18

5K 324 11
                                    

Kuhentikan langkahku beberapa meter dari kedua pria yang sedang duduk dengan tatapan lurus ke depan. Apapun yang sedang mereka pikirkan saat ini, setidaknya aku masih bersyukur, karena baik ayah dan papah tidak mengalami luka yang berarti yang sempat tadi aku pikirkan.

"Ayah..."

Ayah dan papah seperti kaget. Padahal jelas-jelas aku berdiri di depan mereka.

Hanya Ilham yang menyadari kehadiranku dan juga
Firman.

"Ayah sama papah gak papa kan?"

"El..." Ayah memandangku dengan gurat kesedihan yang amat dalam.

"Kita diusir dari rumah, Kak El. Semuanya diacak-acak tadi." Celetoh Ilham masih dengan matanya yang agak sedikit merah.

"Maafin aku ya, Ilham."

"Kenapa Kak El harus minta maaf? Kak El kan gak salah apa-apa."

Bibir ayah bergerak perlahan. Seperti ia akan mengatakan sesuatu padaku. Tapi tak kudengar suara sedikitpun keluar darinya.

"Siapa mereka, Yah?"

"Ayah juga tidak tahu, El." Jawab ayah lirih.

"Papah cuma bisa membawa baju dan surat berharga saja, El." Papah menimpali.

"Terus sekarang kita gimana?"

"Tadi Papah dan ayah sudah bicara, sementara kita akan mengontrak rumah." Jelas papah. "Papah masih punya uang di atm."

Aku berfikir sejenak. Oke, kita akan mengontrak rumah. Lalu, gimana jika orang-orang itu kembali menemukan ayah dan papah? Dan juga Ilham? Pasti mereka akan kembali melakukan hal yang sama.

"El kok malah diam?" Papah mengejutkanku.

"Enggak Pah, aku cuma lagi mikir. Sebentar ya, Pah.."

Aku keluarkan hapeku. Apartemen atau hotel, adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. Orang-orang itu tidak akan mungkin bisa masuk apalagi berbuat seenaknya memasuki wilayah apartemen dengan penjagaan superketat dan kamera cctv yang dipasang dimana-mana.

Aku hampir menekan nomer papi, sebelum suara itu mencoba menghentikanku. Suara yang pernah aku dengar sebelumnya.

'Jangan dia, El. Jangan..!'

Suara itu entah darimana datangnya. Yang pasti suara itu amat jelas terdengar di --- dalam pikiranku.

"El, Papah udah menemukan rumah kontrakkan. Dan tadi Papah juga sudah menghubungi orangnya."

"Kita ke hotel aja, Pah."

"Hotel, El? Papah tampak terkejut. Ayah pun ikut mendekat.

"Aku pesen taksi online dulu. Udah gak ada keperluan lagi disini kan?"

"El, hotel itu kan mahal..."

"Mahal, tapi keamanan ayah, papah, dan Ilham kan bisa terjamin. Orang-orang itu pasti gak akan berani masuk begitu aja."

"Tapi, El.."

"Iya, Pak. Aku ada di lobi utama rumah sakit ya. Makasih."

Panggilan dari si driver rupanya. Aku pun segera mengajak mereka ke lobi utama rumah sakit. Persis di depan pintu masuk itu, sebuah innova hitam terparkir. Plat nomernya pun juga sudah sama, sesuai dengan aplikasi.

"Pak, kita ke hotel terdekat ya."

"Baik, Mas."

Sementara aku duduk sejenak di dalam mobil ini, inilah kesempatanku untuk menelepon Aisyah.

Ayah&Papa [Finale]Where stories live. Discover now