"Kita jalan yuk, mumpung malem minggu."

"Kok malem minggu sih, Kak?! Sekarang itu kan udah hari Minggu sore."

Aku jelas kaget dong. Masa iya aku tidur selama itu?

"Memang iya, El. Kamu itu tidurnya lama banget. Sampai Papah sendiri cemas. Tapi untungnya kamu kalau malem kebangun untuk minum dan pipis."

"Hehehe, efek kecapean mungkin ya, pah.."

Aku pun bergegas mandi. Gak apalah sudah minggu sore juga. Toh besok kan hari pengambilan raport. Dan setelahnya aku akan libur selama seminggu penuh.

Selesai mandi, aku --- jadi bingung sendiri.

"Kenapa, El?"

Aku menggeleng. "Perasaan bajuku sedikit banget ya, Yah?"

"Masa segitu banyak dibilang sedikit, El? Kalau masih kurang, kan ada bajunya Ragil."

Ehmm, boleh juga idenya si ayah. Aku pun membongkar pakaiannya Ragil. Ternyata banyak juga baju keren yang dia miliki.

Gimana gak keren, pasti semua ini dibeli pake kartu kreditnya ayah dan papah. Dan sekarang mereka yang harus menanggung hutangnya.

"El, menurutmu rumah ini bagaimana?"

Aku sebenarnya males kalau harus membicarakan masalah ini lagi. Tapi sejujurnya aku gak betah juga ada di kamar hotel yang sempit kayak gini. Rasanya kayak kekurung aja.

"Setahun cuma lima belas juta, El. Masih bisa dinego sepertinya. Memang sih, bukan di perumahan bagus. Tapi lingkungannya sangat asri."

"Emang ayah sama papah udah pernah liat langsung?"

"Udah El, mangkanya Ayah bisa bicara seperti ini."

"Dan lagi lokasinya deket sama pasar, masjid, minimarket, dan lapangan." Papah menyusul dari kamar sebelah.

Aku terdiam. Apa iya, aku harus mengatakan ini kepada mereka?

"Yah -- Pah, kalau misalnya El gak mau lagi tinggal di negara ini gimana? Maksudnya El mau balik lagi ke rumah mom."

Ayah dan papah yang kini terdiam. Sepertinya mereka merasa kalau aku ini mau menjauh dari keduanya.

"Ayah tidak akan melarangmu, Nak. Karena semua keputusan --"

Ayah&Papa [Finale]Where stories live. Discover now